, ,

Singa Ngantuk Buat Foto Bersama Pengunjung, Ini Tanggapan Taman Safari Indonesia

Tampak seorang perempuan dan anak berfoto ria bersama singa di Taman Safari Indonesia. Seorang petugas, berupaya menegakkan kepala sang singa yang seolah lunglai bak sedang setengah sadar atau ngantuk berat. Itulah cuplikan video yang diunggah Scorpion Wildlife Trade Monitoring (SWTM) ke Facebook, 5 April 2016.

“Singa yang sedang mengantuk dipaksa bangun untuk berfoto bersama pengunjung. Singa ini terlihat seperti dibius. Seperti inikah cara Taman Safari Indonesia mendapatkan uang? Kejam.” Begitu tulis SWTM diakun Facebook mereka.

Kontan video berdurasi 57 detik ini mendapat respon masyarakat. “OMG!!! Stoppp!!! Why he do it??? So bad,” komentar Bin Ice. “Shame on you Taman Safari Indonesia, why you’ll so cruel!!!” kata Marry Lynne.

Dari halaman SWTM menyebutkan, ada dugaan singa bernama Morgan ini diberi semacam obat bius. Mereka merekomendasikan BKSDA investigasi.

Apa tanggapan Taman Safari Indonesia? Tony Sumampau, Direktur TSI mempersilakan jika ada tim investigasi terkait ini. ”Kami siap,” katanya dihubungi Mongabay, pekan lalu.

Dia sudah menonton video itu dan membantah keras dugaan pebiusan. TSI, katanya, lembaga konservasi yang mendapat predikat terbaik di Indonesia dan tingkat dunia. “Tuduhan itu jelas keliru. Perlu diketahui juga, obat bius itu sangatlah mahal untuk satwa. Minimal Rp500.000. Itupun tak sebanding dengan pemasukan, perfoto Rp10.000,” katanya.

Secara fisik pasti berbeda, obat bius membuat mata sayu. Jika sudah mengantuk tak mungkin bangun kembali. ”Ada kekesalan pribadi mendengar itu, tapi biarlah bergulir, biar masyarakat menilai apakah eksploitasi atau tidak.”

Foto: Screenshot video
Foto: Screenshot video

Dia menjelaskan, baby zoo di TSI berusia tiga sampai empat bulan. Mereka memiliki jam tidur lebih banyak. “Jika dewasa 16 jam, anak-anak melebihi. Kadang kita taroh saja sudah tertidur.”

TSI memiliki strategi khusus, dalam sehari biasa ada dua satwa disiapkan untuk bergantian agar tak menganggu tidur. Dalam kondisi tertentu, katanya, tak menutup kemungkinan menolak pengunjung jika mereka sangat ngantuk. “Kita berikan pengertian kepada pengunjung. Biasa mereka antara 3-4 jam per hari,” kata Toni.

Booth ini, katanya, memiliki misi khusus untuk edukasi masyarakat. Tony menilai, masyarakat Indonesia masih minim rasa menyayangi alam.”Seseorang mencintai sesuatu dari pandangan pertama, merasakan betul dengan rabaan, jatuh cinta, baru sadar untuk melindungi,” Tony beralasan.

Meski tak ada aturan hukum terkait edukasi masayarakat, TSI meyakinkan sejauh ini cara mereka menjunjung tinggi kesejahteraan satwa.

Kondisi TSI, katanya, dipantau dan pengawasan dari berbagai pihak seperti LIPI, akademisi, pemerintah maupun Asosiasi Kebun Binatang Indonesia. TSI mendapatkan akreditasi terbaik dari konten penilaian wildfire, kesejahteraan satwa, edukasi program ke masyarakat, dan kapabilitas sumber daya manusia. ”Mungkin saja ada indikasi agar komunitas itu menjual info keluar negeri agar dapat didanai.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,