,

Meskipun Bubar, Program BP REDD+ Diharapkan Tetap Berjalan

Pembubaran Badan Pengelola Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut (BP REDD+) oleh pemerintahan Jokowi melalui Peraturan Presiden No.16/2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sungguh mengecewakan. Namun, diharapkan berbagai agenda yang telah disusun BP REDD+ tetap dijalankan pemerintahan Jokowi.

“Sangat disayangkan. Jujur, saya cukup kecewa. Tetapi, harus diterima karena sudah diputuskan Presiden Jokowi soal pembubaran BP REDD+ tersebut,” kata Najib Asmani, akademisi dari Universitas Sriwijaya, yang selama ini aktif di REDD+ Sumatera Selatan, Jumat (30/01/2015).

Meskipun begitu, agenda penanganan ancaman bencana kebakaran hutan, lahan gambut, serta kerusakan hutan, yang telah disusun di Sumatera Selatan (Sumsel) tetap akan dijalankan. Sebab, jauh sebelum adanya MoU antara BP REDD+ dengan pemerintah Sumsel, Sumsel sudah menyusun agenda kerja tersebut,” kata Asmani.

Asmani berharap, meskipun BP REDD+ sudah dibubarkan, dan fungsinya diambil alih oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hendaknya semua program REDD+ di Indonesia, termasuk di Sumsel, tetap dijalankan pemerintahan Jokowi.

“Apa yang sudah dilakukan BP REDD+ sangat luar biasa. Mereka mampu mensinergikan antara NGO, pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha. Sungguh, sangat disayangkan jika hal bagus ini tidak dilanjutkan kerjanya,” katanya.

Dijelaskan Asmani, persoalan lingkungan hidup yang dihadapi bangsa Indonesia sudah sangat rumit, terutama dalam menata kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan, serta kerusakan yang dialami hutan dan lahan gambut.

“Terbentuknya BP REDD+ sebenarnya bertujuan untuk mengoptimalkan peranan semua kekuatan. Bukan sebatas pada kekuatan birokrasi. Tapi, jika memang pemerintahan Jokowi merasa mampu mengambil peranan ini sungguh luara biasa. Apalagi, misalnya pada tahun pertama ini, kebakaran hutan dan lahan gambut dapat dicegah atau diatasi. Itu sangat luar biasa,” ujarnya.

Gubernur Sumsel Alex Noerdin dan Kepala BP REDD+ Heru Prasetyo saat menandatangani nota kesepahaman, Agustus 2014 lalu. Foto: Taufik Wijaya

Asmani juga mengatakan bahwa pemerintah Sumsel akan mengirim surat kepada Menteri KLHK untuk meminta jaminan agar program yang telah disusun untuk mengatasi kebakaran, kerusakan hutan dan lahan gambut dapat didukung.

BP REDD+ dan Pemerintah Sumsel sendiri telah melakukan penandatanganan kesepahaman di Palembang, Rabu (20/08/2014). Kesepahaman ini berjalan hingga 31 Desember 2016.

Sebagai informasi, program BP REDD+ yang telah disusun di Sumsel mulai dari pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis pangan, energi terbarukan, resolusi konflik, rehabilitasi dan reklamasi, hingga sekolah hijau. Program yang disusun tersebut, selain melibatkan NGO dan pemerintah, juga mengajak serta masyarakat dan pelaku usaha.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,