Eksekusi, dengan pengambilalihan manajemen dari perusahaan Sitorus ke BUMN akan tetap berjalan. Masyarakat diminta tenang dan tak terhasut bujukan Sitorus dan keluarga. Warga tak akan mengalami kerugian apa-apa.
Rencana eksekusi hutan Register 40 Padang Lawas, Sumatera Utara, seluas 47.000 hektar yang menjadi perkebunan sawit oleh Darianus Lungguk Siturus (Sitorus) mendapat perlawanan masyarakat. Sejumlah menteri kabinet kerja Joko Widodo pun, melakukan pertemuan di Kantor Gubernur Sumatera Utara, di Medan pada Senin (8/6/15).
Hadir Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan; Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Jaksa Agung, HM Prasetyo. Mereka membahas khusus sejumlah kasus hukum sektor agraria dan pertanahan termasuk soal illegal logging hutan Register 40.
Menteri Tedjo menjelaskan, dari pembahasan ditemukan sejumlah fakta, bahwa Sitorus dan keluarga, berupaya menghasut masyarakat di Padang Lawas Utara, untuk melawan dan menentang penegak hukum yang akan menjalankan putusan Mahkamah Agung.
Jadi, katanya, ada upaya membenturkan antara masyarakat, pekerja perkebunan sawit, serta orang tertentu untuk melawan pemerintah. Ini terlihat dari perlawanan orang-orang yang telah dihasut Sitorus untuk menolak rencana eksekusi lapangan.
Mengatasi masalah ini, kata Tedjo, pemerintah akan melakukan pendekatan persuasif agar tak terjadi benturan berujung konflik berkepanjangan, yang bisa muncul masalah baru.
Namun, katanya, pengambilalihan Register 40 yang dikuasai Sitorus dan keluarga tetap berjalan tanpa tawar menawar. Pemerintah segera mengeksekusi lapangan sesuai putusan MA.
Kapan eksekusi? “Akan dilakukan jika kondisi benar-benar aman dan terkendali. Jika saat ini, akan timbul konflik bahkan bisa tragedi berdarah.” Sebab, katanya, hasutan Sitorus sudah memancing warga untuk melawan.
“Itu sebabnya belum ada keputusan final soal eksekusi. Yang jelas, Ibu Siti tadi menjelaskan pada saya, sikap tegas eksekusi tak bisa ditawar. Sitorus dan anaknya sudah menghasut. Ini akan kita tangani secepatnya.”
Dia menjelaskan, eksekusi lapangan hanya pengambil alihan managemen. Jadi, sama sekali tidak merugikan masyarakat.
Sedangkan Jaksa Agung, HM Prasetyo lebih memilih kalimat pengambilalihan managemen, ketimbang eksekusi lapangan. Pengambilalihan ini, katanya, segera dilakukan oleh Menteri LHK, dan Kementerian BUMN.
“Soal peralihan managemen dan mengatur ulang pengelolaan sejumlah perusahaan milik Sitorus yang ada di Register 40. Soal pelaksanaan, akan dilibatkan TNI dan Polri. Mereka akan melakukan pembinaan teritorial.”
Ke depan, katanya, warga tak lagi berhubungan dengan Sitorus, melainkan managemen baru diatur KLHK dan Kementerian BUMN.
“Jangan ada masyarakat mudah dihasut. Itu merugikan mereka sendiri. Jadi kami tegaskan, ini hanya pengambilalihan managemen. Sama sekali tidak merugikan warga. Mereka akan kehilangan mata pencarian. Kami utamakan kepentingan masyarakat. Jangan sampai hidup mati untuk Sitorus. Itu sudah salah besar, dan bisa mengacaukan pemahaman soal ini. ”
Siti Nurbaya, Menteri LHK, menyatakan, perambahan Register 40 oleh Sitorus, telah terjadi, dan terjadi pembiaran terlalu lama, baik soal eksekusi hingga pengusutan.
Sejak 1988, terjadi penguasaan lahan di Register 40. Pada 1992, baru terdeteksi kepemilikan izin. Baru 2002-2002, penyidikan. Pada 2005-2006, proses sidang, padahal Sitorus dan kroni sudah menikmati kekayaan alam Indonesia, dengan menguasai tanpa hak Register 40.
Atas dasar itulah, ketika rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, diperintahkan harus ada langkah tegas dalam penegakan hukum lingkungan. Sebab, kondisi lingkungan Indonesia rusak parah.
Soal Register 40, kata Siti, Presiden meminta tidak lagi dibiarkan. “Jadi saya tegaskan, eksekusi dan pengambilalihan managemen secepatnya dilakukan. Masyarakat jangan khawatir. Ini pengambilalihan managemen saja. Tidak akan merugikan mereka. Jangan mudah terhasut Sitorus begitu dong. Dia yang kaya, masyarakat yang akan jadi korban. Ayo bersama kita kelola kembali. ” Siti menyatakan, susunan managemen baru sudah siap.
Sedangkan Gatoto Pujo Nugroho, Gubernur Sumut, mengatakan, kawasan hutan ini dirambah menjadi perkebunan sawit. Upaya-upaya pencegahan, katanya, telah dilakukan pemerintah daerah, hingga perambahan masuk ke ranah hukum, dan diputuskan MA pada 12 Februari 2007.
“Kini harapan pemda dan masyarakat agar permasalahan segera selesai tanpa menimbulkan dampak yang mempengaruhi kondisi masyarakat. Kami mendukung upaya penegakan hukum. Kami juga berharap penyelesaian bisa memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat lokal.”