WWF Riau dan BKSDA Riau menemukan seekor gajah betina dewasa mati di wilayah kantong gajah bagian utara Tesso Nilo di dalam kawasan sabuk hijau (green belt) konsesi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) estate Tesso, sekitar 22 km arah barat laut dari Taman Nasional Tesso Nilo. Kerangka gajah mati itu pertama kali ditemukan tim monitoring gajah ketika melakukan pemantauan pergerakan gajah di kantong Tesso Nilo.
Pada Selasa 4 Maret 2013, tim monitoring gajah dengan membawa radio penerima sinyal tengah melakukan pemantauan terhadap gajah yang telah dipasang kalung pemantau (GPS collar) setahun lalu.” Setelah dicek, kerangka tersebut merupakan kerangka gajah liar yang telah dipasangi kalung/alat pemantau,” kata WWF Riau dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Riau melalui pesan elektronik pada Rabu 12 Maret 2014 kepada Mongabay Indonesia.
GPS collar masih menempel pada kerangka gajah, tapi sudah terputus [dengan bandul logam yang hilang]. “Pada bagian depan tengkorak gajah ditemukan bekas potongan yang diduga dilakukan dengan sengaja untuk mengambil caling (semacam gading kecil) dari gajah betina dewasa.”
Kalung transmisi satelit itu mulai dipasang pada Januari 2013 guna mempelajari pola pergerakan, penggunaan habitat, dan wilayah jelajah gajah (home range) di Tesso Nilo. Cara kerjanya, sinyal dari GPS collar mengirimkan posisi lewat satelit yang kemudian dipantau secara reguler baik melalui satelit maupun monitoring langsung di lapangan.
“Beberapa kali collar tidak mendapatkan kiriman posisi dari gajah ini yang umum terjadi baik karena faktor alam seperti tutupan vegetasi yang terlalu rapat atau posisi di lembah sehingga alat kesulitan untuk menerima sinyal satelit untuk menentukan posisi dengan baik,” kata Sunarto, Ahli Spesies WWF Indonesia. Matinya gajah yang oleh tim pemasang GPS collar sempat diberi nama Angelina ini, “seakan memberi pesan mendalam dari satwa tersebut bagi manusia untuk menghentikan perburuan terhadap satwa yang hidupnya kian tertekan oleh menciutnya ruang gerak akibat konversi hutan dan perambahan.”
“Penegakan hukum harus diintensifkan untuk menyelidiki penyebab kematian gajah ini dan kasus-kasus serupa yang pernah terjadi sebelumnya. Juga untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku perburuan atau pembunuhan gajah Sumatera,” kata Sunarto. Suhandri, Program Koordinator Sumatera mengatakan penegakan hukum menjadi salah satu solusi penting mencegah berlanjutnya kematian gajah-gajah Sumatera. “Penegak hukum terkait harus saling berkoordinasi untuk dapat mengungkap pembunuhan terhadap gajah.”
BKSDA Riau berupaya melakukan penegakan hukum, “tentunya melalui proses penyelidikan, dan sudah membentuk tim investigasi, namun penanganan kejahatan terhadap satwa lindung ini perlu dukungan dari berbagai pihak dan tidak semata dapat diselesaikan oleh BBKSDA,” kata Kemal Amas, Kepala BKSDA Riau. Saat ini BBKSDA sedang melakukan peyelidikan terhadap kematian satwa gajah terutama di wilayah konsesi PT RAPP (sektor Tesso dan sektor Baserah).
Dalam tiga tahun terakhir sedikitnya 34 ekor gajah ditemukan mati di wilayah kantong kantong gajah Tesso Nilo, sebagian besar disebabkan karena diracun. Mudahnya mendapatkan racun berupa pestisida yang dimaksudkan untuk membunuh tikus juga disalahgunakan untuk membunuh gajah. Pada beberapa kasus kematian gajah, hasil laboratorium menunjukkan bahwa organ tubuh gajah mengandung Potassium cyanide dan Zinc Phospide . Sebagian besar gajah mati dalam tiga tahun terakhir merupakan gajah jantan dengan gading juga hilang.
Gajah juga ditemukan mati pada awal Februrari 2014 konsesi PT Arara Badi Estet Duri II, lebih tepatnya pada posisi N. 01° 10.16,6” E. 101° 29.27,9” di Desa Tasik Serai kampung Simandak KM 45, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis.
“Ketika ditemukan gajah jantan dewasa ini sudah mati dengan kondisi sudah membusuk dengan perut mulai pecah, sedangkan satu pasang gading sudah hilang,” kata Syamsidar dari WWF Riau. Panjang gajah sekitar tiga meter dengan tinggi tiga meter . Kaki belakang lebar 50 tinggi 44 cm. Lokasi matinya gajah ini sekitar 200 meter dari jalan aktif perusahaan. “Disekitar lokasi matinya gajah banyak kotoran gajah diperkirakan ada kawanan gajah di sekita lokasi ini.”
Dalam tiga tahun terakhir sedikitnya 34 ekor gajah ditemukan mati di wilayah kantong kantong gajah Tesso Nilo, sebagian besar disebabkan karena diracun Tingginya kematian gajah dua tahun terakhir di sekitar Tesso Nilo sangat berhubungan dengan perambahan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dan juga konsesi yang ada di sekitar hutan tersebut.
Lebih dari 50% kawasan taman nasional merupakan habitat gajah Sumatera telah berubah fungsi menjadi kebun sawit dan pemukiman. Menurut analisa citra Landsat, hingga pertengahan 2013 hutan tersisa adalah sekitar 23.000 ha dari total 83.068 ha luas Taman Nasional Tesso Nilo. Konsesi di sekitarnya merupakan habitat gajah juga dirambah antara lain; Siak Raya Timber seluas ± 32.000 ha, dan Hutani Sola Lestari seluas ± 19.000 ha.
“Mudahnya mendapatkan racun berupa pestisida yang dimaksudkan untuk membunuh tikus juga disalahgunakan untuk membunuh gajah. Pada beberapa kasus kematian gajah, hasil laboratorium menunjukkan bahwa organ tubuh gajah mengandung Potassium cyanide dan Zinc Phospide . Sebagian besar gajah mati dalam tiga tahun terakhir merupakan gajah jantan dengan gading juga hilang,” kata Syamsidar dari WWF Riau.
Menurut data WWF dari tahun 2004- hingga Desember 2013, tercatat sekitar 120 ekor gajah mati di Riau. Sebagian besar disebabkan konflik dan sebagian kecil karena perburuan dan mati alami (sakit). Kematian karena konflik disebabkan terjadinya kerusakan tanaman masyarakat akibat gangguan gajah pada lahan perkebunan masyarakat. Masyarakat melakukan penanganan konflik tersebut dengan caranya menaruh racun di areal perkebunannya yang menjadi perlintasan gajah.
Jumlah populasi gajah Sumatera di Riau saat ini sekira 300-330 ekor yang tersebar di sembilan kantong gajah tersisa. Sembilan kantong gajah ini tersebar di enam kabupaten: Pelalawan, Kampar, Indragiri Hulu, Bengkalis, Rokan Hulu, dan Kuantan Singingi.
Di Kabupaten Pelalawan terdapat dua kantong gajah yakni di Taman Nasional Tesso Nilo dengan jumlah populasi terbesar yakni 150-200 ekor gajah. Daerah jelajahnya meliputi kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, konsesi perusahaan baik perkebunan dan HTI, dan pemukiman sekitarnya.