Yuk, Lindungi dan Lestarikan Satwa Langka Asli Indonesia Dari Sekarang!

Sejak kasus penyelundupan satwa endemik burung kakatua jambul kuning berhasil digagalkan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, kepekaan masyarakat terhadap satwa yang dilindungi dan endemik perlahan mulai meningkat. Mereka disadarkan setelah mengetahui burung malang tersebut diselundupkan dengan dimasukkan ke dalam botol air mineral yang ditutup rapat tanpa ada udara sama sekali.

Tidak hanya melalui petisi yang dibuat secara daring, dukungan masyarakat dilakukan langsung dengan menyerahkan kakaktua itu ke posko satwa langka yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Kantor Sumber Daya Alam (KSDA) di seluruh Indonesia.

Data terakhir, ada 51 ekor kakatua jambul kuning yang diserahkan ke posko KLHK. Termasuk, 11 ekor yang diserahkan pada Kamis (15/05/2015) melalui dua KSDA di Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Fakta tersebut semakin mempertegas bahwa perhatian masyarakat terhadap satwa langka dan dilindungi kini sudah semakin baik. Ke depan, diharapkan bentuk dukungan bisa lebih baik lagi dan melibatkan banyak kalangan.

Sosialisasi Satwa Langka dan Dilindungi

Walau kesadaran masyarakat sudah mulai meningkat, namun jumlah satwa langka dan dilindungi yang ada di Indonesia jumlahnya banyak. Karenanya, tidak menutup kemungkinan kalau masyarakat belum mengenal secara mendalam satwa mana saja yang berstatus langka dan dilindungi.

Menurut Peraturan Pemerintah No.7/1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, jumlah satwa yang dilindungi dikelompokkan dalam famili dan genusnya masing-masing, yaitu

1)      Cervus spp. (semua jenis rusa dan menjangan);

2)      Cetacea (semuan jenis paus dan lumba-lumba);

3)      Dendrolagus spp. (semua jenis kanguru pohon);

4)      Dolphinida (semua jenis ikan lumba-lumba);

5)      Hylobatidae (semua jenis owa);

6)      Phalanger spp. (semua jenis kuskus);

7)      Tarsius spp. (semua jenis tarsius);

8)      Thylogale spp. (semua jenis kanguru tanah atau walabi);

9)      Tragulus spp. (semua jenis pelanduk atau kancil); dan

10)   Ziphiidae (semua jenis lumba-lumba).

Dari pengelompokkan tersebut, kemudian diketahui ada 130 hewan mamalia, 93 burung dan 25 hewan langka asli Indonesia yang berstatus dilindungi. Jumlah tersebut sangat banyak karena harus diingat satu per satu oleh masyarakat dan itu pasti tidak mudah.

Owa jawa di pusat rehabilitasi-3
Owa Jawa (Hylobates moloch), hasil sitaan di pusat rehabilitasi ASPINAL di Ciwidey. Foto: Ridzki R Sigit

Menurut Samedi, Program Director Tropical Forest Conservation Action for Sumatera (TFCA-Sumatera) KEHATI diperlukan sosialiasi dan pendidikan secara bertahap dan berjenjang untuk menyamakan perhatian dan pemahaman masyarakat tentang satwa langka dan dilindungi,

‘’Pendidikan terhadap masyarakat, dari level politisi sampai masyarakat bawah harus dilakukan agar paham. Proses itu harus dilakukan termasuk dengan melaksanakan sosialisasi nama hewan langka yang dilindungi di Indonesia,’’ katanya.

Dengan hal itu, masyarakat paham hewan yang dilindungi, sehingga pengawalan berjalan lebih baik dan bisa menurunkan perdagangan ilegal satwa langka yang dilindungi.

Kuskus beruang yang langka dan dilindungi, salah satu dari 14 jenis satwa yang dievakuasi dari lokasi penggerebegan di Garut, Jawa Barat. Foto : Dok COP
Kuskus beruang yang langka dan dilindungi, salah satu dari 14 jenis satwa yang dievakuasi dari lokasi penggerebegan di Garut, Jawa Barat. Foto : Dok COP

Hanom Bashari, Biodivesity Conservation Specialist dari Burung Indonesia mengungkapkan, hingga kini kesadaran masyarakat terhadap satwa langka dan dilindungi memang masih rendah. Terbukti dengan masih banyaknya penangkapan dan penjualan dengan harga murah satwa tersebut oleh masyarakat.

Dia menyebutkan, untuk burung jenis kakatua putih endemik Maluku Utara yang berstatus langka dan dilindungi, harga yang ditawarkan dari penangkap berkisar Rp200 ribu per ekor.

‘’Sementara, harga yang dijual dari pembeli pertama ke pembeli kedua di Pulau Jawa dan sekitarnya bisa mencapai rata-rata Rp30 juta per ekor. Itu jumlahnya fantastis. Tidak ada rasa bersalah dari para penjual tersebut, termasuk dari penangkap yang berasal dari masyarakat,’’ jelas Hanom.

Kondisi tersebut sangat memprihatinkan, karena suatu saat akan satwa itu akan punah jika tidak dilestarikan. Untuk itu, sudah saatnya masyarakat bahu membahu untuk menjaga dan melestarikan keanekaragaman fauna langka yang jumlahnya terus menyusut.

Lindungi Satwa Langka dari Sekarang

Kasubdit Program dan Evaluasi Penyidikan dan Pengamanan Hutan KLHK Indra Exploitasia menjelaskan, komitmen untuk menjaga dan melestarikan satwa langka dan dilindungi memang menjadi milik bersama yang harus dilakukan. Termasuk, oleh masyarakat hingga pembuat kebijakan tertinggi di Indonesia.

‘’Saya merasa miris saja, sekarang petugas di lapangan sudah mati-matian untuk menjaga hutan dan aneka fauna dan flora yang ada di dalamnya. Namun, penangkapan satwa langka masih terus saja terjadi. Kenapa ini terjadi terus? Ada yang salah dalam sistem regulasi di kita,’’  ungkap Indra.

Wildlife Trade and Policy Progam Manager Wildlife Conservatory Society (WCS), Sofie Mardiyah, juga mengatakan kesadaran masyarakat masih sangat rendah dalam memahami arti pentingnya satwa langka dan dilindungi.

‘’Contoh saja, dalam sepuluh tahun terakhir masih banyak kepemilikan satwa langka burung kakatua beragam jenis. Itu murni dimiliki oleh masyarakat biasa. Mereka tidak paham kalau itu adalah burung langka,’’ tuturnya.

Jika kondisi tersebut tidak diperbaiki, maka bukan tidak mungkin satwa langka yang ada aat ini akan menghilang secara perlahan dari Indonesia. Satu-satunya cara yang harus dilakukan, adalah sosialisasi dan memberi pendidikan kepada masyarakat, serta memperbaiki regulasi hukum yang berlaku saat ini melalui UU No.50/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,