, , , ,

Melanie Subono: Kebijakan Pemerintah Jarang Pro Alam

Melanie Subono, musisi sekaligus aktivis sosial dan lingkungan. Kepedulian terhadap alam, tak hanya lewat karya-karya lagu, juga aksi nyata. Mulai ikut mengkonservasi penyu, bersolidaritas aksi penolakan reklamasi Jakarta Utara dan Teluk Benoa, Bali, sampai datang ke tenda perjuangan perempuan Rembang dan Pati.

Dia tak senang dengan kebijakan pemerintah yang rakus mengeruk kekayaan negeri. Bagi Melanie, Jawa itu lumbung pangan, bukan lumbung tambang. Laut itu lumbung ikan, bukan lumbung sampah. Saya berbincang-bincang dengan dia akhir September lalu di pesisir Pantai Baru, Bantul, Yogyakarta. Berikut petikannya:

Anda terlibat aktif dalam konservasi penyu. Mengapa?

Gue sudah bekerja dengan penyu sekitar 9 tahun. Banyak orang tak tahu mengapa penyu penting dilestarikan. Banyak yang tidak tahu, laut kaya sumber daya ikan, adalah laut yang masih ada penyu. Gimana kita mau makan ikan, jika ikan dimakan ubur-ubur. Pemakan ubur-ubur, penyu banyak mati karena ulah manusia. Dari tujuh jenis penyu langka di dunia, enam di Indonesia.

Gue kenal penyu sekitar 10 tahun lalu, tak sengaja dikenalkan kawan-kawan Slank. Gue sampai dipanggil “Mama Penyu”. Di beberapa pulau ketika penyu tidak bisa bertelur, gue diminta hadir membantu mereka bertelur. Gue bercerita dengan induk penyu ketika sedang bertelur. Gue coba mengenal site-site penyu. Ikut mengkampanyekan penyelamatan penyu. Indonesia, negara banyak mengkonsumsi ikan, namun menjadi pemakan telur dan daging penyu terbanyak. Jika kita terus-terusan melakukan itu, lima hingga tujuh tahun lagi, bukan tak mungkin akan kesulitan mencari ikan di laut. Mari bersama menjaga laut, dengan menjaga penyu.

Banyak penyu mati karena korban sampah. Bagaimana anda melihat persoalan sampah di Indonesia?

Tidak tahulah. Capek biacara soal sampah. Jujur saja, dua isu gue tidak mau terlibat: banjir dan sampah. Mengapa? Penyebab banjir salah satu sampah. Yang menyebabkan banyak penyu mati karena memakan sampah plastik yang dikira ubur-ubur.

Dari penyu yang mati dan terdampar, setelah dibedah dalam perut ada banyak plastik. Sedih sekali. Ketika saya diving, sampah apa saja ada. Gue bingung sama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, kemana saja lembaga ini. Negara lain, sudah meneliti dan memanfaatkan sampah menjadi energi. Di Indonesia, energi alternatif lahir dari masyarakat. Seharusnya, lembaga negara ini melahirkan inovasi menjawab persoalan sampah.

Apalagi sampah plastik. Gue pengguna plastik. Jika kalian menggunakan plastik, jadilah pengguna plastik yang bijak. Pemerintah juga tak punya kebijakan tegas soal pengurangan penggunaan plastik. Media mainstream juga jarang mengangkat persoalan limbah plastik dan mengawal kebijakan, juga pesoalan sendiri. Seharusnya, media ikut mengawal kebijakan yang baik terhadap manusia dan alam, bukan mementingkan rating atau keuntungan pengiklan. Mengatasi masalah sampah, memang bukan hanya tugas pemerintah. Semua pihak. Tugas kita untuk bertindak nyata, paling tidak tak membuang sampah sambarangan.

Anda juga terlihat aktif dalam kampanye penolakan reklamasi sampai pembangunan pabrik semen di Rembang. Mengapa?

Ya, gue terlibat banyak solidaritas untuk alam. Mulai gerakan selamatkan Pulau Bangka d Sulawesi Utara, Save Rembang dan menolak reklamasi Jakarta Utara sampai Teluk Benoa, Bali. Kita sudah kehilangan empat pulau di Kepulauan Seribu dalam hitungan bulan hanya untuk kepentingan reklamasi.

Solidaritas gue bukan karena pertemanan semata, juga karena isu. Di beberapa gerakan gue tidak ikut, walaupun teman-teman terlibat, karena gue tidak mengerti. Jika gue ikut dalam gerakan, artinya percaya dengan segala sesuatu yang diperjuangkan.

Dalam solidaritas, setiap orang punya ide masing-masing. Kita ada beberapa aspek di setiap perjuangan, contoh, Jerinx dan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi banyak bicara penolakan reklamasi di Bali. Kita harus lihat alasan mereka menolak, seperti rencana dibangun sirkuit Formula 1, Disneyland, dan fasilitas mewah lain. Itu semua untuk siapa? Apa manfaat untuk orang Bali? Alam disana dihancurkan sedemikian rupa, mulai pantai, laut hingga hutan mangrove. Belum lagi, sosial dan budaya masyarakat Bali terancam hilang.

Aksi Melanie Subono diatas panggung, menyuarakan persoalan sosial dan lingkungan. Foto: Tommy Apriando
Aksi Melanie Subono diatas panggung, menyuarakan persoalan sosial dan lingkungan. Foto: Tommy Apriando

Gue sedih Rembang terancam tambang. Bicara tentang Pulau Jawa, ini lumbung pangan, bukan lumbung tambang. Jika alasan pemerintah nambang semen karena darurat kebutuhan semen untuk pembangunan isnfrastruktur, yang saya tahu sekitar 70% produksi semen untuk ekspor. Di Indonesia, 2014 -2015, kelebihan semen. Buat apa pertambangan semen lagi?

Negara lain mulai memikirkan bahan lain pengganti semen. Indonesia masih gila-gilaan nambang semen. Parahnya, semen-semen bukan untuk kita namun mencukupi negara lain. Negara lain mulai meninggalkan kantong plastik, Indonesia mengganti karung goni dengan plastik. Kebijakan pemerintah ini serba terbalik. Jarang pro alam.

Ketika datang ke tenda Ibu-ibu Rembang, gue melihat dan mendengar bagaimana kaum perempuan ditendang, dipukul popor senapan, diseret dan diteror. Sedih. Apalagi ini daerah kelahiran tokoh perempuan Raden Ajeng Kartini.

Ketika gue di depan portal tapak pabrik, kepolisian dan pengamanan pabrik panik setengah mati. Pukul 3.00 subuh hotel didatangi kepolisian. Gue gunakan aja sosial media, menyebarkan apa yang terjadi. Gue jelasin, kalau ingin ketemu ibu-ibu disana, karena mereka punya tanah dari lahir dan punya lahan perlu air. Dari merekalah gue bisa makan nasi. Alam Jawa harus terjaga. Perjuangan perempuan-perempuan ini tulus mempertahankan sumber air dan lumbung pangan Jawa.

Indonesia memiliki kekayaan sumber energi, dari fosil hingga terbarukan. Sayangnya, pemanfaatan energi terbarukan minim, masih dominasi fosil. Bagaimana menurut anda?

Bumi sudah capek. Bumi tidak perlu manusia. Berjuta tahun sebelum manusia ada, bumi sudah ada. Ketika mulai ada manusia, kelihatan kerusakan bumi. Indonesia begitu kaya. Apa yang Indonesia tidak punya? Apa yang kita lihat dan punya, kita peras. Kita tidak sedang bicara satu atau dua energi, namun semua yang diberikan Tuhan habis-habisan dipakai, terutama energi seperti batubara, minyak dan gas.

Suatu hari kekayaan alam Indonesia akan habis. Gue lihat ada charger handphone berbahan solar panel. Menarik. Apa yang bisa dilakukan tanpa membuat alam capek? Kenapa tak beralih menggunakan energi ramah lingkungan.

Kebijakan pemerintah soal penggunaan energi terbarukan masih minim. Bagaimana menurut anda?

Pemerintah sulit diharapkan. Selama partai politik, dan apapun kegiatan kenegaraan masih disuntik sumber daya alam, akan susah lahir kebijakan pro alam. Izin pertambangan akan selalu diberikan, areal rakyat akan selalu dihancurkan. Kita bisa lihat di Riau dan daerah lain, semua yang dirusak area rakyat. Sudah jelas, biang kerok partai politik. Selama ini, kebijakan pemerintah dibuat seenak-enaknya, untuk mencukupi kepentingan mereka tanpa memikirkan kepentingan rakyat dan alam. Contoh, penetapan kawasan lindung atau daerah konservasi, bisa berubah jadi kawasan yang boleh reklamasi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,