,

Satu Abad Kebun Binatang Surabaya dan Upaya Pembenahannya

Memasuki usia ke-100 tahun Agustus 2016 mendatang, Kebun Binatang Surabaya (KBS) terus berbenah, menampilkan wajah baru yang ramah satwa dan berwawasan lingkungan. Pengurus Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) KBS telah merancang sejumlah rencana aksi untuk menata dan membangun kebun binatang yang lebih baik.

Plt. Direktur Utama PDTS KBS, Aschta Boestani Tajudin menuturkan, setahun terakhir, pengelola KBS telah menyelesaikan inventarisasi terkait tindakan dan langkah yang dilakukan demi pengembangan kedepan.

Persoalan utama yang terus ditangani oleh manajemen KBS adalah over populasi satwa yang totalnya 2.400-an. Pengelolaan ini terkait dengan manajemen breading yang sedang ditata, serta upaya pengurangan sesuai perundangan. “Direktur Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK mendorong untuk melakukan pengurangan satwa dengan mekanisme hibah. Kalau tukar-menukar, landasan hukumnya agak sulit dan saya tidak mau berpolemik,” terang Aschta, baru-baru ini.

Mekanisme hibah memiliki landasan saling bantu antara lembaga konservasi. Komunikasi intensif sedang dilakukan dengan Bali Bird Park yang menginginkan sepasang komodo. Dari Bali Bird Park sendiri akan memberikan bantuan pelatihan terkait burung yang menjadi keunggulan mereka. “Kita saling membangun, tapi harus ada rekomendasi LIPI. 2016 akan dimulai.”

Manajemen KBS juga sedang memikirkan pengurangan satwa lain yang juga berlebih seperti bekantan, curik bali, komodo, dan pelikan. Untuk harimau sumatera, sedang dilakukan pembicaraan dengan sejumlhak lembaga konservasi. Rencana dikeluarkannya harimau dari KBS karena alasan penyegaran atau mencari darah baru. Dari 9 harimau sumatera yang ada di KBS, semuanya bersaudara yang tidak mungkin dikawinkan. “Harus dikeluarkan dan cari fresh blood. Lampung dan Bali Zoo sudah mau, sedangkan KBS ingin singa jantan milik Bali Zoo.”

Menurut Aschta, lahan KBS yang hanya 15 hektar, idelanya untuk 500-700 satwa. Contoh, populasi komodo sekarang ada 87 ekor, namun tidak mungkin dikeluarkan begitu saja. “Perbaikan fasilitas kandang seperti akses air dan sanitasi telah dilakukan. Begitu juga dengan pakan, termasuk variasi saat musim panas dan penghujan. Dengan begitu, jumlah kematian satwa sudah bisa ditekan, dari 30 persen kini 3-5 persen.”

Klarifikasi pemberitaan negatif

Ditengah upaya membangun dan memperbaiki citra KBS, yang sempat terpuruk beberapa tahun terakhir akibat kematian sejumlah satwa, muncul pemberitaan dari media online asing yang menyebutkan adanya orangutan yang dihamili oleh sang keeper atau perawatnya.

Pemberitaan yang menyebutkan seorang karyawan ditangkap akibat menghamili orangutan bernama Marylin, dengan barang bukti rekaman CCTV serta pengakuan karyawan dan manajemen KBS, dibantah keras Aschta. Menurutnya, berita tersebut hanya ingin membangun citra buruk KBS di luar Indonesia.

“Tidak benar itu semua. Nama karyawan dan Direktur KBS di berita itu tidak ada di data manajemen/HRD kami. Nama orangutan yang diberitakan hamil juga tidak ada Marylin. Foto yang ditampilkan itu orangutan bernama Dora yang obesitas.”

Aschta menegaskan, era baru pengelolaan KBS oleh PDTS menjunjung tinggi etika dan moral, selain profesionalisme dan keterampilan. “Saya yakin, keeper di sini memilih profesi sebagai perawat satwa bukan tanpa pertimbangan. Kami di sini bekerja dengan etika dan moral.”

Kebun Binatang Surabaya memiliki koleksi 8 orangutan, 3 jantan dan 5 betina. Dari 5 orangutan betina, orangutan bernama Dora sempat di suspect bunting oleh ahli dari SEAZA (South East Asian Zoos Association) pada 2013. Namun, setelah dilakukan pengambilan darah, secara hormonal Dora tidak bunting, melainkan obesitas. “Dora itu obesita, dia gak mau bergerak. Kalau duduk perutnya terlihat besar karena orangutan tidak punya tulang diagfragma.”

Aschta menegaskan, walaupun manusia memiliki kesamaan genetik hingga 84 persen dengan orangutan, akan tetapi interspecies breeding tidak akan terjadi. 90 persen tidak akan terjadi. Karena, secara fisiologis dan metabolisme, manusia dan orangutan itu berbeda. “Bahkan, di antara kera besar seperti orangutan, simpanse, atau gorila saja tidak bisa dikawinkan.”

Berita yang sempat menjadi perhatian Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menurut Aschta akan disikapi dengan melakukan hak jawab, hingga pengaduan ke Dewan Pers terkait pemberitaan yang dikutip oleh sejumlah media tanpa konfirmasi ke manajemen KBS. “Ini dilakukan bila lembaga pers yang dimaksud tidak menanggapi hak jawab yang kami minta,” ujarnya.

Plt. Dirut PDTS KBS Aschta Tajudin menunjukkan kondisi  kandang orangutan di KBS. Foto: Petrus Riski
Plt. Dirut PDTS KBS Aschta Tajudin menunjukkan kondisi kandang orangutan di KBS. Foto: Petrus Riski

Pengawasan

Isu pemanfaatan orangutan atau primata lain untuk kepentingan seksual, diakui oleh Ketua Profauna Indonesia, Rosek Nursahid. Menurut pengamatan Profauna, ada fakta pemanfaatan orangutan untuk dipekerjakan menjadi pekerja seks, namun untuk di Indonesia hal itu belum ditemukan, meski ada informasi yang menyebutkan terjadi di Kalimantan dan Jawa Barat.

Rosek menyebut, perbuatan menjadikan primata atau orangutan sebagai pekerja seks adalah kejahatan dan penyimpangan. “Kemungkinan terjadi bisa, karena secara susunan genetik ada kemiripan. Namun, inti permasalahan adalah satwa itu berada di suatu tempat tanpa terawasi yang peruntukannya macam-macam. Yang mencuat, untuk penyimpangan seksual dan penyiksaan.”

Untuk itu, Rosek mendesak pemerintah dan pengelola lembaga koservasi agar lebih memperketat pengawasan. “Pengawasan satwa di lembaga konservasi harus ditingkatkan. Harus ada upaya aktif dengan sistem pengecekan,” ujarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,