, , ,

Hutan Batang Toru Diusulkan Jadi Kawasan Lindung

Hutan Batang Toru, Tapanuli Selatan dan Tengah, Sumatera Utara (Sumut), tak hanya kaya keragaman hayati juga berfungsi sebagai penyangga dan daerah tangkapan air.  Hutan ini harus terjaga. Sayangnya, sebagian kawasan berstatus  hutan produksi dan hutan produksi konversi. Untuk itu, Walhi dan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) mengusulkan perubahan fungsi hutan ini menjadi kawasan lindung.

Di hutan Batang Toru ini, ada harimau Sumatera, tapir, beruang madu, sampai orangutan Sumatera. Bahkan, hasil penelitian terakhir oleh Nater et.al 2012, menyebutkan, orangutan Sumatera  di hutan Batang Toru memiliki genetika unik jika dibandingkan di Aceh dan ekosistem Leuser. Diduga orangutan Batang Toru populasi ‘purba,’ lama terpisah dari kelompok lain akibat dari letusan Gunung Toba ribuan tahun lalu.  Populasi mereka berkisar antara 400-600 orangutan.

Berbagai flora sangat langka juga ada di sini, seperti rafflesia cf micropylor-gadutensis, pohon kuno (podocarpaceae). Berbagai anggrek menawan. Hutan di Tapanuli Tengah dan Selatan, Sumatera Utara (Sumut) ini masih memiliki hutan primer seluas 133.000 hektar.

Hutan ini merupakan daerah tangkapan air untuk 10 sub‐daerah aliran sungai (DAS) hingga berfungsi penting sebagai penyangga dan pengatur tata air maupun sebagai pencegah bencana baik banjir, erosi dan tanah longsor.  Sub DAS itu adalah Sipansihaporas, Aek Raisan, Batang Toru Ulu(barat), Batang Toru Ulu (Sarulla Timur), Aek Situmandi, Batang Toru Ilir (barat), Batang Toru Ilir (selatan), Aek Garoga, Aek Tapus dan Sungai Panda.

Air dari hutan inipun sangat penting bagi masyarakat untuk perkebunan, pertanian lahan basah serta keperluan rumah tangga di tiga kabupaten  ini.  “Proyek energi terbarukan seperti PLTA Sipansihaporas, geotermal di Blok Sarulla juga sangat tergantung dengan stabilitas hutan Batang Toru,” kata Kusnadi Oldani, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumut, dalam pernyataan kepada media di Jakarta, Senin(13/5/13).

Di bagian hilir Batang Toru, sebagian besar sebagai daerah persawahan dan perkebunan rakyat. Sawah dan perkebunan rakyat sangat tergantung asupan air stabil dari hutan ini. Mereka juga menggunakan air Batang Toru untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan minum.”

Namun, keberadaan hutan Batang Toru masih terancam karena status hutan sebagian produksi dan hutan produksi konversi. Di sana  juga ada HPH (IUPHH) PT.Teluk Nauli seluas 30.500 hektar, dan ekspansi pertambangan. “Gagasan perubahan status hutan menjadi hutan lindung penting.”

Pius Ginting, Pengkampanye Tambang dan Energi Walhi Nasional mengatakan,  perubahan status menjadi hutan lindung ini, hendaknya bersamaan dengan tidak memperbolehkan kegiatan penambangan, baik terbuka maupun tertutup (bawah tanah).

Namun, tak menyingkirkan akses masyarakat agraris yang memanfatkan hasil hutan dengan kelola berkelanjutan. Warga sekitar memimiki budaya peduli tinggi terhadap daya dukung alam. Mereka sudah ada peraturan desa bagi masyarakat setempat tentang lubuk larangan, ikan-ikan di sungai hanya bisa dipanen saat tertentu dan dibagi kolektif pada warga.

Walhi mengharapkan pemerintah provinsi, kabupaten, DPD, UKP4, tim terpadu Kementerian Kehutanan,  dan Kementerian Kehutanan segera melindungi hutan Batang Toru. Caranya,  dengan menetapkan status menjadi hutan lindung, dan membatalkan semua konsesi HPH  dan pertambangan yang ada di kawasan itu. “Lalu, dorong sektor ekonomi berkelanjutan sesuai daya dukung hutan.” 

Pentingnya Hutan Batang Toru menjadi Kawasan Lindung

Areal yang memenuhi kriteria hutan lindung (48% dari keseluruhan wilayah) tersebar di seluruh wilayah hutan Batang Toru. Grafis: YEL
Artikel yang diterbitkan oleh
,