Dinilai sebagai daerah yang tidak peduli lingkungan hidup dan melakukan obral perijinan sawit dan tambang, Walhi Bengkulu mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk turun tangan melakukan audit terhadap pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara yang saat ini dipimpin Bupati Imron Rosyadi.
Dari data Walhi, jika luasan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) untuk sawit digabungkan maka setengah Kabupaten Bengkulu Utara sudah habis oleh perkebunan sawit dan pertambangan batubara. Luasan HGU dan IUP di Bengkulu Utara, jika digabungkan mencapai 280.598,43 hektar. Sementara luas wilayah Bengkulu Utara 554.854 hektar.
Sementara itu dari luasan itu, luas hutannya mencapai 222.116,09 hektar. Hutan konservasi seluas 81.089,57 hektar, hutan lindung 40.298,60 hektar, hutan produksi 65.420,71 hektar, dan hutan taman wisata. Khusus luasan Taman Nasional Kerinci Seblat (NKS) yang berada di administratif Kabupaten Bengkulu Utara mencapai 72.171 hektar.
“Dengan angka itu, jelas kami curiga, sehingga wajar kalau BPK melakukan audit lingkungan hidup di Bengkulu Utara,” kata Delvi. Ia menduga bahwa kawasan hutan menjadi sasaran bagi ijin-ijin tambang dan sawit yang dikeluarkan.
Ada beberapa alasan bagi Walhi Bengkulu meminta BPK melakukan audit lingkungan hidup terhadap pemerintahan Kabupaten Bengkulu Utara.
Pertama, Kabupaten Bengkulu Utara merupakan kabupaten yang paling banyak Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dari 104 IUP di Bengkulu, Bengkulu Utara memiliki 46 IUP yang luasannya mencapai 221.371 hektar.
“Keberadaan pertambangan batubara tersebut kami nilai sudah merusak hutan di Bengkulu, terutama terhadap keberadaan TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat),” kata Delvi Indriadi dari Walhi Bengkulu, Jumat (20/6/2014).
Misalnya PT Laras Sakti Mandiri dengan luasan eksplorasi 12.120 hektar, PT Borneo Suktan Mining dengan luasan eksplorasi 12.120 hektar, PT Injatama dengan luasan eksplorasi 4.859 hektar, PT Kaltim Global dengan luasan eksplorasi 921 hektar, PT Krida Dharma Andika dengan luasan eksplorasi 7.236 hektar, dan PT Ferto Rejang dengan luasan eksplorasi 2.431 hektar. Satu perusahaan baru mendapatkan surat dari Gubernur Bengkulu No.W421/XXV tahun 2011 tentang IUP operasi produksi.
Terakhir, Menteri Kehutanan mengeluarkan pengukuhan status Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis menjadi Hutan Produksi yang dapat Dikonvensi (HPK) dengan SK No.3890/MENHUT-VII/KUH/2014 tertanggal 13 Mei 2014 dengan luasan 711 hektar. Sebelumnya wilayah ini masuk dalam Taman Wisata Alam Pusat Latihan Gajah (TWA PLG) Seblat.
Penurunan status kawasan yang dilakukan oleh Menteri Kehutanan patut dipertanyakan. “Diduga wilayah ini akan dijadikan lokasi penambangan batubara. Sementara wilayah ini merupakan habitat gajah dan harimau,” kata Delvi.
Kedua, selain batubara, di Kabupaten Bengkulu Utara banyak beroperasi perusahaan perkebunan sawit, yang diduga telah banyak merusak kawasan hutan konservasi, khususnya Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Bahkan, keberadaan PLG Seblat dikepung oleh perusahaan perkebunan sawit skala besar. Misalnya PT Alno Agro Utama seluas 12.283 hektar, PT Mitra Puding Mas seluas 4.323 hektar, dan PT Agricinal seluas 8.902 hektar.
Didukung oleh Pemerintah Provinsi
Permintaan Walhi Bengkulu agar BPK untuk dilakukannya audit lingkungan hidup terhadap pemerintahan Kabupaten Bengkulu Utara, didukung Pemerintah Provinsi Bengkulu, karena dinilai merupakan upaya bagus dalam mengawasi persoalan lingkungan hidup di Bengkulu.
“Itu langkah bagus. Partisipasi yang baik. Sehingga kita dapat sama-sama mengawasi persoalan lingkungan hidup di Bengkulu, khususnya di Bengkulu Utara,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Sekda Provinsi Bengkulu H. Sumardi, MM, yang dihubungi Sabtu (21/6/2014) malam.
“Selama ini laporan yang kita terima baik semua. Amdal sudah ada. Tapi kan perlu juga pengawasan dalam pelaksanaannya, sehingga kita dukung apa yang diinginkan Walhi itu,” kata Sumardi.
Sumardi juga tidak keberatan audit lingkungan itu juga dilakukan di berbagai kabupaten lainnya di Bengkulu.
Sebagai informasi, Bengkulu memiliki luas daratan 2.007.223,9 hektar. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.420/Kpts-II/1999, luas wilayah hutannya mencapai 920.964 hektar. Sekitar 217.175 hektar merupakan hutan yang dapat diproduksi atau sekitar 703.338 hektar merupakan hutan yang harus dijaga baik sebagai hutan lindung (HL), taman nasional, cagar alam, taman wisata alam, atau taman hutan raya.
Dari luasan tersebut, lahan yang dipergunakan untuk perkantoran dan pemukiman 800 ribu hektar. Sedangkan lebih kurang 471.175 ribu hektar dijadikan perkebunan dan pertambangan. Perkebunan sawit dan karet mencapai 208.546 hektar, pertambangan batubara 99.305,78 hektar, pertambangan pasir besi 156.112,76 hektar, pertambangan emas 6.991 hektar, pertambangan batuan 184 hektar.
Data Walhi mengindikasikan bahwa hutan yang dinilai rusak dan atau dialihfungsikan di Bengkulu adalah seluas 74.513 hektar.