Pasokan Produk Kelautan Seret? KKP Minta UPI Transparan Dulu

Persoalan pasokan bahan baku produk kelautan yang semakin langka di Indonesia saat ini, dirasakan ikut menyulitkan nelayan dan juga pelaku usaha di industri perikanan dan kelautan. Tetapi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki pendapat lain, kelangkaan bahan baku di pasaran terjadi, karena hingga saat ini belum ada tranparansi produksi dari masing-masing unit pengolahan ikan (UPI) di Indonesia.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan KKP Nilanto Perbowo, akhir pekan lalu. Menurut dia, jika masalah kelangkaan pasokan bahan baku ingin segera terselesaikan, maka harus ada itikad kuat dari seluruh UPI yang ada.

“Kami sadar bahwa ini sedang terjadi sekarang. Tapi kami juga harus meminta UPI-UPI yang ada untuk lebih terbuka. Karena, itu penting bagi kami,” tutur dia.

Nilanto mengungkapkan, saat ini di Indonesia terdapat sedikitnya 718 UPI dan pihaknya sudah meminta semuanya untuk melaporkan data produksi. Dengan demikian, jika terjadi kelangkaan pasokan bahan baku ikan, KKP bisa memantaunya.

Pantauan tersebut dinilai sangai penting, karena menurut dia, KKP berikutnya bisa memutuskan apakah bahan baku ikan harus diimpor ataukah tidak. Jika diimpor, berapa jumlahnya yang dinilai akan bisa memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri.

“Kenyataannya, hingga sekarang masih sedikit UPI ataupun pengusaha yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan yang berani mengirimkan input datanya untuk kami. Itu bermanfaat sekali,” jelas dia.

“Kita itu maunya masing-masing UPI atau pengusaha bisa berbagi profilnya, realisasi bisnis, dan juga rencana ke depan mereka. Yang terpenting lagi, berapa jumlah kebutuhan bahan baku untuk mereka,” tambah dia.

Pipanisasi Logistik

Sementara itu, pada akhir pekan lalu, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Narmoko Prasmadji mengeluarkan pernyataan tentang kurangnya pasokan bahan baku produk kelautan di Indonesia saat itu. Menurut dia, persoalan tersebut muncul karena hingga saat ini belum ada jaringan pipa logistik dari kapal penangkap ikan ke pusat-pusat pengolahan ikan.

Pipa logistik yang dimaksud, kata Narmoko, tidak lain adalah kapal angkut yang membawa ikan dari pusat produksi ke pusat pengolahan. Karenanya, jika jaringan pipa logistik sudah teratasi, dia optimis persoalan kekurangan bahan baku bisa terpecahkhan segera.

“Sekarang ini sudah ada kapal Indonesia, sudah berbendera Indonesia, ABK-nya Indonesia, dan mereka bisa kita manfaatkan untuk jaringan pipa logistik. Ini bisa membantu mengatasi persoalan kekurangan bahan baku,” sebut dia.

Menurunkan hasil pancingan di pelabuhan ikan Cerekang. Foto: Eko Rusdianto
Menurunkan hasil pancingan di pelabuhan ikan Cerekang. Foto: Eko Rusdianto

Selain kapal asli Indonesia, Narmoko memastikan bahwa akan ada juga kapal angkut lainnya yang berperan sebagai jaringan pipa logistik. Namun, supaya tidak ada masalah lagi, dia ingin kapal yang akan dioperasikan adalah kapal yang sudah dinyatakan bersih dari hukum dan memiliki Vessel Monitoring System (VMS).

“Kapal yang akan dioperasikan juga harus memiliki ukuran yang benar dan memiliki gross akta, artinya harus teregistrasi juga. Kemudian, kapal juga akan ditentukan dimana bisa berlabuh, dan wajib memiliki oberserver, enumerator, dan alat pemantauan,” tandas dia.

“Manajemen seperti ini terhitung baru dalam dunia perikanan tangkap di Indonesia. Dan kami yakin, cara ini bisa membantu terpenuhinya pasokan ikan ke seluruh Indonesia,” tambah dia.

Untuk bisa menguatkan sistem pipa logistik untuk pasokan bahan baku, Narmoko mengaku akan membuat pakta integritas yang berlaku antara pelaku usaha pengangkutan, pemilik kapal penangkapan ikan, sampai UPI bersangkutan,” jelas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
,