Susi Geram Kapal Pencuri Ikan Dibebaskan PN Tanjung Pinang

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti geram atas putusan yang dikeluarkan Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, 11 Juli, berkaitan dengan kapal asing yang diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal. PN Tanjung Pinang memutus bebas nakhoda kapal tersebut yang bernama Shoo Chiau Huat.

Susi yang ditemui seusai menghadiri Halal Bi Halal yang dilaksanakan Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengaku heran dan tak bisa mempercayai putusan yang dikeluarkan pengadilan negeri Klas 1 tersebut. Menurutnya, putusan tersebut sama sekali tidak memperlihatkan keadilan di Indonesia.

“Ini insiden kedua setelah (putusan) Hai Fa yang merupakan kapal dari Tiongkok. Sekarang terulang lagi,” ucap dia.

Karena merasa ada yang tidak beres, Susi yang mengatasnamakan KKP kemudian mengajukan kasasi kasus tersebut ke Pengadilan Tinggi Kepri. Dia berharap, proses hukum yang berjalan di pengadilan tinggi bisa berjalan lebih baik dan adil.

“Kami ingin memperlakukan tindakan Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing dari negara mana pun dengan adil dan tegas. Tidak memilah-milah dari negara mana mereka berasal. Saya harap semua mengawasi proses kasasinya,” harap dia.

KKP langsung mengajukan kasasi pada 11 Juli lalu dengan tuntutan 2 tahun penjara dan penyitaan semua barang bukti, termasuk kapal MV Selin. Melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Kepri, KKP menuntut nakhoda Shoo dengan dakwaan tunggal dengan hukuman dua tahun penjara, denda Rp1,5 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Akan tetapi, meski masih berupa dugaan, namun Susi mengaku meyakini bahwa kapal asing tersebut melakukan pelanggaran karena sudah memasuki wilayah perairan Indonesia tanpa izin. Tidak hanya itu, kapal asing tersebut juga diduga kuat melakukan penangkapan ikan secara ilegal di Indonesia.

“Sesuai dengan konsensus nasional, kapal yang melakukan pelanggaran pencurian ikan memang harusnya disita untuk ditenggelamkan ataupun jadi monumen perikanan. Ini sangat memprihatinkan,” tutur dia.

Susi menegaskan, putusan yang dibuat PN Tanjung Pinang jelas sudah tidak masuk akal. Karena, para pelakunya sudah jelas melakukan pelanggaran hukum di Indonesia. Tak hanya melanggar Undang-Undang Keimigrasian, kapal MV Selin melanggar karena tak memiliki izin berlayar, dan juga melakukan pencurian ikan.

“Hal itu, karena mereka berlayar tanpa memiliki surat laik operasi kapal perikanan atau SLO. Tak ada satu pasal pun yang mengharuskan pelakunya bebas,” jelas dia.

“Namun, ternyata, mereka juga mencuri ikan. Kurang apalagi (buktinya)? Saya heran,” tambah dia.

Kapal Aneh

Kapal pelanggar kedaulatan hukum Indonesia tersebut diketahui bernama MV Selin. Kapal ini adalah kapal pancing ikan yang ditangkap oleh tim Western Fleet Quick Response (WFQR) Lantamal IV Tanjung Pinang di perairan Indonesia, pada 16 April lalu.

Saat ditangkap, Lantamal IV mengamankan seorang nakhoda berkewarganegaraan Singapura, tiga orang WNI, dan 13 penumpang yang semuanya berkewarganegaraan Singapura dan Malaysia.

Dari keterangan Susi Pudjiastuti, kapal asing tersebut adalah kapal yang berbendera Ekuatorial Gini yang memiliki bobot 78 gros ton (GT). Kapal tersebut dinakhodai Shoo Chiau Huat yang diketahui berkewarganeraan Singapura.

Susi menerangkan, kapal tersebut ditangkap karena diduga melakukan penangkapan ikan ilegal melalui barang bukti berupa enam buah alat pancing dan 20 ekor ikan campuran. Secara resmi, kapal tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian dan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

“Kapal ini aneh, benderanya Guinea Equatorial, diawaki Singapura tetapi menangkap ikan di Indonesia. Saya harap keputusan kami untuk kasasi ini dimenangkan kembali karena tidak ada pasal yang mengharuskan mereka bebas,” kata dia.

Karena ada insiden tersebut, Susi berjanji untuk meningkatkan lagi kewaspadaannya terhadap proses hukum kapal-kapal pelaku pencurian ikan di Indonesia. Dia meminta, semua pihak ikut mengawal semangat menjaga tersebut.

“Ikan kita sudah banyak, kebijakan sudah benar, sudah bisa naikan Produk Domestik Bruto (PDB) luar biasa di sektor perikanan dan nilai tukar nelayan. Jangan sampai pembebasan satu kapal ini membuat kapal yang sudah pergi balik lagi ke Indonesia karena menganggap Indonesia sudah bebas,” sebut dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,