,

Dana 1,4 Miliar Disalurkan ke Posko Bencana Aceh

Gubernur Aceh Zaini Abdullah memberikan dana bantuan sebesar 1,4 miliar rupiah yang berasal dari dana siap pakai Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk penanganan tanggap darurat longsor dan banjir yang menerjang Aceh.

Dana tersebut dialokasikan untuk tujuh kabupaten yang mengalami bencana yaitu Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, dan Aceh Singkil, yang masing-masing mendapatkan Rp200 juta.

Penyerahan dana bantuan tersebut dilakukan saat Zaini mengunjungi Posko Bencana ke masing-masing kabupaten selama dua hari sejak Rabu (5/11/2014) hingga Kamis (6/11/2014).

Gubernur Aceh juga memberikan santunan diluar bantuan BNPB kepada tiga orang korban banjir yang meninggal dunia di Kabupaten Aceh Barat.

Operasional dan pembangunan posko bencana dan longsor di lintas barat Aceh ini juga mendapat sokongan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA). Hal ini dijelaskan oleh Anggota Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang bertugas di Aceh, Jarwansyah.

Menurut Jarwansyah, Pemerintah Aceh juga mengalokasikan dana operasional bencana tersebut dari APBA sebesar Rp2,1 miliar. “Saya tidak tahu penggunaannya untuk apa,” katanya saat dihubungi, Selasa (11/11/2014).

Kepala Bappeda Aceh, Abubakar Karim mengatakan, dana APBA sebesar Rp2,1 miliar itu digunakan untuk operasional dan pembangunan posko serta bantuan logistik kepada korban bencana. “Disamping itu juga ada bantuan logistik dari Dinas Sosial Aceh,” katanya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan kerugian bencana longsor dan banjir di Aceh yang terjadi pada 2 November 2014 tersebut masih dihitung. “Kami sedang melakukan pendataan dan menghitung kerugian.”

Penyebab longsor dan banjir

Terkait longsor yang terjadi di Gunung Paro, Aceh Besar, Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Husaini Syamaun yang dihubungi terpisah mengatakan intensitas hujan sudah melebihi dari kebiasaan yang mengakibatkan terjadinya longsor di beberapa titik di lintas barat selatan Aceh.

“Tidak tertutup kemungkinan juga ada ganggung di hulu. Gunung Paro itu sebagian hutan lindung dan ada juga kawasan untuk areal penggunaan lain, serta ada kebun rakyat di dalamnya,” kata Husaini Syamaun, Minggu (9/11/2014)

Illegal logging dan perambahan hutan bukan penyebab utama longsor dan banjir. Namun, curah hujan sangat tinggi yang tentunya akan berdampak buruk pada kondisi alam lintas barat selatan Aceh,” ujarnya.

Ia mengatakan Gunung Paro merupakan hutan lindung. “Memang ada perambahan hutan untuk lahan kebun masyarakat dengan skala kecil tapi tidak ada hak guna usaha di lokasi tersebut,” kata Husaini.

Ibnu Rusydy dari Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) menjelaskan, selain intensitas hujan yang tinggi, pemicu longsor dapat pula disebabkan adanya pembebanan terhadap lereng atau pembangunan infrastruktur di atas tanah yang rawan longsor.

Perubahan bentuk geometri sebuah lereng dan adanya getaran dari gempa juga bisa menjadi pemicu tanah longsor. “Longsor di gunung paro adalah jenis rotasi,” tuturnya dalam seminar kebencanaan di Gedung TDMRC, Rabu (5/11/2014).

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Muhammad Nur mengatakan, longsor di Gunung Paro yang menyebabkan lintas barat selatan Aceh sempat putus dikarenakan ada penebangan kayu dan pembukaan lahan untuk kebun. “Ada pengalihan fungsi hutan,” sebutnya.

Bencana ekologis di Aceh akan terjadi karena struktur tanah yang labil, pengawasan pembangunan yang lemah, perusakan hutan yang masif, serta penerbitan kebijakan yang mengubah hutan Aceh. “Walhi Aceh akan terus menentang pembangunan yang mendatangkan kerugian bagi masyarakat,” tegasnya.

Walhi mencatat, ada 14 ruas jalan di Aceh yang berpotensi mengalami bencana ekologi, yaitu lintas barat dan lintas tengah Aceh, termasuk ruas jalan tembus Ladia Galaska.

Mengenai bencana longsor dan banjir ini, Zaini Abdullah, saat menyambangi posko bencana Kabupaten Aceh Barat telah meminta semua pihak agar penebangan kayu dan penambangan batu secara liar di kawasan barat Aceh untuk segera dihentikan.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,