Data Satelit: Titik Api Aktif Sumatera 2014 Lebih Banyak Dari Tahun Sebelumnya

Sebuah rilis penelitian yang dikeluarkan oleh Global Forest Watch terhadap pantauan titik api yang terjadi di Sumatera, memperlihatkan bahwa berdasarkan Data Titik Api Aktif NASA maka titik api di tahun 2014 ini telah melampau jumlah titik api pada tahun 2013 yang lalu.  Jika selama periode 13-30 Juni 2013, tercatat 2.643 jumlah peringatan titik api, maka pada periode 20 Februari – 11 Maret 2014 saja telah terdeteksi 3.101 titik api.

Pemantauan sendiri dilakukan dengan satelit MODIS NASA yang melewati garis katulistiwa dua kali setiap harinya dan dapat langsung dimonitoring 3 jam setelah deteksi dilakukan.  Dengan teknologi canggih, dalam kondisi ideal satelit ini mampu untuk mendeteksi kobaran api hingga radius sekecil 50 meter persegi.

Jumlah Peringatan Titik Api di Sumatera, Indonesia 1 Januari 2013- 12 Maret 2014.  Sumber: Global Forest Watch dan World Resources Institute
Jumlah Peringatan Titik Api di Sumatera, Indonesia 1 Januari 2013- 12 Maret 2014. Sumber: Global Forest Watch dan World Resources Institute

Sama seperti kejadian tahun sebelumnya, maka jumlah titik api terbanyak berada region wilayah Sumatera bagian tengah, dimana untuk periode 4-11 Maret 2014 ini, propinsi Riau telah menyumbangkan 87 persen dari seluruh titik api yang ada di Sumatera.  Adapun setengah dari peringatan titik api terletak di lahan yang dikelola oleh konsesi kelapa sawit, hutan tanaman industri dan hak pengelolaan hutan yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan besar.

Data titik api-1a

Pola Arah Angin Berbeda

Jika ada yang berbeda dengan peristiwa tahun sebelumnya adalah pola arah angin. Pada tahun 2013 angin telah mendorong kabut asap ke wilayah negara tetangga seperti Singapura dan sebagian semenanjung Malaysia, maka di tahun 2014, kabut asap cenderung dominan melingkupi wilayah daratan Sumatera.

Seperti yang sebelumnya disampaikan dalam artikel Mongabay-Indonesia, kebakaran hutan dan lahan telah membuat Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono untuk turun tangan sendiri ke propinsi Riau dan memerintahkan operasi yang melibatkan militer dalam rangka memadamkan api yang membakar lahan-lahan gambut.  Demikian pula, upaya efek jera dan penegakan hukum diberikan dengan menyeret 62 pelaku pembakaran lahan ke meja pengadilan.

Namun demikian, beberapa kalangan yang kritis menyebutkan bahwa operasi ini tidak akan berhasil karena bersifat jangka pendek dan tidak menyentuh akar permasalahan yang terjadi di lapangan yaitu konflik lahan, tata batas dan upaya penegakan hukum.

Klik pada gambar untuk memperbesar

Masalah konflik lahan yang akut di konsesi-konsesi perkebunan, HTI dan HPH telah menyebabkan terjadinya tumpang tindih wilayah konsesi yang menyebabkan tidak terkontrolnya aktivitas pembakaran yang dilakukan oleh para petani dan pembuka lahan selama bertahun-tahun.

Bagi petani kecil dan miskin tidak ada alternatif lain untuk membuka lahan kecuali membakar karena merupakan cara yang paling murah. Klaim atas lahan juga dilakukan lewat modus pembakaran oleh para okupan, atau motif lain dalam rangka memberikan stigma buruk bagi perusahaan konsesi.

Sebaliknya, upaya-upaya pembakaran juga dilakukan oleh perusahaan nakal dalam rangka mempercepat pembukaan areal baru.  Meskipun telah dilarang secara hukum, namun secara sembunyi-sembunyi praktik ini terus berlangsung dengan berkedok masyarakat sekitarlah yang melakukan pembakaran tersebut.

Kebakaran di propinsi Riau paling banyak terjadi di wilayah gambut.  Kekeringan yang masif di tanah gambut akibat pembukaan area akan memudahkan sulutan api, tidak saja di permukaan tetapi juga menyebabkan penjalaran bara api yang berada di bawah permukaan tanah.  Akibatnya, api yang telah tersulut akan amat sulit dipadamkan.

Link ke data NASA FIRMS Web Fires Mapper dapat dilihat pada tautan ini.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,