Kebakaran hutan melanda sejumlah kawasan di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, sejak Senin (21/9). Sedikitnya di titik 3 titik, yaitu wilayah Biseang Labboro, Kawasan Cagar Alam Karaenta, Kecamatan Simbang hingga Kawasan Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin di Kecamatan Cenrana.
Kebakaran yang melanda hutan seluas 100 hektar ini, baru bisa dipadamkan pada Jumat dini hari (25/9). Kondisi lahan yang miring menghambat upaya pemadaman.
“Kita terpaksa angkut air pakai jerigen ke atas karena susahnya medan yang miring. Air dari jerigen ini kita masukkan ke pompa penyemprot polisi kehutanan setempat. Itupun terbatas jumlahnya,” ungkap Suyuti, Kepala UPT Pemadaman Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maros, di Maros, Jumat (25/9).
Menurut Suyuti, api sebenarnya sudah bisa diatasi di hari pertama, tapi ternyata kemudian melebar dan menjalar ke tempat lain, karena kondisi hutan yang kering, adanya angin kencang, serta keberadaan pohon pinus dan padang ilalang di sekitar lokasi tersebut.
Penanganan kebakaran ini melibatkan sekitar 140 personil, baik dari UPT Kebakaran BPPD Maros, juga dari pihak Taman Nasional Bantimurung – Bulusaruang, Manggala Agni dan Kodim 422 Maros.
Selain membakar hutan, sebuah tower Telkom juga ikut terbakar. Tak ada korban jiwa alam kebakaran ini karena lokasi pemukiman yang agak jauh.
“Mungkin ada sekitar 100 kepala keluarga yang hidup di sekitar hutan tapi mash relative aman. Cuma ada beberapa personil kami yang sempat luka karena terjatuh, termasuk kaki saya yang cedera ketika mencoba mendaki,” papar Suyuti.
Terkait penyebab kebakaran, Suyuti belum bisa memberi informasi pasti, namun ia memperkirakan tiga kemungkinan penyebab.
“Bisa karena akivitas warga yang sedang mencari madu di daerah itu, atau karena puntung rokok. Kemungkinan lain bisa karena pantulan matahari di botol-botol minuman yang berserakan di daerah terbuka, yang menyebabkan percikan api di dedaunan yang kering,” tambahnya.
Terkait luasan hutan yang terbakar sebenarnya masih simpang siur. Jika dari BPPD memperkirakan sekitar 100 hektar, beberapa pihak sebelumnya hanya memperkirakan belasan dan puluhan hektar.
“Apinya terus menjalar sehingga belum bisa diperkirakan secara pasti luas hutan yang terbakar. Sekitar 100-an hektar lah menurut saya. Itu termasuk hutan pendidikan dan hutan lindung,” kata Suyuti.
Hutan pendidikan seluas 1300 hektar selama ini menjadi laboratorium alam yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan Unhas, yang diresmikan 1980. Secara adminstratif, hutan ini berada di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Camba, Cenrana dan Mallawa.
Sejumlah flora dan fauna endemik berada di kawasan ini, termasuk puluhan spesies anggrek, yang baik tumbuh alami ataupun ditanam oleh mahasiswa. Ada juga monyet khas Sulawesi Macaca Maura, rangkong dan tarsius.
Di waktu yang hampir bersamaan, kebakaran hutan juga terjadi di Desa Lioka Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel, pada Selasa (22/9). Api melahap puluhan hektar wilayah hutan lindung dan area perkebunan warga.
Penyebab kebakaran belum diketahui secara pasti. Dari pemberitaan media lokal, kemungkinan penyebabnya karena aktivitas pembukaan kebun merica, karena di wilayah tersebut perluasan lahan perkebunan dengan cara membakar lahan.
“Pembukaan kebun merica jadi pemicu kebakaran lahan. Oknum warga di daerah itu memperluas lahan perkebunannya dengan cara membakar lahan kering sehingga merembet hingga ke areal hutan lindung,” kata Musakkir, warga Kecamatan Towuti, dalam lutimterkini.com.
Kesiapsiagaan bencana
Terkait kebakaran di Maros, Asmar Exwar, Direktur WALHI, menilai kebakaran ini seharusnya bisa dipadamkan lebih cepat melalui antisipasi kesiapsiagaan Pemda setempat. Apalagi dalam dokumen rencana penanggulangan bencana di Sulsel, Maros merupakan salah satu daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.
“Harusnya di daerah-daerah rawan tersebut sudah bisa diantisipasi terjadinya kejadian-kejadian seperti kebakaran ini, termasuk memperkuat BPBD agar bisa setiap saat siaga menghadapi kondisi-kondisi kritis kebencanaan di daerahnya masing-masing.”
Untuk mengetahui penyebab kebakaran secara pasti, Asmar berharap adanya upaya investigasi mendalam dari pihak terkait. “Kemungkinan faktor kesengajaan bisa saja terjadi untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Apalagi sekarang ramai-ramainya orang bakar hutan demi kepentingan bisnis.”
Menurut Mustam Arif, Direktur Jurnal Celebes, hutan-hutan yang ada di Kabupaten Maros seharusnya menjadi prioritas dalam hal pengawasan kemungkinan terjadinya kebakaran seperti yang terjadi saat ini.
“Hutan Maros mengemban fungsi ekologis yang strategis, sebagai menara air untuk Maros, Makassar dan sekitarnya, juga ada cagar alam, taman masional, taman purbakala, wilayah konservasi, hutan pendidikan, makanya harus menjadi prioritas untuk dijaga kelestariannya. Apalagi pengalaman menujukkan Maros tak pernah luput dari kebakaran hutan setiap musim kemarau panjang,” katanya.
Berlarut dan meluasnya kebakaran menunjukkan Pemda kurang antisipatif, tidak punya early warning system. Musta menambahkan bahwa Pemda sudah harus punya kesiapan dan rencana antisipatif sebelum hutan terbakar, serta saran dan prasarana pemadaman kebakaran.
“Kita lihat sekarang terkesan menunggu sampai terjadi kebakaran, baru masing-masing pihak bergerak. Padahal dengan melihat kemarau yang panjang ini mestinya sudah punya antisipasi dan pencegahan. Sudah harus ada pengawasan bagi warga atau pihak-pihak yang sengaja atau tidak sengaja atau lalai sehingga menyebabkan kebakaran hutan.”
Langkah lain yang harus dilakukan Pemda, tambah Asmar, adalah menjalin kemitraan dengan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, termasuk memberi pemahaman untuk menjaga hutan dan tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang berpotensi mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan.