, , ,

Konflik Tukar Guling Lahan, Petani Wetan Malah Terjerat UU Perusakan Hutan

Kiai Nur Aziz, sehari-hari menggarap lahan pertanian di Desa Surokonto Wetan, Kendal, Jawa Tengah. Senin (2/5/16), sepucuk surat dia terima dari Polres Kendal, Jateng. Ini surat panggilan kepada Azis untuk pemeriksaan polisi. Ternyata, dia ditetapkan sebagai tersangka atas laporan Rovi Tri Kuncoro, ADM Perum Perhutani, KPH Kendal. Dia dituding menyuruh, mengorganisir atau menggerakkan dan pemufakatan pembalakan liar (menggunakan kawasan hutan tak sah). Lagi-lagi warga terjerat UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).  Aziz tak sendiri. Dua warga Surokonto Wetan juga tersangka,  yakni Mudjiyono, dan Sutrisno Rusmin.

Sebenarnya, masyarakat Desa Surokonto Wetan, sudah menggarap lahan perkebunan sejak 1952. Kriminalisasi bermula, kala pembangunan pabrik Semen Indonesia di Kecamatan Gunem, Rembang, merencanakan penambangan batu kapur sebagai bahan baku semen. Lahan di Rembang, berada di kawasan hutan, lalu tukar guling lahan di Desa Surokonto Wetan, Kecamatan Pageruyung, Kendal seluas 125,53 hektar.

Berdasarkan data LBH Semarang, berita acara pada 21 Juni 2013 menyebutkan, tukar menukar kawasan hutan antara Kementerian Kehutanan dengan Semen Indonesia, lokasi plant site di Rembang, Jateng. Ada keputusan Menteri Kehutanan 25 September 2013 tentang penunjukan hutan produksi tetap (HPT) dari lahan pengganti—kaitan tukar menukar kawasan hutan Semen Indonesia—di Desa Surokonto Wetan, Kendal.

Panitia tata batas (PTB) Kendal mengesahkan dan menyetujui trayek batas hutan produksi dari lahan penganti kepada Semen Indonesia 30 Oktober 2013. Kemudian, pengukuran dan pemasangan tanda batas oleh Biro Perencanaan Perhutani Jateng.

PTB Kendal mengesahkan hasil dan peta tata batas HPT Kendal dari lahan pengganti Semen Indonesia November 2013 seluas 127,821 hektar. SK Menhutpun dibuat 17 April 2014.

Setelah menjadi HPT,  26 petani dilaporkan ke Polres Kendal dengan tuduhan merusak hutan.  “Lahan itu dikelola dan ditanami tanaman musiman oleh warga sejak 1972, dengan pembagian hasil dengan PT Sumurpitu,” kata Aziz.

Sejak 1956,  ada pengelolaan lahan NV. Seketjer Wringinsari, pada 1972 dilanjutkan PT. Sumurpitu Wringinsari. Sumurpitu memiliki hak guna usaha (HGU) sejak 1972-1998, diperpanjang dari 1998-2022 di lahan 127 hektar itu. Perusahaan tak mengurus lahan konsisten. Lahan tak produktif. Warga Surokonto berinisatif merawat dan menanami lahan.

“Tanpa sepengetahuan warga, Sumurpitu pada 2012 menjual lahan kepada Semen Indonesia,” kata Aziz.

Pada 2013, lahan jadi pengganti kepada Perhutani yang terkena garapan pabrik semen di Rembang. Terbitlah Keputusan Menhut pada 2014, soal penetapan sebagian kawasan hutan produksi pada hutan Kalibodri 127, 821 hektar di Kendal. Dengan dua regulasi tukar-menukar lahan  ini, tanah negara yang dibeli Semen Indonesia dari Sumurpitu berpindah kepemilikan ke Perhutani KPH Kendal.

Warga baru tahu ada SK Menhut pada Januari 2015. Perhutani mengadakan sosialiasi kepemilikan tanah dan rekruitmen warga bila ada yang mau menjadi pekerja lapangan mereka.

Seluruh lahan menjadi karet dan jati. warga Desa Surokonto akan kehilangan mata pencaharian yakni bertani dan berladang. “Bila pencaharian hilang, lantas siapa mau tanggung jawab?”

Upaya demi upaya melalui jalur silaturahmi ke berbagai pejabat dan instansi terkait sudah dilakukan. Tanpa dinyana-nyana, langkah sang kyai bersama warga, justru dianggap tindakan melawan hukum dengan dasar tuduhan tak bisa dibenarkan, berbeda antara tudingan dan realitas lapangan.

Warga tak pernah merusak hutan. “Yang dilakukan warga hanya mengatur ulang program pembagian lahan garapan yang sudah tak diolah Sumurpitu. Pengaturan-ulang ini tindak lanjut program Kantor Desa Surokonto dikawal Kecamatan Pageruyung dan Satpol PP setempat.”

Tuduhan kepada Aziz, Mudjiyono, dan Sutrisno Rusmin, tak berdasar. “Kami hanya ingin memperjuangkan hak-hak warga.”

Muhnur Satyahaprabu dari Walhi Nasional mengatakan, tindakan Polres Kendal jelas kriminalisasi petani. Tukar guling kawasan hutan untuk pertambangan dan pendirian pabrik Semen Indonesia, katanya,  seharusnya tak menjadi konflik jika status lahan jelas (clear and clean/CnC). Dengan konflik ini, katanya, membuktikan status tanah belum selesai. Dalam proses juga tak melibatkan masyarakat terdampak.  “Ini makin memperpanjang konflik sektor perkebunan yang merugikan petani,” katanya.

Pada 2016, data Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), menyebutkan, setidaknya ada 127 konflik sektor perkebunan, disusul 70 konflik sektor infrastruktur. Selain itu, masih puluhan konflik besar melibatkan sektor pertanian.

“Salah satu daerah konflik Perhutani di Jateng dari 2014 hingga kini seperti di Desa Surokonto. Sudah. Seharusnya Perhutani dievaluasi sebagai BUMN, jika perlu dibubarkan.”

Dihubungi terpisah, Adm Perhutani KPH Kendal, Sunarto mengatakan, melaporkan Nur Aziz cs karena berbagai upaya diacuhkan. “Kami tak masalah  lahan digarap warga, nanti mekanisme kita rumuskan bersama, yang sama-sama saling menguntungkan,” katanya.

Dia meminta warga menggugat keputusan penetapan kawasan hutan untuk tukar guling lahan ini. “Jika warga menang, otomatis lahan kami kembalikan ke petani,” kata Sunarto.

Dia mengatakan, yang mereka lakukan sudah tepat. “Sebagai pelaksana lapangan, kami melakukannya berdasarkan surat keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jika warga meminta kami mencabut surat, sudah tentu bukan keputusan dan wewenang kami.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,