,

Miris, Puluhan Tahun Tiap Kemarau Warga Desa Ini Potong Akar Pohon untuk Dapat Air

Kekeringan yang selalu terjadi di wilayah Kabupaten Sikka, Flores sejak puluhan tahun lalu menyebabkan warga Desa Iligai, Kecamatan Lela, setiap kemarau hanya dapat mengandalkan air dari akar dan batang pohon. Warga desa berpopulasi 1.441 jiwa ini pun sudah tidak bisa lagi mengandalkan air tadahan hujan untuk kebutuhan masak dan minum.

Lewat bilah bambu yang dialirkan ke dalam ember atau jeriken, warga mengalirkan tetesan air dari akar pohon peri dan lawan (sejenis ara) yang banyak dijumpai di sekitar wilayah desa. Bila kedua jenis pohon tersebut tidak tersedia lagi, warga akan membuat luka pada batang pisang atau terpaksa menebangnya agar bisa mendapatkan air konsumsi.

Saat disambangi oleh Mongabay-Indonesia (04/10) terlihat beberapa warga Dusun Baoletet terpaksa menebang pohon lawan dan peri untuk mendapatkan sumber air untuk diminum. Setelah memangkas ranting dan cabang pohon, warga menebang di bagian atasnya dan membiarkan pohon yang terlihat gundul tersebut tetap tumbuh.

“Pertama kami tebang pohon dan lihat akar yang paling besar. Kami potong supaya bisa mengeluarkan air, Sore kami tadah dan biasanya keesokan pagi air tersebut diambil,“ ungkap Magdalena (52) salah seorang warga yang dijumpai.

Densia Mote ( kiri ), SisiliaTula ( baju kaus ) dan Magdalena Monika sedang menunjukan air yang ditadah dari akar pohon Peri. ( Foto Ebed de Rosary )
Warga Iligai sedang menunggu air tadahan akar. Foto Ebed de Rosary

Menurutnya untuk mencari air, dalam sehari mereka harus berpindah dari satu pohon ke pohon lain untuk mengecek air yang dalam tampungan jeriken mereka. Jika mujur, dalam semalam untuk satu akar pohon yang besar mereka bisa dapatkan satu sampai dua liter air untuk keperluan masak dan minum hari itu. Jika tidak, mereka terpaksa harus berjalan sejauh 3 kilometer menuju hutan agar bisa mencari pohon ara dan peri.

Saat dijumpai terpisah, Irene Yulita (63) warga dusun Baoletet sedang mengorek batang pisang untuk memenuhi air keluarganya. Menurutnya, air dari satu batang pisang bisa menghasilkan 1-2 liter air.

“Kalau air tidak keluar kami cari pohon pisang lainnya di sekitar rumah untuk dilubangi agar bisa cukup minum satu hari. Kalau buat besok, kami tadah lagi,“ ujarnya.

Bila batang pisang di sekitar halaman rumah sudah tidak bisa lagi mengeluarkan air biasanya warga terpaksa menebang batang pisang lain yang berada di kebun. Batang yang ditebang terlebih dahulu biasanya batang pisang yang belum berbuah. Namun jika terpaksa, warga pun menebang batang pisang yang sedang berbuah meski cara ini kerap dianggap merugikan.

Irene mengaku air tersebut hanya dipakai untuk minum, sementara untuk mandi dan mencuci pakaian mereka harus berjalan kaki hingga 4 kilometer dari rumahnya ke kali Batik Wair, sumber air terdekat dari desa mereka.

Menurut Irene, mereka hanya mandi sekali saja saat sore hari usai pulang dari kebun karena jauhnya jarak ke kali. Untuk mencuci pakaian, mereka melakukannya selama dua kali dalam seminggu dengan menumpang ojek seharga 20 ribu rupiah pulang pergi.

bak diameter 2-3 meter dengan tinggi sekitar 3-5 meter di berdiri di samping rumah warga.
Bak penampungan air berdiameter 2-3 meter dengan tinggi sekitar 3-5 meter yang berdiri di samping rumah warga. Bak penampungan ini hanya berfungsi pada saat musim hujan tiba. Foto: Ebed de Rosary

Belum Dibantu Pemerintah

Embu Iru Sinantong (64) mantan kepala dusun Baoletet selama 27 tahun mengakui keadaan ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Menurutnya, hingga saat ini belum ada bantuan pemerintah untuk air bersih bagi warga Iligai.

“Air merupakan kebutuhan vital tapi mengapa tidak ada program dari pemerintah untuk membantu kesulitan kami,“ ungkap Embu dengan suara lantang.

Pernyataan tersebut diamini oleh Yohanes Petrus Puan (40), Kadus Baoletet. Menurutnya kondisi yang memprihatikan ini telah terjadi bertahun-tahun. “Desa ini sudah terbentuk sejak 1968 tapi selama ini kami belum merasakan air bersih bantuan pemerintah,“ tuturnya.

Wakil Bupati Sikka, Paolus Nong Susar, saat dijumpai Mongabay berjanji untuk mencari bantuan lewat program pipanisasi menuju Desa Iligai. Rencananya air yang berada di Bukit Ilegai yang berjarak 4 kilometer dari desa akan dijadikan sumber air bagi warga.

“Kami sudah ajukan dana dan semoga tahun 2016 krisis air bisa teratasi,“ ungkap Nong Susar. Menurutnya jika pipanisasi telah dilakukan, kedepannya pengelolaan air warga akan ditangani oleh PDAM Sikka bekerjasama dengan pemerintah Desa.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,