,

Putusan Gugatan PTUN Warga Ditolak, Tambang Pasir Besi Berlanjut

Sugeng Hariyanto sehari-hari bekerja sebagai nelayan. Ia lahir dan besar di lingkungan nelayan dan tinggal di pesisir pantai Desa Bandungharjo, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara. Kecemasan dan kekecewaan Sugeng dan warga di desanya dan beberapa desa lain di kecamatan Donorojo nampak setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang Nomor 67/G/2013/PTUN-SMG memutuskan menolak gugatan warga yang menggugat kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Jepara Nomor 540/002/IUP-OP/BPMPTT/IV/2012 terkait pemberian izin usaha pertambangan operasi produksi mineral logam kepada PT. Alam Mineral Lestari.

“PT. Alam Mineral Lestari dalam ijin tersebut akan menambang di desa Bandungharjo, Ujungwatu, Kecamatan Donorejo, Jepara seluas 200 hektar,” kata Sugeng kepada Mongabay.

Sugeng menambahkan, sejak pertambangan muncul abrasi pantai telah mendekati pemukiman warga. Banyak persawahan warga yang hilang dan juga tambak udang. Maka dari itu, Sugeng dan warga kecewa dan menilai putusan hakim ada kesalahan dan tidak berkeadilan. Hakim hanya melihat bukti formil saja, tanpa mempertimbangkan bukti dilapangan yang dirasakan warga. Hadirnya perusahaan juga tanpa adanya sosialiasasi kepada warga terdampak dari kegiatan pertambangan. Di Bandungharjo ada 200 kepala keluarga yang terancam kehidupannya sebagai nelayan, petani dan petambak udang.

“Akibat pertambangan konflik horizontal antar warga terjadi di desa kami. Sebelum adanya pertambangan kami hidup rukun dan damai. Maka dari itu kami berharap pertambangan dibatalkan. Kami akan terus berjuang untuk membatalkan pertambangan,” ujar Sugeng.

Adapun dalam salinan putusan pengadilan tertuliskan tiga hakim yakni Wahyuning Nurjayati, SH sebagai hakim ketua, lalu Bambang Soebiyantoro SH dan Pengki Nurpanji SH keduanya sebagai hakim anggota memutuskan pada 11 Juni 2014 lalu yakni “menolak gugatan para penggugat untuk seluruhnya” dan ”menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar tiga ratus tujuh belas ribu rupiah”.

Menanggapi putusan tersebut, Luthfil Khakim selaku penasihat hukum warga dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang kepada Mongabay mengatakan, proses di persidangan membuktikan bahwa keterangan warga dan perusahaan bahwa tidak pernah ada sosialisasi terkait adanya pertambangan. Anehnya ketika putusan sidang ini keluar pertimbangan hakim hanya sebatas bahwa IUP sudah dikeluarkan oleh pejabat berwenang dan sudah sesuai prosedur formil. Akan tetapi hakim menampikkan bukti dipersidangan bahwa ada bukti sosialisasi terhadap warga tidak dilakukan. Padahal sosialisasi itu penting, apalagi terkait lahirnya AMDAL. Tidak bolah ada manipulasi dan rekayasa.

“Dalam pertimbangan hakim di putusan, fakta dari keterangan saksi dipersidangan tidak dimasukkan, hakim hanya melihat prosedur formal perijinan. Hal ini jelas membuat kekecewaan warga, untuk itu kami akan mengajukan memori banding dalam waktu dekat,” ujar Luthfi.

Abdul Halim dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) kepada Mongabay mengatakan, hadirnya putusan Pengadilan TUN Semarang tentu akan memberikan akses perusahaan tambang untuk melanjutkan operasi pertambangan pasir besi yang akan mengganggu akses nelayan melaut sejauh sejauh 1-12 mil.

Hadirnya tambang tanpa sosialisasi dari perusahaan berdampak pada konflik sosial antar masyarakat. Dari segi lingkungan, pencemaran limbah dari aktifitas pertambangan yang sulit diatasi akan merusak ekosistem pesisir dan penghasilan yang layak untuk nelayan ikut berkurang.

“Penelitian kami dilapangan, sehari nelayan bisa berpenghasilan lima ratus ribu sebelum adanya tambang. Sejak adanya tambang, penghasilan menurun. Sehingga untuk mendapat hasil yang layak, nelayan harus melaut lebih jauh, namun ancaman keselamatan juga semakin berbahaya,” kata Abdul Halim.

KIARA melihat hakim hanya melihat bukti formil, tanpa mempertimbangkan Undang-undang No.27/2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dimana pada pasal 35 menyebutkan larangan dalam segala bentuk kegiatan yang merugikan masyarakat, dalam hal ini pertambangan haruslah dihentikan.

“Kami melihat Pemerintah Daerah dan aparat penegak hukum tidak paham secara utuh terkait keluarnya ijin dan tuntutan warga. Sebelumnya saja 15 nelayan di kriminalisasi, dihukum pidana 4 bulan penjara dengan masa percobaan 8 bulan oleh Pengadilan Negeri Jepara,” lanjut Abdul Halim.

Untuk itu, KIARA meminta kepada pemerintah daerah Jepara dan Gubernur Jawa Tengah untuk mencabut ijin pertambangan. Aturan hukum hadirnya tambang sudah jelas bertentangan atau melanggar hukum.

“Perlu ada pemulihan kawasan pesisir di Jepara dan kawasan pesisir lainnya di Jawa Tengah dan melakukan evaluasi semua ijin tambang yang ada di Jawa Tengah,” katanya

Sedangkan Dosen Hidrologi Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata Semarang, Ir. Budi Santosa, MT yang menjadi saksi ahli warga di persidangan menjelaskan tentang pengaruh pertambangan terhadap abrasi.  Abrasi disebabkan oleh faktor hidro-oceanografi dan faktor antropogenik, yang bersifat merusak

Pertambangan pasir akan berdampak pada terjadinya faktor hidro-oceanografi, yaitu perubahan garis pantai berlangsung manakala proses geomorfologi yang terjadi pada setiap bagian pantai melebihi proses yang biasanya terjadi. Proses geomorfologi yang dimaksud dapat berbentuk gelombang, arus, dan pasang surut.

Sementara itu, faktor antropogenik adalah proses geomorfologi yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Aktivitas manusia di pantai dapat mengganggu kestabilan lingkungan pantai. Gangguan terhadap lingkungan pantai misalnya dengan membangun jetti, groin, pemecah gelombang, reklamasi pantai, pembabatan hutan bakau untuk dikonversi sebagai tambak, dan pertambangan. Sehingga Antropogenik inilah yang menjadi faktor paling dominan dalam perubahan garis pantai termasuk aktivitas penambangan pasir besi.

Dampak yang diakibatkan oleh abrasi ini sangat besar. Garis pantai akan semakin menyempit dan apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang permukaannya rendah akan tenggelam. Pantai yang indah dan menjadi tujuan wisata menjadi rusak. Pemukiman warga dan tambak tergerus hingga menjadi laut. Kawasan pantai juga merupakan kawasan yang banyak menyimpan potensi kekayaan alam yang perlu untuk dipertahankan.

“Adanya infrastruktur dan pemukiman yang berdiri di kawasan pantai yang terancam bahaya abrasi akan membuat nelayan dan petani di pesisir pantai Bandungharjo, Banyumanis, dan Ujungwatu akan merasa khawatir akan kehilangan dan kerusakan fasilitas tersebut.”

Hingga berita ini diturunkan, Mongabay Indonesia sudah mencoba untuk memvefikasi kepada pihak PT. Alam Mineral Lestari, namun tidak ditemukan website atau kontak perusahaan tesebut, hanya ditemukan alamat yang berlokasi di Jalan Hayam Wuruk 114 Blok A No. 21 Jakarta Barat.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,