Paguyuban Dayak Uud Danum Kecamatan Serawai dan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, melaporkan PT Sinar Sawit Andalan (SSA) ke Ombudsman RI Perwakilan Kalbar di Pontianak. Paguyuban juga melaporkan perusahaan sawit ini ke empat kedutaan besar di Jakarta, yakni Kedubes Amerika Serikat, Inggris, Malaysia, dan Singapura.
Rafael Syamsudin, Ketua Paguyuban Dayak Uud Danum mengatakan, surat tertanggal 6 September 2013 ini, tindak lanjut permohonan masyarakat korban pembebasan lahan dan laporan perusakan, penggusuran, serta pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan anak usaha Goodhope, perusahaan sawit asal Singapura ini.
Saat sosialisasi 1 Juli 2008, katanya, manajemen PT SSA didampingi pejabat daerah setempat, baik camat, kepala desa, dan pengurus adat, berjanji konsisten dalam operasional sesuai prosedur dan ketentuan dalam Diktum Ketiga Izin Lokasi No 445 tahun 2008.
Namun, perusahaan ini dinilai melakukan sejumlah pengingkaran. “Banyak laporan warga Ambalau yang masuk. Laporan itu sudah saya tindaklanjuti ke Ombudsman dan kedubes negara sahabat,” katanya di Pontianak, Minggu (29/9/13).
Menurut dia, paguyuban sudah meminta Ombudsman RI perwakilan Kalbar melakukan pemeriksaan dan pengamatan lapangan terkait kesenjangan antara sosialisasi manajemen dengan fakta di lapangan.
“Saya menerima laporan ada 14 permukiman di Kecamatan Ambalau dan tujuh permukiman di Kecamatan Serawai, tercaplok SSA, seharusnya dikeluarkan terlebih dahulu.”
Ada juga hasil penelitian dari pegiat lingkungan hidup Willie Smith kepada Bupati Sintang, Milton Crosby, pada 19 Oktober 2011 menyebutkan, banyak kesalahan data Amdal SSA. Salah satu, pada konsesi perusahaan itu ditemukan banyak lahan tidak cocok untuk sawit lantaran kondisi geografis terlalu curam.
Menurut Rafael, hasil koordinasi dengan Pengurus Dewan Adat Dayak Ambalau, SSA telah menggusur dan merusak kawasan hutan wisata rohani Gua Maria Sungai Kantuk. “Pak Hovek selaku pengurus DAD setempat sudah bersurat ke saya dan melaporkan kondisi Sungai Kantuk sebagai sumber air bersih masyarakat tercemar dan tak laik konsumsi. Ini akibat pemupukan dan penyemprotan racun rumput,” ujar dia.
Hal lain, SSA dan Camat Ambalau serta kepala desa setempat yang menolak merealisasikan permintaan mengeluarkan 923 keluarga dengan berbagai alasan. Bahkan, perusahaan menggusur paksa pekarangan, kebun karet warga Dusun Bere, Desa Karya Jaya, Serawai, tanpa ada penyerahan dari pemilik.
Rafael mencontohkan, permintaan pengeluaran lahan milik Lidurina Haman di Dusun Sei Runuk, Desa Sakai, Ambalau urung dipenuhi. Tanah itu milik Lidurina beserta enam bersaudara.
PT SSA menolak mengeluarkan lahan itu, lantaran kebun seluas tiga hektar dan ladang seluas 8,52 hektar telah dijual Antonius Amin, saudara sepupu Haman. Bahkan, tanah telah diserahkan kepada Soh See Hong, General Manager SSA. Penyerahan tanah sudah sepengetahuan Camat Ambalau dan Kades Sakai, serta pengurus adat setempat. Kendati, Antonius Amin mengakui kesalahan, tetapi SSA tetap menolak mengeluarkan lahan dari konsesi.
Kala dimintai konfirmasi, Aditia Insani Taher, Media Relation Assistant Manager SSA, membantah tudingan miring itu. Dia mengatakan, proses penguasaan lahan sudah sesuai prosedur. “Logikanya tidak mungkin kami bisa menguasai sebuah lahan tanpa ada kompensasi.”
Menurut dia, konflik lahan muncul karena faktor domestik, antara lain karena persoalan keluarga pemilik lahan sendiri. “Kalau sudah masuk ranah domestik seperti itu, kami tidak bisa ikut campur. Yang pasti, perusahaan tak mungkin menduduki lahan itu tanpa kompensasi,” katanya.
Aditia tak menyangkal banyak persoalan di SSA. Namun semua masalah bisa diselesaikan melalui komunikasi yang baik dengan warga di sekitar perusahaan. “Sejauh ini komunikasi dengan warga Ambalau seperti Pak Hovek sangat bagus. Yang banyak protes itu orang Sintang. Padahal mereka tidak bersentuhan langsung dengan perusahaan.”
Hovek, ketika dikonfirmasi melalui ponsel hanya menyampaikan pesan singkat bahwa masyarakat Desa Sakai, Kecamatan Ambalau, Sintang, akan memblokade jalan utama menuju SSA pada 1 Oktober 2013. Alasannya, SSA telah menipu dan merampas lahan masyarakat.