Dari 9 Izin Melaut, KKP Pangkas Jadi Hanya 3 Saja

Banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi nelayan saat akan melaut, disikapi taktis oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Dia berjanji, mulai 1 Maret mendatang, persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melaut, akan lebih ringkas dibanding saat ini.

Janji tersebut diungkapkan Susi di Jakarta, pada akhir minggu kemarin, di hadapan nelayan asal Juwana, Pati, Jawa Tengah. Menurut dia, persyaratan yang masih berlaku saat ini dinilainya memang masih banyak dan itu bertolak belakang dengan semangat Nawacita yang dihembuskan Presiden Joko Widodo di pemerintahan sekarang.

“Kita tentu saja sadar bahwa perizinan sekarang ribet dan menyulitkan nelayan. Tapi kita akan mengusahakannya untuk memangkasnya lebih ringkas lagi,” ungkap dia.

Susi menyebutkan, mulai 1 Maret nanti, persyaratan yang harus dipenuhi oleh nelayan cukup hanya 3 saja. Dengan demikian, nantinya nelayan akan melaut juga bisa menjadi lebih fokus dan tidak mengalami kendala lagi seperti sekarang.

“Pokoknya, izin yang harus dipenuhi (oleh) nelayan itu cukup 3 saja. Apa saja itu, biar jadi urusan Dirjen Perikanan Tangkap. Saya juga nggak tahu mana saja syarat yang harus dibuang,” tutur dia.

Dengan memangkas persyaratan, kata Susi, itu juga akan sejalan dengan semangat Presiden Jokowi yang tidak suka dengan birokrasi rumit. Menurutnya, Presiden tidak suka jika aturannya banyak-banyak.

“Kita nggak mau berlaku rumit. Kalau bisa disederhanakan, kita akan sederhanakan. Pak Presiden (Joko Widodo) juga marah jika tahu ada aturan yang banyak,” sebut dia.

Berkaitan dengan birokrasi, Susi juga mengingatkan kepada nelayan di seluruh Indonesia untuk tidak merasa takut jika ingin membuat Perseroan Terbatas (PT). Hal itu, karena KKP berkomitmen untuk membantu nelayan dengan mempercepat proses pembuatannya.

27 Perizinan

Salah satu nelayan dari Juwana, Subaskoro, mengatakan, banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi saat akan melaut memang menjadi kendala bagi nelayan. Karena, jika kapal sedang berada di tengah laut dan ada pemeriksaan dokumen oleh aparat keamanan laut, maka semua dokumen harus sudah lengkap.

“Jika satu dokumen saja tidak ada, maka kapal tersebut dinyatakan tidak boleh melaut. Itu jelas merugikan nelayan. Karena, ongkos operasional terlanjur dikeluarkan, sementara hasil tangkapan dipastikan tidak ada,” papar dia.

Sementara, bagi Sukahar, banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi, membuat nelayan sulit untuk bersaing di era keterbukaan setelah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berlaku. Padahal, nelayan bertekad ingin menjadi tuan rumah di negeri sendiri setelah MEA berlaku mulai awal 2016 lalu.

“Sekarang bagaimana kita bisa bersaing dengan negara ASEAN, jika kami saja kesulitan untuk mengurus perizinan. Kita berharap ini ada solusinya,” tutur dia.

Sukahar menjelaskan, saat ini setiap nelayan di Juwana yang akan melaut, harus melengkapi persyaratan yang jumlahnya mencapai 27. Dengan rincian, 9 izin dari KKP, 13 izin dari Kementerian Perhubungan, dan 4 izin dari Kementerian Kesehatan.

Jika perizinan bisa dipangkas, Sukahar melihat, selain nelayan semakin dipermudah, juga akan bisa bersaing dengan nelayan lain dari negara ASEAN. Kemudian, dampak positif lainnya, itu akan mencegah timbulnya dampak psikologis untuk anak buah kapal (ABK).

“Jangan salah, kalau kapal tidak jadi melaut, maka tidak ada tangkapan ikan. Sementara, ABK itu sangat bergantung pada hasil tangkapan. Jika tidak ada, maka ABK juga tidak akan mendapatkan penghasilan. Mereka juga akan tertekan karena ada keluarganya di rumah,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,