,

Mongabay Travel : Napak Tilas Sunan Kalijaga yang Melestarikan Sungai dan Habitat Monyet Ekor Panjang

Apa yang paling agresif mendorong pelestarian alam? Aturan hukum? Ternyata tidak. Di sejumlah daerah, yang paling memengaruhi adalah sastra. Baik lisan maupun tertulis.

Demikian juga di Desa Kandri, Semarang, Jawa Tengah. Di kawasan ini ada wisata alam yang berpijak pada penghormatan perjalanan Sunan Kalijaga dalam upaya membawa kayu dari hutan sebagai bahan baku Masjid Agung Demak.

Disebutkan Kanjeng Sunan Kalijaga sedang berjuang membawa kayu jati untuk tiang Masjid Agung Demak dari sebuah hutan kayu jati besar. Dipilihlah sungai yang salah satunya melewati Desa Kandri untuk mengirimkan kayu besar itu.

Kemudian warga Kandri membuat atraksi wisata river tubing. Menyusuri sungai, napak tilas perjalanan Kalijaga dengan ban karet bekas truk tronton.

Kontur sungainya yang tak dalam serta berbatu, menjadikannya pilihan yang pas untuk berarung jeram. Lokasi start menikmati river tubing ini sekitar satu jam dari pusat kota Semarang, menuju perbukitan Jalan Raya Kandri yang hijau. Perjalanan agak berkelok sampai tiba di perkampungan dengan jalan menyempit dan kebun pangan di kanan kirinya.

Pengelola wisata membuat Omah Pinter Petani, sebuah wantilan terbuka tempat belajar dan penyambutan tamu. Ada kolam-kolam ikan, dan pepohonan serta sawah di sekitarnya.

Edi Zunaedi, pengelola ekowisata desa Kandri memperkenalkan river tubing dengan video yang agak memabukkan. Saat pengenalan di Omah Pinter Petani, diperlihatkan orang-orang yang melemparkan dirinya dengan ban dari jeram sekitar 2 meter. Bikin nyali ciut. Tiap orang bawa ban bekas truk tronton hitam trus mendorong tubuh ke belakang dan byurrr….

Lalu mereka menggelinding di jeram-jeram kecil, berkelok-kelok di batu besar sambil mengangkat kakinya. Duh, saya tak bawa sepatu yang cocok. Kalau nyeker pasti terantuk tebing-tebing dan batu itu. Apalagi lihat video orang tenggelam dan menyembul kembali diseret arus. Bagi pemakai kacamata minus, bagaimana bila jatuh ke dasar sungai? Banyak kerisauan berkecamuk. Tapi jangan menyurutkan niat, karena takut menyesal.

Untuk mencegah kacamata minus hilang, gunakan tali pengaman yang mengikat gagang jika nanti tergelincir. Jika minus sedikit dan masih bisa melihat, sebaiknya tak mengenakan kacamata. Jika tak bisa berenang juga jangan risau, karena ada jaket pelampung untuk tiap peserta.

Sebuah pickup datang membawa perlengkapan keamanan, life jacket, penutup lutut dan tempurung lengan. Gerombolan travel blogger dengan sukacita naik ke punggung pickup, bercanda ria melewati kebun-kebun ketela, buah, dan sawah.

Jalanan kampung Kandri saat itu agak sepi. Beberapa kali pickup terhenti sejenak, sejumlah anak muda melompat ke bak. Oh ternyata mereka pemandu river tubing, sudah siap mengenakan life jacket warna oranye.

Sekitar 10 menit sampailah di jembatan, lokasi start. Di sana sudah ada belasan pemandu lain dan tumpukkan ban-ban, alat utama untuk mengarungi 3 km jalur river tubing.

Pemimpin pemandu mengajak pemanasan, merenggangkan otot agar lebih lemas dan tak mudah kesemutan. Kemudian menjelaskan beberapa teknik mengemudikan ban-ban alias tube ini.

Oh ya, pria tengah baya ini juga cukup lama berkisah mengenai jejek sejarah sungai Kranji ini. “Jadi kita napak tilas perjalanan Sunan Kalijogo,” ujar si mas ini. Ia mengingatkan kalau tenggelam jangan panik, santai saja.

Saat pengunjung mencoba river tubing di desa wisata Kandri, Semarang, Jawa Tengah.  Paket wisata ini juga menjadi napak tilas Sunan Kalijaga dalam menjaga sungai dan goa Kreo. Foto : Facebook Desa Wisata Kandri
Saat pengunjung mencoba river tubing di desa wisata Kandri, Semarang, Jawa Tengah. Paket wisata ini juga menjadi napak tilas Sunan Kalijaga dalam menjaga sungai dan goa Kreo. Foto : Facebook Desa Wisata Kandri

Dimulailah lempar melempar tubuh ke belakang ini. Jeramnya deras. Suaranya membuat hati berdesir. Satu dua orang sudah menegakkan nyalinya dan sukses hanyut.

Arus belum kencang. Sampai akhirnya terpelanting melewati jeram miring pertama. Ban terlepas. Agak panik, tapi kemudian ingat pesan pemandu. Tinggal cari ban yang sudah meninggalkan kita dan duduki lagi. Setelah beberapa lama berdaptasi, baru menikmati jeram-jeram lain. Ditambah gemericik air di lipatan tebing dan lumut-lumut yang hijau aduhai.

Perjalanan sekitar dua jam timbul tenggelam pakai ban bekas ini. Anak muda para pemandunya baik dan sabar. Siap sedia mengambilkan ban yang terlepas, membantu melewati jeram, dan semua yang diperlukan.

Sampai garis akhir perjalanan, sudah tersedia camilan nikmati pisang rebus, talas dan minuman sirup dengan kolang-kaling. Banyak sekali pohon buah kenyal-kenyal itu di sini, jadi semua camilan hasil panen Desa Kandri.

Pulangnya peserta jalan kaki sekitar 20 menit melewati perkebunan menuju pickup yang menunggu. Kembali ke tempat rehat awal. Di Omah Pinter ada kamar mandi dan sendang, sumber air alami untuk membasuh tubuh. Beberapa sendang diyakini bertuah, bisa mendengar doa seseorang dan mengabulkannya. Inilah kearifan lokal lain soal perlindungan sumber air.

Petualangan ditutup makan siang nasi Kethek berbungkus daun jati dan kelapa muda racikan warga sekitar. Kethek itu bahasa lokal untuk monyet. Kawanan monyet ekor panjang dihormati dan hidupnya berdampingan dengan manusia tanpa saling merusak. Apa pasal?

Goa Kreo

Setelah Kanjeng Sunan Kalijaga berhasil memotong kayu besar untuk bahan pendirian tiang Masjid Agung Demak, kayu dihanyutkan di sebuah kali. Namun kayu tersebut tak bisa hanyut tersangkut di kali Kreo. Di tempat ini kemudian Kanjeng Sunan memutuskan untuk berhenti. Para monyet yang banyak di sekitar sungai diminta menjaganya.

Seekor kera ekor panjang meminum air kemasan yang diberikan pengunjung di dekat pintu masuk goa Kreo, Semarang, Jawa Tengah yang sering jadi tempat meditasi ini. Foto : Luh De Suriyani
Seekor kera ekor panjang meminum air kemasan yang diberikan pengunjung di dekat pintu masuk goa Kreo, Semarang, Jawa Tengah yang sering jadi tempat meditasi ini. Foto : Luh De Suriyani

Kata “Kreo” berasal dari kata Mangreho yang berarti peliharalah atau jagalah. Alkisah ada sebuah goa yang menjadi habitat monyet penjaga kayu ini. Dinamakan Goa Kreo.

Kawasan Wisata Goa Kreo Semarang ini berada di Dukuh Talun Kacang, Desa Kandri, Kecamatan Gunungpati, Semarang. Hanya sekitar 20 menit dari lokasi river tubing. Kawanan Macaca fascicularis, termasuk monyet yang cukup jinak. Jadilah Goa Kreo objek wisata yang makin ramai dengan kisah Sunan Kalijaga, monyet, dan bentang alamnya.

Di kawasan Goa Kreo dibangun Waduk Jatibarang, dibuat sejak Oktober 2009 dan berfungsi sebagai pengendali banjir di Kota Semarang serta menjaga ketersediaan air minum. Terlihat sangat lapang  seperti danau karena luasnya 46,56 hektar.

Patung-patung monyet dan diorama perjalanan Sunan Kalijaga terlihat di kawasan ini. Panoramanya indah dengan tambahan jembatan untuk menghubungkan kawasan inti Goa Kreo. Ratusan monyet rehat atau suntuk makan dari kacang dan kue yang diberikan pengunjung. Ada yang main ayunan dan bercengkrama.

Seorang juru kunci alias penunggu goa, pria tua menyapa ramah. Dengan senang hati ia berkisah jika diminta tentang riwayat Sunan Kalijaga dan monyet-monyet ini. Kawanan monyet ini katanya ada yang berwarna merah, putih, dan kuning dan hanya yang punya mata batin kuat bisa melihatnya. Para monyet terlihat jinak, mereka juga sudah terbiasa makan dan minum kemasan pemberian pengunjung. Nah ini bisa jadi ketergantungan di masa depan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,