,

Penertiban Impor Garam Bisa Selamatkan Industri Garam Nasional

Kebijakan impor garam yang diterapkan Kementerian Perdagangan dinilai belum selaras dengan visi dan misi yang dijalankan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal itu, karena KKP beritikad untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu menyuplai kebutuhan garamnya sendiri baik untuk konsumsi maupun untuk industri.

Itikad baik itu masih belum searah karena Kemendag masih memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan No.58/2012 tentang Ketentuan Impor Garam. Aturan tersebut dinilai rancu karena impor garam menjadi bisa dilakukan oleh banyak pintu.

“Seharusnya impor garam itu dilakukan oleh satu pintu saja. Pintu yang lain tidak usah melakukannya. Karena dengan demikian, impor garam bisa lebih dikontrol dan diatur dengan rapi,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Rabu (5/8/2015).

Saat memberikan keterangan tersebut, Susi nampak tak bisa menyembunyikan emosinya, karena sejak dia memimpin pada 2014 sampai sekarang, kebijakan impor garam masih belum juga bisa ditertibkan. Karena itu, dia merasa program pengembangan industri garam yang dilaksanakan pihaknya menjadi sia-sia.

“Dengan adanya impor ini sudah jelas bisa mematikan produsen garam yang mayoritas adalah para nelayan yang ekonominya menengah ke bawah. Bagaimana nasib mereka jika tata niaga garam ini tidak ditertibkan dari sekarang?” tutur dia.

Susi kemudian menyebut, saat ini sedikitnya terdapat 30 ribu kepala keluarga (KK) yang menggantungkan mata pencahariannya pada produksi garam. Jika masing-masing KK diperkirakan di dalamnya ada lima orang anggota keluarga, maka sedikitnya terdapat 150 ribu orang yang terlibat dalam produksi garam nasional.

“Bisa dibayangkan tidak bagaimana nasib mereka? Sudah susah memproduksi garam, tapi harganya jatuh di pasaran karena beredar garam impor. Darimana mereka bisa dapatkan penghasilan lagi?” paparnya.

Susi mencontohkan, beberapa waktu lalu garam diimpor dari Australia, India dan sejumlah negara lain penghasil garam. Namun, impor tersebut dilaksanakan bertepatan dengan panen garam yang dialami para petani garam. Kondisi tersebut tak pelak langsung menjatuhkan harga garam di pasaran.

“Memang garam impor dari Australia itu murah. Harganya sekitar Rp500 per kg dan dijual di pasaran dengan harga Rp1.250 per kg. Namun, kondisi itu memukul para petani garam. Seharusnya impor tidak dilakukan saat panen,” tegas dia.

Tertibkan Tata Niaga Garam Nasional

Kunci dari tata niaga garam saat ini adalah di tingkat importir. Karena, meski ada peraturan dari Kemendag, namun pelaku utama adalah para importir garam yang pada prakteknya selalu mencari keuntungan materi.

“Ini bisa ditertibkan tata niaga garam, tetapi memang susah. Saya sudah ngomong sama importir tentang hal ini. Tapi sepertinya mereka keberatan,” ucap Susi Pudjiastuti.

Yang dimaksud keberatan, kata Susi, importir sepertinya tidak mau menerima masukan dari KKP bahwa impor garam sebaiknya diatur lebih baik lagi dengan cara mengontrolnya secara teratur. Kemudian, impor juga sebaiknya dilakukan saat masa panen masih jauh atau sebulan menjelang dan dua bulan sesudah panen.

“Masalahnya ini berkaitan dengan ketahanan pangan nasional. Jika garam lokal sudah dihargai dengan baik, maka keberlangsungan mereka bisa terjamin. Itu artinya, garam lokal harus diserap sama besarnya seperti serapan untuk impor,” papar dia.

Di luar itu semua, Susi juga menyoroti kebijakan Kemendag yang tetap memberikan izin impor untuk sejumlah perusahaan. Padahal, sudah jelas kalau KKP beritikad untuk memajukan industri garam nasional. Kebijakan impor dari Kemendag tersebut mencakup 1,5 juta ton garam impor.

“Seharusnya, untuk pintu impor itu cukup dari PT Garam dan Koperasi Petani Garam saja. Dengan demikian, kebutuhan impor bisa lebih diperketat karena yang tahu pasti mereka. Kalau sekarang, tidak bisa dilakukan seperti itu,” ucap dia.

Ada Oknum yang Bermain Garam

Sementara itu Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman Saad menyebut ada oknum yang bermain dalam impor garam tersebut. Pasalnya, dengan kemampuan saat ini, Indonesia sudah mampu memenuhi kebutuhan garam konsumsi sebesar 1,4 juta ton per tahun.

“Namun kenyataannya, tetap saja ada yang bandel mengimpor garam konsumsi. Jelas ini mematikan garam lokal. Kalau impor garam industri memang dimaklumi karena Indonesia masih belum mampu memproduksinya. Tapi kalau garam konsumsi, kita sudah lama bisa,” ungkap Sudirman.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim mengaku prihatin melihat kondisi yang terjadi saat ini terkait impor garam. Seharusnya, dengan kondisi Indonesia sekarang, kuota impor garam sudah bisa dikurangi dengan signifikan.

“Pemerintah harus mengoreksi kuota impor garam,” tutur Abdul Halim.

realisasi garam

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,