,

Waspadai Bencana Longsor dan Banjir, Gubernur Jatim Minta Masyarakat Jaga Lingkungan

Sebanyak 22 dari 38 Kabupaten dan Kota di Jawa Timur masuk kategori rawan bencana, diantaranya Bojonegoro, Jombang, Malang, Trenggalek dan Pacitan.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur Sudarmawan mengatakan, pihaknya telah mendata dan mewaspadai daerah-daerah rawan bencana, terutama bencana banjir, longsor hingga puting beliung.

“Posko sudah siap di titik-titik rawan, termasuk kesiapan evakuasi warga bila bencana terjadi. Antisipasi lain juga telah dilakukan bersama Kementerian ESDM dengan memasang alat deteksi dini longsor dan tanah bergerak,” kata Sudarmawan.

Dari frekuensi longsor yang terjadi tahun-tahun sebelumnya, Kabupaten Pacitan memiliki tingkat kerawanan cukup tinggi, serta daerah-daerah lain yang berada pada wilayah dengan ketinggian tertentu.

“Pacitan memberi kontribusi sekitar 31 persen longsor di Jawa Timur pada tahun 2013. Tahun lalu juga terjadi longsor di Jombang. Malang Selatan juga kita waspadai. Umumnya pemicu longsor karena ada rekahan yang kemudian tidak kuat menahan tampungan air. Selain itu juga karena beban bangunan yang terlalu banyak pada bukit,” terangnya.

Selain menyiagakan peralatan berat dan tim siaga bencana, Pemprov Jatim melakukan koordinasi antar lembaga terkait, agar penanganan bencana dapat berjalan dengan lancar.

“Selama ini persoalan koordinasi antar lembaga, siapa melakukan apa, itu yang kami lakukan sekarang,” imbuhnya.

Antisipadi longsor di lereng gunung di Kota Batu dengan tidak menebangi pohon menjadi lahan pertanian maupun  peternakan. Foto : Petrus Riski
Antisipadi longsor di lereng gunung di Kota Batu dengan tidak menebangi pohon menjadi lahan pertanian maupun peternakan. Foto : Petrus Riski

Bupati Pacitan, Indartato mengakui, daerahnya merupakan kawasan rawan tanah longsor yang disebabkan kontur tanah yang terdiri dari 85,4 persen pegunungan dan 14,6 persen sisanya merupakan daratan yang landai.

Meski belum terjadi longsor dalam skala besar, Pemerintah Kabupaten Pacitan telah melakukan langkah antisipasi serta pengawasan kawasan rawan longsor, sambil menyiagakan warga untuk siap dievakuasi bila longsor benar-benar terjadi.

“Kemarin ada 34 rumah yang retak, tapi tidak longsor cuma retak-retak, itu yang rawan itu,” ujar Indartato, Bupati Pacitan saat ditemui Mongabay-Indonesia di Surabaya, Selasa (16/12).

Dari 12 Kecamatan di Kabupaten Pacitan, tercatat semua wilayah rawan longsor meski dalam skala kecil. Untuk mengantisipasi bencana tanah longsor, Indartato mengakui bahwa daerahnya belum memiliki ekstensometer atau alat pendeteksi gerakan tanah, sebagai peringatan bencana tanah longsor.

“Kami hanya memiliki alat pendeteksi tsunami, itu karena wilayah Pacitan berada di pesisir laut selatan,” lanjut Indartato.

Untuk itu gerakan penghijauanmerupakan satu-satunya upaya yang bisa dilakukan warga Pacitan selama ini, untuk meminimalisir bencana longsor yang mungkin terjadi sewaktu-waktu.

“Kalau penghijauan sudah dilakukan, tidak ada yang gundul karena masyarakat sudah aktif menanam pohon sengon sejak 1990-an di lahan kawasan hutan. Hanya saja kondisi kontur tanah yang menjadi penyebab longsor,” tutur Indartato yang mencita-citakan Pacitan Ijo Royo-royo melalui gerakan penghijauan.

Saat ini Pemkab Pacitan bekerjasama dengan Badan Geologi Kementerian ESDM, BPBD, TNI/ Polri serta instansi terkait lainnya melakukan pemetaan titik-titik rawan bencana, sehingga dapat dilakukan antisipasi untuk menghindari timbulnya korban jiwa.

“Penguatan kontur tanah itu yang sulit. Kita sedang kerjasama dengan berbagai pihak agar kondisi semacam ini tidak sampai mengorbankan rakyat,” tambahnya.

Terkait ancaman longsor di jalur antara Ponorogo-Trenggalek, serta tanah gerak di Trenggalek, Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan bahwa pembuatan bendungan merupakan salah satu solusi sebagai tempat tangkapan air untuk mencegah longsor. Lahan kritis milik Perhutani juga menjadi faktor yang harus diwaspadai, terkait bencana longsor.

“Kita usul ke Perhutani karena ada kritis tanah milik Perhutan, Perhutani belajar dengan hutan rakyat, yang kritis diserahkan saja ke masyarakat agar ditanami sengon, masyarakat pasti senang. Selama ini hutan yang dikelola oleh rakyat malah aman,” tandas Soekarwo.

Ancaman Banjir

Selain tanah longsor, ancaman bencana banjir juga menjadi perhatian serius Pemprov Jatim, terutama memasuki puncak musim penghujan pada akhir Desember ini.

Soekarwo menetapkan status siaga bencana tanah longsor dan banjir, mengingat wilayah Jatim dilalui 2 sungai besar yang dikelola pemerintah pusat yaitu Bengawan Solo dan Brantas, serta 5 aliran sungai yang lebih kecil yang dikelola Pemprov Jatim.

Waduk Ngipik di Kabupaten Gresik sebagai tempat  penampungan air saat musim hujan. Foto : Petrus Riski
Waduk Ngipik di Kabupaten Gresik sebagai tempat penampungan air saat musim hujan. Foto : Petrus Riski

“Untuk sungai Brantas, waspada di daerah Malang karena disana ada daerah langganan banjir. Termasuk  3 desa di Blitar yang rawan banjir, sementara ini kita hanya bisa mengurangi waktu genangan dari 1 minggu menjadi 3 hari. Tulungagung juga waspada banjir kalau Brantas meluap,” kata Soekarwo, yang melarang cuti bagi “Tim 24 Jam” yang telah dibentuknya.

Selain melakukan evaluasi serta kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan bencana banjir dan tanah longsor di Jawa Timur, Soekarwo akan melakukan pengecekan langsung ke sungai Bengawan Solo di wilayah Jawa Timur pada akhir Desember ini.

“Semua saya minta waspada, masyarakat harus menjaga lingkungannya masing-masing agar terhidar dari ancaman bencana,” pungkasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,