, ,

Banjir Jakarta, 30 Ribuan Warga Mengungsi, di Manado 19 Orang Tewas

Jakarta masih darurat banjir. Beberapa lokasi di ibu kota masih tergenang, terutama permukiman di bantaran sungai dan di bagian utara Jakarta. Sampai Minggu (19/1/14), pengungsi banjir mencapai 30.784 jiwa berada di 140 titik dan koban meninggal dunia tujuh orang. Demi keamanan, PLN pun masih memadamkan lokasi yang kebanjiran.

Informasi dari Twitter TMC Polda Metro Jaya, Senin (20/1/14) beberapa jalan masih terendam. Seperti di Daan Mogot, air masih menggenangi jalan di depan Kanor Satpam SIM sekitar 50 cm. Di sebagian Jalan Panjang, Jakarta Barat, genangan setinggi 50-60 cm hingga tak bisa dilalaui kendaraan. Juga Jalan Boulevard, Kelapa Gading, arah Sunter. Pada Senin pagi, hujan sudah mengguyur Jakarta.

Prediksi BMKG menyebutkan, curah hujan berpeluang turun dengan intensitas sedang hingga lebat sampai Senin (20/1/14) terutama malam hari. Pada Selasa-Rabu (21-22/1/14) curah hujan akan berkurang tetapi akan meningkat lagi setelah itu. Puncak hujan diperkirakan hingga awal Februari 2014.

Data sementara dari Pusdalops BPBD Jakarta mencatat, sebanyak 48.263 jiwa atau 10.520 keluarga terdampak langsung banjir. Daerah terendam banjir ada 564 RT, 349 RW dari 74 kelurahan di 30 kecamatan.

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB dalam keterangan resmi mengatakan, bencana banjir bukan hanya di Jakarta. Banjir terjadi di beberapa kabupaten dan kota di Indonesia, seperti Bekasi, Tangerang, Kota Tangerang, Kerawang, Subang, Indramayu, Pemalang, Pekalongan, Batang, Semarang, Kudus, dan Pati. Di Jawa Barat, banjir merendam tujuh kabupatendan kota.

Di Manado, banjir terjadi di delapan kabupaten dan kota, yaitu Kota Manado, Kota Tomohon, Minahasa, Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara, Kep Sangihe dan Kep Sitaro. Sampai kini, sebagian daerah masih mati listrik karena sebagian gardu masih terendam.

Data BNPB Minggu (19/1/14), menyebutkan, kerugian dan kerusakan dari bencana banjir dan longsor ini diperkirakan mencapai Rp1,87 triliun mencakup kerusakan rumah, kerusakan fasum, pertanian dan peternakan, kantor, infrastruktur dan lain-lain.

Adapun jumlah korban meninggal 19 orang, dari Manado, Tomohon dan Minahasa. Warga yang terkena dampak banjir 90 ribu jiwa, dan mengungsi 15 ribu. Mereka yang masuk rumah sakit, rawat inap 27, dan rawat jalan 706.

Menurut Sutopo, banjir dan longsor di Sulawesi Utara (Sulut) penyebabnya antara lain hujan ekstrem hingga DAS Tondano mencapai ketinggian 230 mm per hari hari.  Padahal normal kurang dari 50 mm per hari. Begitu juga DAS Tomohon sampai 200 mm per hari. Kondisi diperparah karena ada permukiman di daerah kemiringan, dan bantaran sungai.

Untuk mendapatkan ukuran peta lebih besar, silakan klik di sini. Sumber: BNPB

Cuaca Buruk di Gorontalo

Hujan deras pun terjadi di Gorontalo. Warga cemas cuaca buruk yang melanda wilayah itu. Sempat tersiar kabar lewat pesan singkat bahwa Manado dan Gorontalo akan terkena imbas badai di Filipina. “Kami sangat  cemas. Jangan-jangan Gorontalo juga akan terkena badai seperti di Filipina,” kata Wawan Isa, warga Gorontalo.

Di saat bersamaan, ketika angin kencang disertai hujan melanda Gorontalo, kota Manado diterjang banjir. Warga di Gorontalo makin panik, sebab banyak yang beranggapan bahwa banjir juga akan menghantam Gorontalo.

Menurut Erwin Lihawa, prakirawan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Gorontalo, hujan deras disertai angin kencang di daerah itu karena ada daerah tekanan rendah di perairan sebelah timur Filipina dan di Darwin (Australia) serta pumpunan angin memanjang dari Lampung hingga Laut Banda.

Selain itu, kelembaban udara cukup tinggi dan suhu muka laut di perairan Indonesia yang hangat mempengaruhi pertumbuhan awan hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. “Kami meminta kepada seluruh warga Gorontalo waspada dengan cuaca yang tidak menentu ini,” katanya.

BMKG Gorontalo juga menyatakan, ketinggian ombak di perairan Teluk Tomini dan perairan sebelah utara Gorontalo, serta perairan Bitung dan Manado mencapai dua hingga tiga meter. Warga di daerah itu diimbau waspada. Nelayan pun memilih menghentikan aktivitas mereka.

Wilayah perairan Teluk Tomini berada pada tiga provinsi, yakni Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara, serta melintasi 14 kabupaten dan kota.

Umar Pasandre, nelayan di Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo mengatakan, nelayan di kampung mereka sudah empat hari tak lagi mencari ikan.“Warga di sini biasa menyebut situasi ini dengan musim angin barat, yang terkenal memang sangat berbahaya. Jadi sementara ini ikan mahal di pasaran.”

Karakteristik fisik dan ekologi ditambah tren penggunaan lahan dengan jelas menunjukkan Teluk Tomini memiliki risiko bencana alam tinggi. Ini termasuk bencana karena kekuatan alam, dan semi-natural, di mana aktivitas manusia ikut memperburuk. “Wilayah ini sangat rawan bencana alam terutama letusan gunung berapi, gempa bumi, gelombang tsunami, tanah longsor, banjir, dan kekeringan,” kata Rahman Dako, Project Koordinator Mangrove for The Future wilayah Gorontalo.

Dia mengatakan, meskipun aktivitas gunung berapi, gempa bumi ataupun gelombang tsunami tak bisa dikatakan sebagai akibat pengaruh anthropogenik, tetapi perubahan lahan dan pembuatan bangunan asal-asalan dapat meningkatkan kerusakan yang disebabkan bencana alam.

Hujan yang mengguyur Kota Manado, sejak pertengahan Januari 2014, menyebabkan banjir bandang. Foto: Rommy Carter Toloh

Rahman mencontohkan, degredasi vegetasi pesisir, khusus mangrove dan padang lamun, serta terumbu karang secara signifikan meningkatkan kerawanan pada gelombang tsunami dan angin topan di Teluk Tomini.

Dia menjelaskan, kerawanan bencana di tiga provinsi di Teluk Tomini, akan mengalami peningkatan karena tren penggunaan lahan. Terutama, penggundulan hutan pada lahan tak stabil dan lahan penyerap air, yang terletak pada leher dan pesisir selatan di lengan utara Sulawesi.

Untuk dampak banjir menjadi lebih meluas ketika dataran penampung banjir dan sungai dijadikan daerah pembangunan. Kekeringan bisa pula menjadi lebih sering dan parah karena penggunaan sumber air berlebihan dan boros untuk keperluan irigasi, rumah tangga, dan lain-lain.

Banjir di berbagai daerah ini bak menjadi langganan. Tahun 2013, dibuka banjir di Jakarta yang menewaskan lima orang. Awal tahun inipun disambut banjir di Jakarta dan daerah-daerah lain.

Data Walhi menyebutkan, bencana ekologis 2013 melonjak tajam. Tahun 2012, banjir dan longsor terjadi 475 kali dengan korban jiwa 125 orang. Pada 2013 bencana menjadi 1.392 kali naik 293 persen. Bencana melanda 6727 desa atau keluarahan tersebar di 2.787 kecamatan, 419 kabupatendan kota di 34 provinsi dengan korban jiwa 565 orang.

Berdasaran jenis bencana, banjir mendominasi yaitu 992, banjir rob 70 dan tanah longsor 330 kejadian. Daearah–daerah rawan banjir di Kabupaten Bandung, Jakarta Timur, Medan dan Samarinda. Sedang daerah rawan longsor adalah Cianjur dan Sirimau, Ambon. Pada kedua wilayah ini memang tektur tanah relatif labil selain topografi dengan tingkat kecuraman diatas 40 derajat.

Mukri, Manajer Tanggap Bencana Walhi Nasional, mengatakan, bencana ekologis 2013 baik frekwensi, intensitas dan sebaran meningkat menunjukkan ekosistem kolaps. Daerah-daerah masif mengeksploitasi hutan untuk tambang dan perkebunan besar, terbukti paling banyak bencana ekologis.

Di Sumatera, Aceh merupakan provinsi tertinggi bencana. Dari 23 kabupaten dan kota tak satupun luput dari bencana, terbesar pada wilayah deforestasi seperti di Aceh Barat dan Aceh Timur. Begitu pula Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.

Sedang wilayah perkotaan seperti Jakarta, Bekasi, Medan, Gorontalo, Bandung, Cirebon, Surabaya, Semarang, Samarinda dan Serang, yang terkena banjir, antara lain karena minim ruang terbuka hijau, kehilangan hutan mangrove, daerah resapan air menyusut. Juga sendimentasi dan degradasi pada anak-anak sungai serta darainase tak berfungsi maksimal.

Kondisi di sekitar Jalan Raya Manado-Tomohon Km 14 (Tambuli’nas-Tinoor). Ada sekitar 20 orang tertimbun longsor. Adasekitar tujuh mobil di dalam jurang dan sepeda motor lebih dari 10 unit. Foto: Christian Rinto Taroreh
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,