Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Poboya Paneki, yang terletak di sebelah timur Kota Palu, terusik dengan keberadaan pertambangan emas. Tambang rakyat itu, sudah masuk areal Tahura dan merambah sekitar 150 – 200 hektar. Pemerintah setempat, menyebut para penambang itu PETI atau Penambang Emas Tanpa Izin.
“Dengan adanya aktivitas tambang emas di Tahura yang luasnya sekitar 7.128 hektar itu, vegetasi tanaman terganggu. Nah, kalau pohonnya berkurang ketersediaan air juga ikut terganggu. Belum lagi pencemarannya,” kata Nurudin, Kepala Seksi Pengelolaan Kawasan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Tahura Poboya Paneki, Sulawesi Tengah, Jumat (30/1/2015).
Untuk kondisi ketersediaan air, pihaknya mengaku belum melihat adanya perubahan debit air. Karena, belum melakukan pengukuran sebelum dan sesudah masuknya tambang rakyat di wilayah tersebut.
”Tapi, dari pengakuan sejumlah masyarakat yang tinggal di kawasan Tahura Poboya Paneki, mereka sudah sulit untuk mendapatkan air bersih jika kemarau.”
Menurut Nurudin, biasanya warga sekitar berebut air dengan menutup pipa-pipa air bersih untuk dialirkan ke wilayahnya masing-masing. Hal itu terjadi akibat rusaknya vegetasi.
Berbagai cara sudah dilakukan pihak UPTD Tahura agar kawasan tersebut tidak dimasuki. Seperti memberikan himbauan, hingga melaporkannya kepada Walikota Palu dan Gubernur Sulawesi Tengah. Tetapi, penambang emas tetap melakukan aktivitasnya.
Kawasan Tahura Paneki ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 461/Kpts-II/1995. Hasil inventarisasi Dinas Kehutanan Provinsi Sulteng, di kawasan ini terdapat sekitar 159 jenis tumbuhan. Antara lain 100 jenis pohon, 13 jenis rerumputan, 22 jenis parasit, dan juga pohon yang dilindungi yaitu cendana dan gofasa.
Penyelamatan
Untuk penyelamatan Tahura Poboya Paneki, Kamis (29/1/2015), digelar Rapat Peraturan Daerah di DPRD Provinsi Sulteng. Dalam rapat tersebut, dibahas pengelolaan Tahura yang harus segera dilakukan.
“Secara sistematis, kita akan membuat payung hukum pengelolaan Tahura dulu. Artinya, untuk mendapat dukungan semua pihak, tahun ini penyusunan Perda Tahura segera dilakukan,” ungkap Nurudin.
Terkait masuknya aktivitas tambang, Walhi Sulteng meminta pemerintah bertindak tegas agar kawasan Tahura tidak dirambah.
“Kalau aktivitas tambang emas ini dibiarkan tentunya tidak hanya mengancam lingkungan, tetapi juga masalah sosial akan terjadi,” kata Ahmad Pelor, Direktur Walhi Sulteng.
Menurutnya, sejak akhir 2008, Pemerintah Kota Palu tidak berusaha melokalisir wilayah tambang ini. Tidak hanya kawasan Tahura Poboya Paneki saja yang menjadi sorotan Walhi, tetapi juga dampak kerusakan lingkungan secara menyeluruh akibat tambang emas tersebut.
“Walhi secara resmi telah menyampaikan persoalan ini. Saya kira Pemerintah Kota Palu harus bertanggung jawab merehabilitasi kondisi lingkungan, utamanya soal pencemaran air di Poboya,” kata Pelor.
Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio