Sumber daya kelautan global sedang terancam kerusakan besar diakibatkan yang utama karena aktivitas manusia dan perubahan iklim. Kehidupan manusia untuk hidup, termasuk dari sisi ekonomi dan bisnis yang terkait laut, seperti pemukiman penduduk, pariwisata, perikanan laut, industri pengapalan, industri ekstraktif dan pencemaran, telah menekan dan merusak ekosistem laut secara global.
Hal tersebut terungkap dalam laporan bersama Zoological Society of London (ZSL) dan WWF berjudul Living Blue Planet Report 2015 yang dirilis pada Kamis (16/09/2015) lalu.
Dari data global Living Planet Index (LPI) kelautan dalam laporan tersebut menyebutkan setengah populasi vertebrata laut atau lebih dari 1200 spesies laut, tidak hanya ikan, menurun pada kurun 1970 – 2012.
Laporan itu juga memprediksi terumbu karang bisa punah pada 2050 sebagai dampak dari perubahan iklim. Padahal sedikitnya 25 persen dari semua populasi spesies laut dan setidaknya 850 juta orang bergantung langsung kepada jasa ekonomi, sosial dan budaya yang disediakan terumbu karang.
Untuk Indonesia, dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2014, kawasan perairan Indonesia masih menjadi target utama pencurian ikan, penangkapan ikan yang tidak dilaporkan dan liar (illegal, unreported and unregulated /iuu fishing). Karenanya negara diperkirakan mengalami kerugian melebihi Rp 101 triliun per tahunnya. Tingkat kerugian tersebut sekitar 25 persen dari total potensi perikanan yang dimiliki Indonesia sebesar 1,6 juta ton per tahun.
Kerugian akibat IUU fishing menjadi salah satu tantangan besar Indonesia selain tekanan terhadap sumber daya laut dari praktek kelautan yang tidak berkelanjutan, industri ekstraktif dan pariwisata.
Meski demikian, Living Blue Planet Report menyatakan bahwa kondisi laut beserta sumber dayanya yang terus menurun dalam beberapa dekade terakhir dapat diperbaiki untuk kembali pada tingkat kelestarian yang mampu menopang kehidupan manusia.
Direktur Jenderal WWF Internasional, Marco Lambertini mengatakan Living Blue Planet Report 2015 diterbitkan untuk memberikan gambaran terkini dari keadaan laut. Bahwa manajemen aktivitas manusia yang salah dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya laut menjadi sumber kerusakan yang terjadi.
“Dalam kurun waktu satu generasi, aktivitas manusia telah menimbulkan kerusakan parah pada laut dengan menangkap ikan pada laju yang lebih cepat daripada siklus reproduksinya, sementara itu praktek penangkapan dan pembangunan pesisir juga menghancurkan tempat mereka untuk berkembangbiak. Perubahan besar diperlukan untuk memastikan kehidupan laut yang tetap melimpah untuk generasi mendatang,” kata Marco dalam rilis laporan tersebut.
Untuk mengatasinya, lanjutnya, harus dilakukan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan yang mengeliminir tangkapan bycatch, sampah, overfishing dan pengaturan perikanan yang ketat.
Sedangkan CEO WWF-Indonesia, Efransjah dalam peluncuran Living Blue Planet Report 2015 di Jakarta, mengatakan laporan tersebut harus dibaca sebagai upaya WWF untuk menawarkan solusi untuk membawa keluar laut dari kondisi yang terus menurun.
“Perubahan mendasar yang dibutuhkan adalah mengubah pola hidup kita kepada batas daya dukung laut sehingga laut bisa menjamin ketahanan pangan, menjadi sumber penghidupan, mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga keseimbangan ekosistem global. Selain sektor perikanan, laut juga menggerakkan berbagai sektor ekonomi lainnya seperti industri pariwisata,” katanya.
Efransjah mengatakan untuk itu WWF Indonesia bekerjasama dengan berbagai pihak, terutama KKP, mempunyai berinisiatif untuk mengubah pola hidup yang menguras daya dukung laut, antara lain dengan program Seafood Savers.
Seafood Savers merupakan program perbaikan perikanan sesuai standar MSC dan ASC yang disesuaikan dengan kondisi terkini perikanan lokal dan nasional. Untuk Best Management Practices (BMPs) adalah panduan perikanan budidaya yang bertanggung jawab menuju sertifikasi keberlanjutan (MSC dan ASC). Sedangkan Pariwisata bahari yang bertanggung jawab (Responsible Marine Tourism) penerapan wisata bahari yang mendukung konservasi di Indonesia dengan melibatkan pelaku wisata bahari.
Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan, Suseno Sungkoyono menjelaskan pengelolaan sumber daya laut Indonesia dibawah Menteri Susi Pujiastuti mengedepankan tiga aspek yaitu kedaulatan wilayah engara, perikanan yang keberlanjutan dan kesejahteraan bagi semua pemangku kepentingan, terutama nelayan.
Suseno mengatakan berbagai kebijakan telah dan akan dilakukan oleh KKP untuk mewujudkan tiga aspek pembangunan laut tersebut, antara lain dengan moratorium perizinan kapal untuk tata kelola yang lebih baik, penanggulangan pencurian ikan, pengaturan alat tangkap ikan dan pengaturan penangkapan ikan dan satwa laut ekonomis dengan perikanan yang berkelanjutan.