Proses perizinan dan pinjaman bank PT. Tenaga Listrik Bengkulu untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 x 100 MW di Pulau Baai dan Jaringan Transmisi 150 kV Pulau Baai – Air Sebakul harus dihentikan. Mengingat, lokasi rencana pembangunan tersebut diduga tidak sesuai Perda No 02 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu Tahun 2012 – 2032 dan Perda No. 14 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bengkulu Tahun 2012 dan 2032.
Direktur Walhi Bengkulu Beni Ardiansyah, mengemukakan hal itu kepada Mongabay Indonesia, Selasa (30/8/16). “Gubernur Bengkulu dan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bengkulu perlu mengetahuinya. Kami akan melakukan dengar pendapat (hearing) dengan mereka.”
Memang, sambung Beni, Perda No 02 Tahun 2012 mengatur rencana struktur ruang untuk pengembangan pembangkit listrik. Akan tetapi, ruang untuk pembangunan pembangkit PLTU bukanlah di Pulau Baai, Kelurahan Teluk Sepang, Kecamatan Kampung Melayu. “Pasal 23 ayat (1) huruf (d) Perda No. 02 Tahun 2012 menyatakan, pembangunan listrik pembangkit baru meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Napal Putih.”
Begitu pula Perda No 14 Tahun 2012, lanjut Beni, mengatur ruang untuk jaringan transmisi listrik berupa saluran udara tegangan tinggi (SUTT). Namun, tidak melewati wilayah Kelurahan Teluk Sepang. “Pasal 27 ayat (2) huruf (b) Perda No. 14 Tahun 2012 menyatakan SUTT melewati Kelurahan Suka Merindu, Tanjung Agung, Tanjung Jaya, Semarang dan Kelurahan Surabaya Kecamatan Sungai Serut, Kelurahan Sukarami Kecamatan Selebar, Kelurahan Timur Indah Kecamatan Singaran Pati dan Kelurahan Bentiring Kecamatan Muara Bangkahulu.”
Bila Gubernur Bengkulu tetap memberi izin, tentu bisa berkonsekuensi hukum dan menghilangkan kepercayaan masyarakat. “Kami masih melakukan kajian apakah ini skenario gubernur atau jebakan politik. Jika memang skenario, tentunya harus siap menghadapi gugatan hukum.”
Penghentian proses perizinan harus dilakukan terkait dampak negatif pengoperasian PLTU terhadap lingkungan hidup. “Bukan hanya risiko pencemaran udara, tetapi juga potensi terjadinya hujan asam dan pelepasan emisi gas rumah kaca yang bisa mempercepat kenaikan temperatur serta memicu penurunan produktivitas komoditi perkebunan dan pertanian.”.
Terkait pinjaman bank, Beni menuturkan, OJK perlu mengetahui dugaan pelanggaran tersebut. “Jika diberikan, bisa memunculkan persepsi bahwa perbankan membiayai kegiatan yang diduga melanggar aturan. Tentunya akan menimbulkan kekecewaan masyarakat,” imbuhnya.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu Syofwin Syaiful mengatakan, pelayanan proses perizinan dilakukan setelah mengetahui hasil kajian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bengkulu. Intinya, apakah lokasi rencana pembangunan PLTU tidak bertentangan dengan Perda No 02 Tahun 2012.
“Pada perda memang dinyatakan, pembangunan listrik di Napal Putih. Kata meliputi itu, menurut penjelasan Bappeda dalam suatu pertemuan, berarti tidak mungkin satu. Oleh karena itu, lokasi rencana pembangunan di Teluk Sepang dianggap tidak menyalahi perda.”
Mengenai dampak terhadap lingkungan hidup, menurut Syofwin, pasti ada, sehingga penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan dilakukan. “Pembangunan berkelanjutan itu berarti pembangunan berjalan, lingkungan terjaga, dan masyarakat sejahtera. Tidak mungkin pemerintah mengorbankan masyarakat,” ujar Syofwin.
Dokumen
Berdasarkan dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup, diketahui lokasi PLTU akan dibangun di lahan milik PT. Pelindo II Bengkulu seluas 30 hektare. Pembangunan 73 tower jaringan transmisi dilakukan sepanjang 22,3 km dan lebar 26 meter atau seluas 57,98 ha di lahan penduduk berupa kebun karet, kelapa sawit, kebun campuran, sawah, dan tegalan.
Kebutuhan batubara untuk pengoperasian PLTU adalah 136,62 ton per jam atau 3.278,88 ton per hari. Abu hasil pembakarannya diperkirakan 14,48 ton per jam meliputi 11,58 ton per jam abu terbang dan 2,9 ton per jam abu bawah. Sisa abu terbang yang diolah menggunakan electrostatic precipitator akan dibuang melalui cerobong dengan ketinggian 120 meter dan diameter 4,7 meter. Dalam setahun diperkirakan volume abu batubara yang dihasilkan sekitar 20.162 ton.
Air yang akan digunakan untuk pengoperasian adalah air laut sebanyak 52.230 meter kubik per jam. Air bekas pengoperasian yang bersuhu 40 – 45 derajar Celcius akan dibuang kembali ke laut melalui pipa.
Berdasarkan Pemberitahuan Keterbukaan Informasi PT. Intraco Penta No. 025/INTA-LEG/XI/2015 tertanggal 27 November 2015 diketahui PT. Tenaga Listrik Bengkulu adalah perusahaan milik konsorium Sinohydro Hong Kong (Holding) Limited (grup Power Construction Corporation of China) dan PT. Intraco Penta. Sinohydro Hong Kong melalui anak usahanya Bengkulu Power (Hong Kong) Co Limited memiliki 70 % saham, dan PT. Intraco Penta melalui anak usahanya PT Inti Daya Perkasa memiliki 30 % saham.
PT. Tenaga Listrik Bengkulu yang efektif berdiri pada 12 November 2015 telah memperoleh izin prinsip penanaman modal asing dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 2895/1/IP/PMA/2015 dengan nomor perusahaan 12338.2015 tertanggal 3 November 2015.
Perusahaan ini diberikan waktu untuk mencari sumber pendanaan selama 12 bulan. Nilai investasi pembangunan PLTU dan jaringan transmisinya Rp2,8 triliun dengan modal sendiri Rp10 miliar, pinjaman luar negeri Rp1,36 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp1,43 triliun.