,

Apa Kabar Kelembagaan REDD+?

“Mudah-mudahan sebelum akhir Juni sudah diterbitkan. Bagaimana bentuknya, itu Presiden,” kata Kuntoro Mangkusubroto, Kepala UKP4 sekaligus Ketua Satgas REDD+, kala saya menanyakan perkembangan kelembagaan REDD+, awal Mei 2013. Menurut dia, peraturan Presiden mengenai kelembagaan REDD+ sudah pembahasan tahap akhir.

Tak kurang tiga kali perpanjangan tugas Satgas REDD+, tetapi lembaga ini belum juga terwujud. Kuat dugaan terjadi tarik menarik kepentingan. “Tugas berat, jadi saling menghindar, tidak ada tarik menarik,” ucap Kuntoro.

Pernyataan inipun diamini Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan. Menurut  Zulkifli, menyatukan pendapat dari masing- masing lembaga bukan pekerjaan mudah. Saat itu, dia memperkirakan akhir Juni sudah terbentuk. “Iya, kita tunggu akhir Juni ini.” Zulkili ingin kelembagaan REDD+ ini mandiri dan independen. “Boleh ya kerjakan Kemenhut, tapi yang monitor itu lembaga independen,” katanya.

Pada 30 Juni 2013, hari terakhir masa kerja Satgas REDD+. Lembaga ini mendapat mandat mengurus pembentukan kelembagaan REDD+ plus kerja-kerja penting lain seperti penyusunan measurement, reporting, and verification (MRV), one map dan review perizinan.

Akhir Juni 2013, pada workshop internasional The Tropical Forest Alliance 2020 di Jakarta, SBY juga menyatakan, dalam waktu dekat Indonesia, akan memiliki badan REDD+ independen. Menurut SBY, lembaga ini  akan dilengkapi sistem pengukuran , pelaporan dan verifikasi canggih (MRV), dan instrumen pendanaan internasional.  Agus Purnomo, Kepala Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim pada 2 Juli 2013,  pun menyampaikan, lembaga REDD+ akan keluar pekan itu.

Kini sudah pertengahan Juli 2013. Satgas REDD+ sudah tak ada. Namun, lembaga pendanaan REDD+ juga produk-produk lain seperti MRV sampai one map, belum ada yang selesai.  “Semua belum selesai, MRV belum kelar, One Map belum kelar. Penyelesaian konflik belum ada, review perizinan belum juga…,” kata Deddy Ratih, Pengkampanye Bioregion dan Tata Ruang Eksekutif Nasional Walhi, kepada Mongabay, Kamis (11/7/13).

Mengapa lembaga REDD+ seakan sulit terbentuk? Menurut Deddy, ini indikasi dari beberapa hal seperti ketidaksiapan, tarik menarik kepentingan maupun tak ada formulasi tugas, fungsi pokok yang tepat. Sekaligus ‘kegalauan’ landasan hukum lembaga itu sendiri. Bukan itu saja, proses pembentukan lembaga ini juga terkesan tertutup. “Ga ada sama sekali informasi ke publik, dibuat diam-diam….”

Namun, kata Deddy, lembaga REDD+ bukanlah obat segala ‘penyakit’ dalam membenahi tata kelola hutan di negeri ini. “Persoalan tenurial dan penatabatasan kawasan hutan tidak bisa diselesaikan dengan REDD+. Terbukti keberadaan satgas REDD+ selama ini tidak mampu mengatasi hal itu.”

Walhi, katanya, dari awal lebih mendukung upaya mitigasi dan adaptasi yang komprehensif. REDD+ hanya satu bagian dari mitigasi. Jadi, jangan sampai efektivitas mitigasi melalui REDD+, terlebih secara khusus membentuk kelembagaan REDD+,  seolah-olah model mitigasi lain tak penting.

Ungkapan tak jauh berbeda dari Teguh Surya, Greenpeace. Menurut dia, kelembagaan REDD+ salah satu tujuan yang harus dicapai dalam letter of intent (LoI) dengan bantuan dana US$30  juta.

Keterlambatan-keterlambatan yang terjadi dari waktu ke waktu, ujar dia,  merupakan bukti birokrasi buruk, dan kementerian tak terpimpin di bawah Presiden. “Ini menjadi hambatan serius dalam memenuhi komitmen RI.”

Kondisi ini, kata Teguh, bisa juga sebagai cerminan penyelamatan hutan dan gambut tidak menjadi prioritas pemerintah.  Jadi, terbentuk atau tidak lembaga REDD+,  kerja-kerja penyelamatan hutan maupun lahan gambut harus tetap diteruskan.  “Penyelamatan hutan atau gambut tak bisa bergantung pada lembaga  REDD+.  REDD+ hanya satu alat,  masih banyak inisiatif lain yang harus diperkuat.”

Pada tahun 2010, SBY mendirikan Satgas REDD+ bermitra dengan Norwegia. Misi Satgas ini, mempersiapkan lembaga yang relevan untuk implementasi REDD+ dan meningkatkan tata kelola hutan dan lahan gambut di Indonesia. Ia telah beberapa kali mengalami perpanjangan masa kerja demi mengejar penyelesaian tugas-tugas. Sampai pada masa tugas yang berakhir 30 Juni 2013, tugas-tugas pun belum selesai…

Penyelamatan dan tata kelola hutan yang baik lewat lembaga REDD+, merupakan salah satu harapan. Sayangnya, sudah bertahun-tahun lembaga ini belum kunjung terbentuk juga. Foto: Sapariah Saturi
Penyelamatan dan tata kelola hutan yang baik lewat lembaga REDD+, merupakan salah satu harapan. Sayangnya, sudah bertahun-tahun lembaga ini belum kunjung terbentuk juga. Foto: Sapariah Saturi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,