Selama Februari 2016, tim patroli Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), mengamankan sekitar 30 burung berbagai jenis, disita dari 11 pemburu. Para pemburu satwa ini diamankan dari beberapa lokasi. Tiga pemburu diamankan di Sei Landak, Kecamatan Bahorok, Langkat, Sumatera Utara. Dari mereka ada 15 burung, seperti murai batu dan murai daun.
Dua pekan lalu, delapan pemburu ditangkap di Trenggulun, Sei Betung, Langkat, dan TNGL perbatasan Aceh Tamiang, Aceh. Dari mereka, diamankan 15 murai daun dan murai ranting. Semua bukti, dibawa ke Kantor Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), untuk penyidikan lebih lanjut.
Untuk menghindari satwa stres atau mati, Selasa (1/3/16), 30 burung buruan dilepasliarkan ke TNGL Bukit Lawang. Berdasarkan data penyidik BBTNGL, sejak September 2015-Maret 2016 hampir 90 burung disita dan dilepasliarkan kembali ke TNGL.
Andi Basrul, Kepala BBTNGL, kepada Mongabay mengatakan, dari penelusuran BBTNGL, jaringan ini memiliki penampung (pembeli) satwa bernama Acai, tinggal di Aceh Tamiang.
“Kita masih sidik pemburu. Acai jadi target operasi utama untuk membongkar kemana jual burung,” katanya. Balai sudah meningkatkan pengamanan. Ada dua tim bertugas di dalam dan luar kawasan. Selama 15 hari, tim patroli, bergantian.
Handi, salah satu pemburu mengatakan, Acai menjual burung kepada jaringan lain di Aceh. Dia mengaku delapan kali berburu di TNGL. Sekali berburu, biasa puluhan burung dan langsung dijual ke Acai.
“Yang aku dengar, ada kelompok lain bertugas mengambil hasil buruan kami lalu menyelundupkan ke Malaysia, Singapur, dan Tiongkok melalui laut Aceh menaiki kapal nelayan di Selat Malaka.” Di tengah laut ada yang menunggu. Semua burung dipindahkan.
Kala penangkapan Handi, petugas menyita senapan. Katanya, senapan buat menembak burung besar seperti rangkong dan elang. Handi enggan bicara banyak. “Udahlah bang, jangan ditanya lagi. Kami terpaksa karena jualan gak laku, memburulah kami. Di hutan tiga hingga tujuh hari.”