Tewasnya Karyawan Freeport, JATAM : Pemerintah Harus Beri Sanksi Tegas

Bulan September 2014 ini terjadi dua kali kecelakaan kerja di areal pertambangan PT Freeport Indonesia (PTFI), yang berujung pada meninggalnya lima karyawannya.

Kecelakaan pertama terjadi pada Jumat, 12 September 2014 lalu, pukul 23.30 WIT, bermula ketika terjadi ground failure di area West Muck Bay di area tambang bawah tanah Grasberg Block Cave PTFI, sehingga menyebabkan reruntuhan material yang terdiri dari bebatuan dan tanah. Sebagian badan dari alat jumbo drill yang berada di lokasi kejadian juga turut tertimbun material yang berjatuhan.

Peristiwa tersebut memakan korban atas nama Boby Hermawan (33 thn),  pekerja dari kontraktor PTFI, PT Redpath, dan telah bekerja di area tambang di Papua sejak tahun 2011. Ia meninggalkan seorang istri dan seorang anak.

Berdasarkan rilis PTFI  yang diterima Mongabay Indonesia, rekan Boby, yang merupakan operator jumbo drill berhasil menyelamatkan diri dari reruntuhan. Namun sangat disayangkan, Boby saat itu tidak dapat menyelamatkan diri dan tertimbun material yang berjatuhan. Tim Gabungan Underground Mine Rescue dan Emergency Preparedness & Response Group PTFI saat berhasil menemukan Boby sudah dalam kondisi tidak bernyawa.

“Segenap doa dan dukungan kami berikan kepada pihak keluarga. Kami sangat berharap mereka dapat melewati masa-masa yang sangat sulit ini,” kata Presiden Direktur PTFI, Rozik B. Soetjipto.

Rozik mengatakan keamanan dan keselamatan para pekerja adalah prioritas di PTFI. Dan insiden tersebut telah dilaporkan kepada pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Jenazah Boby kemudian segera dibawa ke rumah sakit di mile 68 dan diterbangkan ke bandara Timika. Jenazah kemudian diterbangkan ke Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta dengan menggunakan pesawat charte, dan dengan menggunakan satu ambulans, jenazas dibawa ke kawasan Garut, Jawa Barat, tempat tinggal keluarga korban.

Peristiwa 27 September 2014

Kecelakaan kerja kedua terjadi pada Sabtu, 27 September 2014 sekitar pukul 07.24 WIT, yang melibatkan satu unit kendaraan ringan untuk kegiatan operasi jenis Toyota yang berisi 8 orang penumpang dan satu orang pengendara, dengan satu unit Haul Truck (Truk Tambang CAT 785) yang dikendarai satu orang operator, di lokasi jalan Tambang Terbuka Grasberg PTFI.

Berdasarkan rilis PT Freeport Indonesia dikatakan, setelah insiden terjadi, Tim Tanggap Darurat Grasberg Mine Rescue segera diterjunkan untuk memberikan pertolongan dan melakukan proses evakuasi. Dari 9 orang yang ada di kendaraan tersebut, 5 orang pekerja tambang telah diselamatkan dan dievakuasi di Rumah Sakit Tembagapura dalam kondisi selamat, dan 4 orang lainnya dinyatakan meninggal dunia.

Keempat korban tewas dalam kecelakaan itu adalah Luther Patanggi, Simon Seba, Richardo Tomasela, dan Nursio. Dua jenazah telah diterbangkan kepada keluarganya di Surabaya dan Ambon. Dua jenazah korban lainnya akan diterbangkan ke keluarga mereka di Makassar.

Juru bicara PTFI Daisy Primayanti mengatakan  sejak kecelakaan kerja Sabtu (27/09/2014), semua aktivitas di Tambang Terbuka Grasberg akan berfokus pada perawatan tambang, sampai nanti PTFI menyelesaikan sosialisasi tentang kejadian ini kepada para karyawan Tambang Terbuka Grasberg sebagai bagian dari prosedur perusahaan.

“Keselamatan merupakan prioritas PTFI dan kami akan bekerjasama penuh dengan perwakilan dari Kementerian ESDM untuk menemukan penyebab kecelakaan tersebut,” kata Daisy.

Sementara itu, Hendrik Siregar, koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) kepada Mongabay mengatakan, peristiwa kecelakaan yang menelan korban ini sudah berulang kali terjadi. Kalau berkaca dari beberapa kasus sebelumnya yang juga menyebabkan tewasnya pekerja PT Freeport Indonesia, paling yang maksimal dilakukan pemerintah dan perusahaan adalah memberhentikan operasi pertambangan sementara saja dan tidak ada sanksi tegas.

“Pemerintah  harus melakukan investigasi mendalam dan hasilnya dipublikasikan. Jangan memihak perusahaan. Jika terbukti PTFI gagal dalam memberikan jaminan keselamatan kerja, beri sanksi tegas sesuai ketentuan perundang-undangan,” kata Hendrik yang akrab disapa Beggi.

Ia menambahkan, peristiwa ini menjadi catatan penting untuk pemerintah mengevaluasi secara lengkap dan terbuka mulai dari jaminan keselamatan pekerja dan operasi pertambangan.

Dia mengandaikan bila keselamatan kerja saja diabaikan, apalagi dengan dampak lingkungan dari adanya pertambangan.  Kejadian yang berulang ini bisa menunjukkan rendahnya nilai perusahaan dalam mengantisipasi resiko akibat operasi yang mereka lakukan.  .

“Pemerintahan saat ini saya tidak yakin berani tegas terhadap perusahaan. Ini menjadi peringatan Jokowi nantinya. Pemerintahan kedepan harus memberikan sanksi tegas disesuaikan dengan udang-undang yang ada, atau mengeluarkan kebijakan khusus jika ada kejadian yang serupa terjadi lagi,” tutup Beggi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,