, , , ,

Sinyal Baik bagi Lingkungan Awali 2015. Benarkah?

“Ini supaya tidak ada kebakaran hutan lagi.” Itu ungkapan Presiden Joko Widodo, seraya membawa potongan papan kayu sagu dan menutup saluran air yang keluar dari sekat kanal kala blusukan ke Desa Sungai Tohor, Meranti, Riau, 27 November 2014. Dia datang atas ‘undangan’ yang dibuat Abdul Manan, warga Desa Sungai Tohor lewat petisi di Change.Org.

Jokowi menghargai inisiatif warga Tohor membuat sekat-sekat kanal. Menurut dia, pola warga ini mesti ditindaklanjuti pemerintah. Lahan gambut harus selalu basah  agar tidak mudah terbakar atau dibakar.

Di sana, Jokowi juga berjanji melindungi ekosistem gambut. “Kita akan perlindungan menyeluruh gambut. Kemarin saya sudah perintahkan kepada menteri. Ide-ide dan gagasan masyarakat seperti ini harusnya diangkat. Ini bisa diaplikasikan. Ini bisa dipermanenkan.” Aksi ini dilanjutkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya dengan mengkaji ulang izin perusahaan yang ada di pulau itu dan lahan kelola akan diberikan kepada warga.

Pada akhir tahun ini, Kementerian LHK juga memoratorium seluruh izin-izin  kehutanan kepada pebisnis, sekitar empat atau enam bulan. Menteri Siti berjanji, menjadikan perizinan bukan lagi transaksi tetapi instrumen pengawasan bagi pemerintah.

Dalam visi misi Jokowi-Jusuf Kalla, salah satu dalam Nawa Cita, akan menjalankan reforma agraria dengan mendistribusikan sekitar sembilan juta hektar lahan kepada masyarakat, sebagian dari kawasan hutan. Dari Kementerian LHK, juga mencanangkan 40 juta hektar kawasan hutan dibangun dengan konsep kemitraan bersama masyarakat.

Bagaimana tanggapan para pegiat lingkungan dengan berbagai komitmen ini ke depan?

Teguh Surya dari Greenpeace, mengatakan, melihat  kondisi 2015,  mesti kilas balik perjalanan satu tahun ke belakangan.  Awal 2014, katanya, sempat cemas, pada perbaikan lingkungan karena pada fokus pesta demokrasi.

Harapan baru muncul, dan baru sekali dalam sejarah Indonesia, debat calon presiden dan calon wakil presiden ada tema khusus lingkungan. “Meskipun ketika debat, kedua kubu belum memiliki pemahaman yang dalam tentang lingkungan. Perdebatan tidak subtantif dan jauh dari harapan. Visi misi lupa mereka dibicarakan,” katanya pertengahan Desember 2014 di Jakarta.

Lalu, pemilu berjalan dan Jokowi-JK terpilih. “Banyak harapan baru untuk demokrasi tapi konteks lingkungan masih tanda tanya besar,” ujar dia.

Menjelang akhir 2014, keragu-raguan masyarakat sipil terjawab kuat oleh Jokowi dengan simbolis menyekat kanal di Riau.  “Tahun 2014, berakhir manis. Walau masih harapan, blusukan asap ke Riau, presiden lakukan sesuatu yang tak pernah terpikirkan pemerintah. Dia juga menyampaikan saatnya tegas pada kelompok bisnis dan blocking kanal.”

Meskipun begitu, katanya, tak cukup dengan aksi ini saja. Sebab, kalau berbicara mengenai pemecahan masalah, harus sampai pada jaminan implementasi. Untuk mencapai ini, kata teguh, ganjalan cukup besar karena banyak banyak pihak penentu. “Ada Kementerian LHK, kabinet, kementerian lain sampai ke pemerintah daerah. Kerja berat.”

Untuk itu, kunci keberhasilan komitmen baik presiden ini,  bagaimana kementerian terkait sampai ke tingkat lokal menterjemahkan dan melaksanakan dengan benar. “Kami harap Jokowi menjalankan komitmen, misal, ada pejabat yang tidak jalankan komitmen atau lambat bisa diganti. Itu indikator. Misal, mandek di mana, ya diganti,” ujar dia.

Tahun 2015, katanya, bisa menjadi indikator, apakah komitmen-komitmen tahun lalu yang pada level presiden sudah bagus, bisa berjalan.  Empat indikator itu, yakni, sekat kanal jadi agenda nasional dalam merestorasi gambut, review perizinan menjadi agenda nasional dan memastikan jalan untuk perlindungan hutan tersisa, kawasan hutan (lahan) buat kelola masyarakat dan moratorium izin. “Kalo gak jalan, komitmen jadi pertanyaan besar…ini mau dipastikan terjadi di tahun depan. Ini juga indikator untuk menteri tahun 2015,” ujar dia.

Teguh juga mengingatkan, jika komitmen perbaikan lingkungan dan kehutanan Jokowi bisa cidera jika gagal menyelesaikan konflik-konflik sosial yang terjadi. Terlebih konflik sosial yang berujung pada pelanggaran HAM, seperti di Paniai, Papua, beberapa orang Papua diduga kuat ditembak mati oleh aparat dan belasan luka-luka. “Ini upaya-upaya menciderai komitmen. Ini juga ujian kekonsistenan Jokowi. Selain komitmen baik di kehutanan, Jokowi harus bisa memastikan bekerja cepat atas pelanggaran HAM aparat. Kalau Jokowi lambat, bisa berikan efek buruk bagi pemerintah.”

Dia menilai, tantangan Jokowi begitu berat.  Untuk itu, Jokowi mesti memperkuat konsolidasi dan membuka ruang partisipasi kepada masyarakat sipil. “Karena itu yang selama ini mengkhawatirkan bisnis.  Kelompok-kelompok perusak lingkungan ini, merasa terganggu atas kedekatan Jokowi dengan masyarakat sipil. Ini harus diperkuat. Kalau Jokowi lengah dan tak memperkuat konsolidasi, diuntungkan kelompok bisnis perusak lingkungan,” kata Teguh.

Eksploitasi kekayaan alam dengan tak memperhatikan lingkungan  dan masyarakat berharap bisa ditekan era ini. Salah contoh, yang terjadi di Pulau Bangka, Sulut, tambamg sudah membabat  lahan termasuk hutan dan mulai mencemari laut. Foto: Save Bangka Island
Eksploitasi kekayaan alam dengan tak memperhatikan lingkungan dan masyarakat berharap bisa ditekan era ini. Salah contoh, yang terjadi di Pulau Bangka, Sulut, tambamg sudah membabat lahan termasuk hutan dan mulai mencemari laut. Foto: Save Bangka Island

Martua Sirait, dari Dewan Kehutanan Nasional mengatakan, ada langkah positif harus diapresiasi pada pemerintahan lalu, seperti pemerintah mendorong pembentukan BP REDD+, sampai nota kesepahaman bersama 12 kementerian dan lembaga yang dimotori KPK. Dilanjutkan oleh pemerintahan baru, juga banyak hal-hal menarik, misal review izin-izin, pencabutan izin-izin tambang bermasalah oleh daerah.

Dia menilai, agenda pemerintahan baru cukup buat matahari bersinar kembali di ufuk timur pada 2015.  Martua mencontohkan, ada penambatan gambut Tohor oleh presiden, target hutan pengelolaan hutan masyarakat 8-10 juta hektar,  didiskusikan kembali buat revisi MP3EI bermasalah. “Ini tiga hal cukup menjanjikan.”

Meskipun begitu, DKN menilai masih banyak agenda ke depan yang perlu diselesaikan, antara lain, pengakuan hak-hak masyarakat adat dan restitusi hak-hak adat serta rehabilitasi atas kerusakan-kerusakan hutan dan lingkungan yang terjadi, review perizinan,  sampai pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi penyelesaian konflik DKN. “Banyak konflik ini sudah ada rekomendasi DKN, sebenarnya tinggal menjalankan saja. Banyak sekali kasus bisa cepat diselesaikan. Selama ini rekomendasi DKN digantung aja gak pernah eksekusi. Ditolak tidak, diterima tidak. Hanya diundur-undur saja,” ucap Martua.

Optimisme perbaikan tahun ini juga datang dari Khalisah Khalid, Walhi Nasional. “Harus optimis tata  kelola hutan ke depan lebih baik,” katanya.

Meskipun begitu, katanya, optimisme tetap harus dibarengi kerja-kerja lanjutan. “Saya mau katakan presiden terpilih oleh partisipasi politik luar biasa. Jadi untuk membangun optimistis  ke depan,  gimana pemerintah libatkan partisipasi warga juga.”

Selama ini, ucap Alin, biasa dia disapa, negara ataupun pemerintah tak mau percaya kalau masyarakat bisa mengelola hutan. “Pengalaman Cik Manan (pembuat petisi blusukan Jokowi ke Riau), membuktikan. Terbukti kalau warga mau terlibat tata sumber-sumber kehiduan jauh lebih lestari. Ini mempermudah kerja pemerintah. Banyak Cik Manan Cik Manan lain. Itu kekuatan Indonesia buat bangun ekonomi,” katanya.

Dia percaya, pengelolaan hutan dengan pengetahuan lokal jauh lebih lestari daripada ditangani pemodal besar. “Jangan takut deh dengan ekonomi bangsa ke depan kalo dikelola masyarakat. Pengalaman Riau, itu jadi catatan penting.”

Terlebih, katanya, Jokowi sudah menyampaikan 18 komitmen politik buat lingkungan hidup. “Ini akan sama-sama dikawal. Misal, Jokowi mau lindungi gambut dan hutan, lalu penegakan hukum terhadap aktor-aktor perusak hutan yang sebagian besar investor skala besar,” ujar dia.

Untuk itu, dengan terobosan-terobosan pemerintahan saat ini, dia optimistis masa depan hutan Indonesia, termasuk masyarakat yang tinggal di sekitar hutan akan lebih baik. “Konflik agar diselesaikan. Beri perlindungan, pengakuan kepada masyarakat.”

Inisiatif warga Desa Sungai Tohor menyekat kanal guna  menahan agar gambut tetap basah patut menjadi contoh. Praktik-praktik warga terbukti lebih bersahabat dengan lingkungan. Foto: Indra Nugraha
Inisiatif warga Desa Sungai Tohor menyekat kanal guna menahan agar gambut tetap basah patut menjadi contoh. Praktik-praktik warga terbukti lebih bersahabat dengan lingkungan. Foto: Indra Nugraha
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,