Sidang gugatan izin pertambangan PT Mikgro Metal Perdana (PT MMP) di Pulau Bangka, Sulawesi Utara, Rabu (7/1/15) PTUN Jakarta Timur, tertunda lagi karena dokumen eksepsi perusahaan belum siap. Sidang ditunda 15 Januari, jika MMP tak siap eksepsi, sidang akan tetap lanjut.
“MMP sudah diberikan waktu tiga minggu buat jawaban ternyata belum siap,” kata Johny Nelson Simanjuntak, pengacara warga.
Ketidaksiapan MMP, katanya, mengindikasikan perusahaan tidak mempunyai argumen mendasar melawan gugatan warga Bangka. “Saya tanya mereka mengapa? Kata mereka data-data perusahaan belum siap. Belum lengkap.”
Sebelumnya, sidang 17 Desember 2014, pembacaan eksepsi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. ESDM tegas menolak seluruh dalil-dalil gugatan. Mereka beranggapan, PTUN tidak berwenang memeriksa perkara.
Eksepsi dibuat tim kuasa hukum ESDM, antara lain Susyanto, Supriadi, Shanty Octora, Sony Heru Prasetyo , serta Rahmat Fitriyadi.
Kementerian ESDM mengatakan, penggugat mencampuradukkan obyek gugatan mengenai perbuatan melawan hukum dengan sengketa tata usaha negara. Padahal, tidak boleh diajukan bersama-sama dalam satu gugatan.
ESDM juga beranggapan obyek sengketa bukan perkara tata usaha negara. “Kita melihat jawaban ESDM tidak sesuai persoalan. Sepertinya mereka tidak bisa memberikan jawaban pas dengan masalah. Jadi mereka berbelok mengatakan gugatan kita tidak semestinya di-PTUN-kan.”
Pemegang saham
Sementara pemegang saham mayoritas MMP perusahaan asal Hongkong. Hanya tiga persen oleh Indonesia dengan rincian PT Allindo Indonesia 89%, PT Abang Resorces Indonesia 8%, PT Anugrah Multi Investama 1% dan Mangantar S Marpaung 2%. Mangantar S Marpaung, pernah menjabat sebagai Dirjen Teknik Lingkungan Kementerian ESDM. Kini pensiun.
“Kalau dia masih aktif bisa jadi yang membuat perizinan lebih cepat. Memang persoalan bukan siapa menteri, masalah di eselon satu dan dua,” kata Hendrik Siregar, Direktur Eksekutif Jatam.
Pemain, katanya, pejabat eselon satu dan dua lalu terbawa ke menteri.”Bisa jadi menteri terpengaruh atau memang pemain. Proses perizinan cepat atau tidak, dipengaruhi siapa di situ.” Namun, jika sudah tidak aktif di ESDM, sesuatu yang lumrah.
Harapan pada menteri baru
Menurut Hendrik, jika menteri ESDM menyadari ada mallpraktik dalam izin MMP, seharusnya siap memeriksa dan siap kalah. “Jelas-jelas ada putusan peradilan dilabrak. Perintah pengadilan belu dijalankan.”
Dia mengatakan, Menteri ESDM seharusnya menyadari, prosedur izin MMP tidak benar. “Aneh ketika sedang proses peradilan, pengambil keputusan membuat izin baru. Itu jadi alat mengeluarkan izin produksi. Ini sudah salah,” kata Hendrik.
Menteri ESDMpun, katanya, harus siap mengatakan, izin itu kesalahan. Terlebih, buat dia yang membuat kebijakan itu, hingga dia tidak harus menanggung beban atas dosa menteri lalu.
Luas Pulau Bangka sekitar 4.800 hektar, dengan 2.649 jiwa tersebar pada tiga desa yaitu Desa Libas, Kahuku, dan Desa Lihunu. Izin tambang biji besi itu pada areal sekitar 2.000 hektar, hingga akan ada relokasi kurang lebih 750 keluarga dari Desa Kahuku ke Kecamatan Likupang Timur.
Sejak awal, sebagian besar warga sudah menolak kehadiran perusahaan tambang ini. Penolakan berujung gugatan warga atas izin tambang yang dikeluarkan Bupati Minahasa Utara, ke PTUN Manado. Perjuangan lewat jalur hukum ini berjalan hingga Mahkamah Agung dan dimenangkan warga. Pada September 2013, surat putusan dari MA keluar. Izin tak juga dicabut.
Pada awal 2014, PTUN Manado mengeluarkan iklan di media lokal meminta pemerintah daerah mencabut izin MMP. Sayangnya, teriakan penegak hukum tak berguna. MMP tetap kokoh, pemerintah daerah cuek hukum. PTUN Manadopun mengirimkan surat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta pemerintah daerah mengikuti putusan hukum. Lagi-lagi tak digubris. Bahkan, Kementerian ESDM, pertengahan 2014, malah mengeluarkan izin operasi produksi buat perusahaan tambang ini. Wargapun kembali mencari keadilan lewat jalur hukum, menggugat izin ke PTUN di Jakarta.