Konsumen Negara Maju Tak Akan Gunakan Kelapa Sawit Perusak Hutan Tropis Dunia

Gencarnya laju kerusakan hutan di Indonesia dan terpapasnya habitat orangutan di berbagai wilayah Nusantara tak hanya membuat keprihatinan bagi warga di Indonesia. Isu keterancaman bagi satwa unik seperti orangutan, gajah Sumatera, harimau Sumatera dan berbagai satwa yang hanya bisa ditemui di Indonesia ini, serta berbagai isu lingkungan lain yang melingkupi laju ekspansi perkebunan kelapa sawit, juga membangkitkan rasa prihatin bagi pihak konsumen di negara-negara yang membeli komoditas ini.

Sebuah aksi yang menamakan diri Palm Oil Consumer Action (POCA) di Amerika Serikat saat ini mengampanyekan dan mengajak para konsumen berbagai produk pangan di negeri Paman Sam tersebut untuk hanya membeli produk yang dinilai ramah lingkungan dan tidak merusak hutan tropis, baik dari proses pembuatannya maupun dari bahan yang digunakannya. Dari media rilis yang dikeluarkan lembaga ini, Juru Bicara POCA, LeAnn Fox mengatakan bahwa para konsumen di Amerika Serikat bisa mengubah kebijakan lingkungan yang dibuat di Indonesia dengan melakukan boikot semua produk yang menggunakan kelapa sawit, dan memaksa mereka untuk menggunakan kelapa sawit yang berkelanjutan.

Orangutan Sumatera, semakin terjepit akibat ekspansi perkebunan yang sangat cepat. Foto: Rhett A. Butler

“Sangat mengecewakan melihat berbagai produk pangan terkemuka seperti Kellogs, General Mills dan Starbucks masih menggunakan berton-ton minyak kelapa sawit tanpa mengindahkan kebijakan penggunaan kelapa sawit yang lebih baik dan berkelanjutan. Jika anda melihat kebijakan Tanggung Jawab Perusahaan (Corporate Social Responsibility) perusahaan-perusahaan ini maka anda akan melihat berbagai klaim praktek bisnis yang berkelanjutan. Namun data ilmiah dan berbagai kelompok aktivis lingkungan membuktikan banyaknya bencana lingkungan dibalik penggunaan kelapa sawit oleh perusahaan-perusahaan ini. Jika tak ada yang dilakukan saat ini, maka berbagai spesies unik seperti orangutan bisa punah di alam liar dalam waktu dekat,” ungkap LeAnn Fox dalam pernyataan medianya.

“Harga komoditas kelapa sawit yang berkelanjutan rata-rata sekitar 50 dollar AS satu ton. Jika anda gunakan produk yang lebih ramah lingkungan ini dalam berbagai jenis produk makanan, maka harga produksinya akan sangat murah sekali. Dalam berbagai kasus lain, produk yang ramah lingkungan memang lebih mahal, namun berbeda dengan komoditi kelapa sawit, saya tidak melihat alasan mengapa pihak perusahaan tidak menggunakan produk yang kelapa sawit yang lebih berkelanjutan,” sambung Fox.

Terkait isu keberlanjutan komoditi ini, pihak POCA juga melemparkan kritik terhadap kinerja lembaga yang menjaga semua produk kelapa sawit di dunia berada dalam koridor ramah lingkungan, RSPO atau Roundtable on Sustainable Palm Oil. Peran penting RSPO dalam menjaga produk kelapa sawit yang dijual ke seluruh dunia kembali diingatkan oleh POCA. RSPO adalah sedikit organisasi dari yang memiliki kemampuan untuk menekan kerusakan hutan dan habitat orangutan dengan tekanan ekonomi kepada para anggota yang tidak melaksanakan sesuai prosedur lingkungan yang dianut, namun sayangnya hal ini belum sepenuhnya berjalan efektif.

POCA sendiri sudah mengirim surat rekomendasi hasil masukan dari banyak konsumen di AS yang isinya meminta RSPO untuk segera mengatasi kelemahan di dalam sistem mereka. Kuncinya adalah memberikan rekomendasi untuk memperkenalkan sistem rating (penilaian) dimana produsen yang mengklaim sudah menghasilkan minyak sawit lestari bersertifikat, harus benar-benar 100% bersertifikat. Semua anggota lain yang tengah berupaya untuk menghasilkan produk kelapa sawit bersertifikat harus terikat dengan jadwal yang ketat untuk memenuhinya, tetapi mereka tidak akan dapat secara semena-mena mengklaim bahwa mereka memproduksi Minyak Sawit Berkelanjutan bersertifikat (CSPO). Sebuah sistem seperti ini akan menambah kredibilitas yang lebih besar untuk sertifikat RSPO mana kritik terbesar telah bahwa anggota yang ada selama ini terus melanggar aturan RSPO secara terbuka, sementara mereka di satu sisi juga mengklaim akan memproduksi CSPO.

Ketika mereka terus mendorong merek AS untuk baik menggunakan minyak sawit berkelanjutan atau alternatif yang tidak memiliki dampak menghancurkan terhadap lingkungan, POCA mendorong semua orang untuk bergabung dengan mereka dalam menyelamatkan orangutan terancam punah dan harimau Sumatera dengan bergabung dalam kampanye mereka mendesak merek AS untuk membuat kebijakan yang kuat pada penggunaan minyak sawit.

Tekanan ini diharapkan bisa mengurangi laju kerusakan hutan di negara-negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia seperti Indonesia dan Malaysia. Setiap tahun hingga tahun 2010, Indonesia kehilangan lebih dari 2 juta hektar hutan akibat berbagai penggunaan. Sementara sejak 2010 hingga saat ini, pihak Kementerian Kehutanan mengklaim bahwa laju deforestasi di Indonesia tinggal 500 ribu hektar setiap tahun.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,