Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, menahan bos jaringan perdagangan satwa ilegal, Vast HN, setelah pelimpahan berkas dari BKSDA, pada Senin (13/4/15). Dia ditangkap kala akan menjual bayi orangutan pada Februari lalu.
Chandra Purnama, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut mengatakan, penahanan agar mempermudah proses hukum, dan mengantisipasi tersangka tidak melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. Kini, tersangka mendekam di Rutan Tanjung Gusta Medan.
Kasus ini, katanya, ditangani PPNS Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Sumut. Setelah pemberkasan, lalu pelimpahan ke Kejati untuk pelengkapan berita acara pemeriksaan. “Kalau jaksa kita kolaborasikan. Ada dari Kejari Medan dan Kejati Sumut, ” katanya, Kamis (16/4/15) di Medan.
John Kenedie, Kepala BBKSDA Sumut, menyatakan, penyidik PPNS BBKSDA, mengenakan tersangka Vast, melanggar UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Penangkapan dilakukan tim Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Macan Tutul BBKSDA Sumut, 27 Februari lalu, di Medan.
Dari penyidikan terungkap, tersangka merupakan jaringan penjualan satwa langka dan dilindungi. Peran tersangka, katanya, sangat penting, khusus mengkoordinir jaringan buat mencari satwa, lalu mencari pembeli, transaksi dan penentuan harga.
Selain menjual orangutan, tersangka juga menawarkan satwa dilindungi lain, yaitu merak hijau, tanduk dan kulit rusa, siamang, paruh rangkong, musang dan satwa lain. Asal satwa dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan daerah lain.
Kala itu Vast akan menjual bayi orangutan sekitar enam bulan hingga satu tahun seharga Rp17 juta. Awal penjualan via online. “Tersangka diduga jaringan perdagangan satwa melalui jejaring media sosial atau internet,” ujar John.
Dari pengakuan Vast kepada penyidik mengatakan, sudah sering menjual satwa lain, seperti kucing mas, landak, kukang, dan siamang. Lalu, owa, rangkong dan anak buaya, maupun bagian tubuh hewan seperti paruh rangkong, kulit dan taring harimau.
Tersangka mengaku mendapatkan satwa liar dari jaringan pemburu dan pengumpul lokal di Aceh dan Sumut. Jaringan ini ada hingga Jawa. “Kalau orangutan, banyak yang mencari, juga taring harimau, dan bagian tubuh lain mahal.”
Sebelum itu, tim SPORC juga berhasil membongkar anak buah tersangka berinisial DS. DS ditangkap 14 April 2014. Dari tangan DS, berhasil mengamankan dua kucing emas, satu siamang, dan satu owa. DS sudah vonis 16 bulan, denda Rp5 juta, atau hukuman badan satu bulan.
Panut Hadisiswoyo, Direktur Yayasan Orangutan Sumatra Lestari-Orangutan Information Centre (OIC), mengatakan, khusus orangutan Sumatera, saat ini terus turun tajam. Data mereka, dari orangutan hidup di alam, sekitar 2.800-3.000, dimana 40% di TNGL.