Karang Polip Besar, Karang Hias Unik yang Perlu Perhatian

Keberadaan karang polip besar secara alamiah sangat jarang ditemukan di dataran terumbu karang, meski dalam beberapa laporan dapat ditemukan di sebuah kawasan yang luas. Jika pun ada, karang jenis ini mendapat ancaman eksploitasi yaitu dimanfaatkan sebagai karang hias. Padahal jenis karang polip ini memiliki tingkat pertumbuhan yang amat lambat.

Prinsip kepemilikan bersama yang ada di perairan laut membuat pemanfaatan karang hias ini dikuatirkan melebihi prinsip keberlanjutan (sustainable use). Hamparan luas dan jumlah koloni yang banyak bukanlah sebuah jaminan, jika tidak terdapat managemen di lokasi pemanfaatan.

Untuk kepentingan itu, penulis bersama Kelompok Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Sumberdaya Pesisir yang diketuai Dr. Taslim Arifin melakukan kajian ini, termasuk meliputi lokasi-lokasi yang jarang dijelajahi oleh pencari karang hias maupun para peneliti sendiri. Penelitian ini juga mengambil uji multi parameter langsung di lapangan maupun  pengambilan sampel air untuk uji lebih lanjut di laboratorium.

Perairan Teluk Saleh yang berada di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat merupakan lokasi yang diteliti untuk mengumpulkan kondisi terumbu karang. Menurut konfirmasi dari kolektor karang hias, lokasi hamparan karang polip besar ini masih banyak dijumpai di perairan ini.

Dari hasil survey lapangan yang dipimpin oleh Yulius, M.Si. di kawasan ini jumlah karang hias dalam jumlah yang banyak dan area yang luas dapat dijumpai, khususnya untuk jenis Trachyphyllia jardinei. Diperkirakan jumlahnya meliputi ratusan koloni di satu lokasi, sungguh diluar dugaan sebelumnya. 

Disamping jenis Trachyphyllia jardinei juga ditemukan Catalaphyllia geoffroyi, Goniopora sp dan Diaseris sp. Hamparan karang polip besar di Teluk Saleh untuk jenis Trachyphyllia jardenei dan Catalaphyllia geoffroyi berada pada kedalaman 12 m, memiliki dasar berpasir dan pecahan serta patahan karang maupun kerang.

Penemuan ini menjadi informasi berharga terutama bagi peneliti. Hasil ini dapat dipakai untuk mendukung kegiatan budidaya atau propagasi (transplantasi) dengan metode domestikasi sesuai dengan habitat dan kondisi lingkungannya baik di alam maupun di farm nantinya.

Temuan jumlah karang polip di Teluk Saleh ini tergolong temuan langka, bahkan bagi penulis sendiri. Menurut penuturan M. Abrar, peneliti dari P2O LIPI, jenis yang sama pernah ditemukan di perairan Lamalera, Alor, Nusa Tenggara Timur dalam jumlah signifikan, dan juga pernah ditemukan di Pangkep, Sulawesi Selatan meski jumlahnya sedikit. 

Khusus untuk jenis Catalaphyllia geoffroyi dalam jumlah yang besar dan dalam kawasan yang luas bahkan pernah penulis jumpai lebih dari seribu koloni dalam satu kawasan di Pulau Padei, Sulawesi Tengah pada tahun 2002.

Meski demikian, keberadaan karang polip di Teluk Saleh pun bukannya tanpa potensi ancaman. Berada di perairan tertutup, karang ini akan menghadapi kompetisi tinggi akibat tingkat kecerahan air yang rendah. Hal itu pun ditambah masih adanya penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti bom dan racun potasium.

Sebagai catatan, hanya jenis karang tertentu saja yang dapat tahan dengan air keruh, namun tidak ada satu jenis karangpun yang selamat dengan penggunaan alat tangkap seperti bom dan racun potasium.

Jika bom memberikan dampak langsung saat kejadian dimana karang akan berantakan, patah dan pindah dari posisi, maka dampak racun baru terdeteksi setelah beberapa hari, seminggu hingga sebulan tergantung pada konsentrasi zat yang digunakan, kondisi arus perairan, dan intensitas penggunaannya.

Hasilnya dapat terlihat dan terbukti dengan adanya tutupan karang hidupnya sangat rendah dan tidak menjadi habitat ikan untuk bersembunyi karena tidak lagi mendukung secara strukturnya.

Karang jenis Catalaphyllia geoffroyi di temukan pada lokasi yang sama dengan hamparan karang Trachyphyllia jardenei. Foto: Ofri Johan
Karang jenis Catalaphyllia geoffroyi di temukan pada lokasi yang sama dengan hamparan karang Trachyphyllia jardenei. Foto: Ofri Johan

Kegiatan Budidaya dan Pemetaan Potensi

Untuk tujuan budidaya dan konservasi, dalam tingkat skala penelitian, maka propagasi karang hias polip besar ini sedang dilakukan oleh penulis di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Proyek ini dilakukan lewat dukungan APBN 2016, melalui Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok bekerjasama dengan CV. Cahaya Baru, salah satu eksportir yang mendukung kegiatan penelitian karang polip besar ini.

Tujuan uji coba propagasi ini adalah untuk membuktikan kemungkinan substitusi permintaan karang polip besar yang selama ini masih mengandalkan eksploitasi alam. Jenis karang polip besar ini memiliki kekhususan, karena penanganannya lebih spesifik dibandingkan dengan jenis karang yang umum dan banyak ditemukan di semua lokasi di perairan Indonesia.

Jenis karang polip besar yang dipropagasikan mencakup Trachyphyllia jardenei, dan 5 jenis karang polip besar lainnya yaitu Scolymia sp, Cynarina lacrymalis, Plerogyra sinuosa, Physogyra sp dan Nemenzophyllia sp yang ditanam di kedalaman berbeda 5 m, 10 m dan 15 m yang bertujuan untuk melihat kondisi lingkungan yang optimum bagi pertumbuhan karang.

Penulis menyadari pemilihan lokasi ini akan amat mendukung keberhasilan hidup karang polip besar terkait kondisi lingkungan dan aman dari predator.

Hingga saat ini, kendala yang dijumpai hingga tahap ini diantaranya munculnya pemutihan dan perubahan warna menjadi kepucatan dibanding kondisi awal. Kendala lain adalah tentakel karang terutama jenis Nemenzophyllia sp menjadi santapan ikan dari kelompok Chaetodontidae (kepe-kepe) yaitu jenis Chaetodon octofasciatus dan dari kelompok wrasses (Labridae).

Untuk mengantisipasi hal ini, penulis menggunakan jaring untuk menutupi rak tempat karang tersebut berada.

Selain usaha propagasi, maka menjadi penting pula dilakukan pemetaan potensi dan pola pengelolaan pemanfaatan yang berdasarkan sebaran per lokasi dan jumlah populasi per spesies. Dengan demikian, rancangan ini akan membantu usaha pengaturan pemanfaatan karang polip besar sehingga dapat menjamin kekuatiran akan kehilangan spesies di lokasi yang ada saat ini.

*  Dr. Ofri Johan, M.Si. Peneliti di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok, Kementerian Kelautan dan Perikanan.   

Yulius, M.Si.  Peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,