, ,

Misteri Kematian Jutaan Ikan di Danau Toba

Kematian ribuan ton ikan keramba jaring apung di Danau Toba, Sumatera Utara, kembali terjadi, Rabu (4/5/16). Peristiwa pertama pada 2004. Kali ini, kematian misterius ikan emas dan nila, terjadi di Kecamatan Haranggaol Horison, Simalungun. Sejumlah pemilik keramba jaring apung, menaksir kerugian mencapai puluhan miliar rupiah.

Menurut pemilik keramba, sejak sepekan sebelum kematian massal ini, ikan-ikan mulai lemas dan muncul keluar, tampak megap-megap. Puncaknya, Rabu (4/5/16) saat matahari terbit, jutaan ikan ditaksir lebih 1.200 ton mati mengapung di keramba.

Hasudungan Siallagan, Ketua Koordinator Kelompok Perikanan Haranggaol, mengatakan, belum tahu pasti penyebab ikan-ikan mereka mati, masih misterius. Hasil penelitian sementara, bersama tim peneliti independen, kematian ribuan ton ikan karena kekurangan oksigen, akibat cuaca tak menentu. Namun mereka masih menunggu hasil resmi Dinas Peternakan dan Perikanan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Simalungun maupun provinsi. Mereka sudah mengambil sampel ikan dan air.

Siallagan mengatakan, sehari setelah kematian miterius pelahan mereka mulai mengangkut bangkai-bangkai ikan  dengan menyewa alat berat. Pada hari kedua, mereka mengangkut sekitar 800 ton ikan. Belum semua terangkut, masih banyak mengapung. Hari ketiga, bau busuk mulai menyengat. Dia bersama pemilik keramba jaring apung terus mengangkut dan membuat lubang besar untuk mengubur bangkai ikan ini.

Pada Jumat (6/5/16), ratusan warga di Haranggaol turun ke Danau Toba, bergotong royong membantu membersihkan danau yang penuh bangkai ikan. Dibantu alat berat, lebih 500 ton ikan dibawa lalu ditimbun. Mereka masih terus membersihkan danau hingga Minggu (8/5/16).

“Dari pemerintah belum ada bantuan menyelesaikan masalah ini. Mereka hanya datang, ambil sampel lalu pergi.”

Dia menceritakan, peristiwa serupa pada 2004 dengan penyebab virus Koi Herves Virus (KHV). “Yang sekarang belum pasti, dugaan awal kekurangan oksigen, ” kata Siallagan.

Begini bentuk ikan-ikan yang mati tiba-tiba di Kecamatan Haranggaol, Kawasan Danau Toba. Foto: Ayat S Karokaro
Begini bentuk ikan-ikan yang mati tiba-tiba di Kecamatan Haranggaol, Kawasan Danau Toba. Foto: Ayat S Karokaro

Di Danau Toba, katanya, setidaknya ada 3.300 keramba jaring apung mas dan nila, sekitar 200 kolam di Kecamatan Haranggaol. Kawasan ini, salah satu pemasok terbesar ikan-ikan ini di Sumut.

Jannes Saragih, Camat Haranggaol Horison, mengatakan, masih fokus mengangkut dan membersihkan Danau Toba di Haranggaol dari bangkai ikan. Jika tak segera diangkut, bisa berbahaya bagi kesehatan warga sekitar. Juga bisa mengancam kehidupan biota air tawar di sana.

Dia juga belum mengetahui penyebab pasti kematian karena masih dalam penelitian laboratorium baik pemerintah kabupaten maupun provinsi.  Dia mendapatkan informasi, tim peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) juga turun mencari penyebab utama kematian.

Banyak faktor 

Prof. Krismono, ahli Balai Pemulihan dan Konservasi Alam Sumberdaya Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menjelaskan dari analisis dan dugaan awal kematian ikan karena beberapa faktor alam. Selama setengah tahun terakhir, katanya, tak ada ombak menyebabkan tak ada angin. Karena kondisi ini produksi oksigen di bawah Danau Toba minim.

Faktor lain, beberapa hari tak ada matahari hingga produksi oksigen tak ada. Kekeruhan air bawah Danau Toba juga tinggi. Analisisnya, massa air terangkat dari bawah ke atas. Massa air bawah berkualitas jelek. Jika di laut menguntungkan, karena banyak plankton. Di Danau Toba, yang naik malah limbah pakan.”

“Itu yang menghadap ke keramba dangkal. Jadi kematian dari titik sana,” kata Krismono.

Ikan mati yang dimasukkan kantong buat dikubur. Foto: Ayat S Karokaro
Ikan mati yang dimasukkan kantong buat dikubur. Foto: Ayat S Karokaro

Dia juga menyebut, faktor lain diduga internal keramba jaring apung yang melampaui daya dukung perairan, misal tak ada dukungan tata ruang. “Harusnya satu keramba diisi 3.000-5.000 ekor, yang terjadi, sedikitnya ada 10.000, terjadi kelebihan kapasitas.” Belum lagi, selama ini panen ukuran 0,5 kilogram. “Kemarin lebih satu kilogram. Tempat tak mendukung dalam satu keramba.”

Kalau masalah residu makanan, katanya, kemungkinan  tak ada. Dia melihat,  sebelah kiri ikan mati,  ternyata ikan lain masih hidup.“Patin masih saya lihat hidup, begitu juga ikan kecil dan bagian kiri di sekitar lokasi kematian masih hidup. Kalau karena pakan, kecil kemungkinan,” katanya.

Dia menyarankan, keramba jaring apung harus memenuhi tata ruang, mengurangi bahan organik seperti menerapkan teknologi hidroponik, untuk menaikkan air. “Pemerintah juga lakukan pembinaan.”

Pemilik keramba dibantu warga mulai mengangkut bangkai-bangkai ikan buat dikubur. Foto: Ayat S Karokaro
Pemilik keramba dibantu warga mulai mengangkut bangkai-bangkai ikan buat dikubur. Foto: Ayat S Karokaro
Bangkai ikan mulai membusuk siap diangkut untuk dikubur. Foto: Ayat S Karokaro
Bangkai ikan mulai membusuk siap diangkut untuk dikubur. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,