Tiga Penyelundupan di Laut Berhasil Digagalkan. Apa Saja?

Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti merilis tiga upaya penyelundupan melalui laut Indonesia.

Ketiga kasus adalah, penyelundupan 166.475 kg Amonium Nitrat dengan nilai Rp24,97 miliar, penyelundupan 10 kontainer frozen pacific mackarel dari Jepang dan 1 kontainer frozen squid dari Tiongkok.

Terakhir, atau ketiga, adalah penyelundupan 71.250 ekor benih lobster dan sudah dilepasliarkan di perairan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa.

“Kami berhasil menggagalkan penyelundupan bahan peledak yang akan merusak laut kita. Ini (barang selundupan) dari Malaysia,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani sesuai ekspos kepada publik di setelah Presiden Jokowi meresmikan Pelabuhan Kalibaru, Tanjung Priok, Jakarta, pada Selasa (13/9/2016).

Penggagalan tersebut, menurut Sri, diharapkan bisa menyelamatkan laut Indonesia lebih baik lagi. Karena, bahan kimia yang diselundupkan ituadalah bahan untuk membuat bom yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan.

Sementara, Susi Pudjiastuti mengatakan, gagalnya penyelundupan 71.250 ekor benih lobster, menjadi bukti bahwa komoditas penting tersebut diminati oleh negara lain untuk dibudidayakan. Harga lobster ukuran konsumsi dengan ukuran lebih dari 200 gram, kata dia, diketahui sangat mahal.

“Harganya bisa mencapai Rp400 ribu sampai Rp500 ribu,” tegas dia.

Percepat Dwelling Time

Reputasi Pelabuhan Internasional Tanjung Priok sebagai salah satu pelabuhan dengan waktu tunggu bongkar muat (dwelling time) cukup lama di dunia, perlahan mulai dihilangkan. Tekad tersebut salah satunya, dengan membangun terminal baru dengan nama nama Terminal Peti Kemas Kalibaru yang dioperasikan secara bersama oleh dua perusahaan.

Kehadiran terminal baru yang sudah beroperasi secara komersil sejak 18 Agustus lalu itu, diharapkan bisa memangkas dwellingtime dari yang saat ini berlaku di kisaran 3,7 hari hingga menjadi mencapai 2 hari saja atau lebih.

Harapan tersebut diungkapkan langsung Presiden RI Joko Widodo yang hadir di Kalibaru saat meresmikan terminal baru tersebut. Menurut dia, waktu tunggu bongkar muat kapal saat ini masih lama dan membuat Indonesia tidak bisa bersaing dengan pelabuhan besar lain di dunia, khususnya Singapura.

“Semua negara saat ini berlomba melakukan inovasi. Indonesia juga demikian harusnya. Dua tahun lalu, saya ke sini (dwellingtime) masih 6 sampai 7 hari, saya ikut terus sampai sekarang. Sekarang sudah 3,7 hari, saya mintanya 2 (hari) saja,” ucap dia.

Presiden Jokowi saat meninjau dan meresmikan Terminal 1 Peti Kemas Kalibaru, Tanjung Priok, Jakarta, pada Selasa (13/9) pagi. Foto: Sekretariat Kabinet
Presiden Jokowi saat meninjau dan meresmikan Terminal 1 Peti Kemas Kalibaru, Tanjung Priok, Jakarta, pada Selasa (13/9) pagi. Foto: Sekretariat Kabinet

Harapan Presiden tersebut, diungkapkan karena dia menilai saat ini negara lain sudah menerapkan kebijakan yang selangkah lebih maju dari Indonesia. Karenanya, waktu tunggu bongkar muat kapal di pelabuhan-pelabuhan internasional yang ada di negara tersebut juga semakin pendek dan itu meningkatkan daya saing mereka di level bisnis internasional.

“Kita tidak boleh menjadi penonton dalam persaingan ini, penonton dalam era kompetisi,” tambah dia.

Sebelum mengungkapkan waktu menjadi 2 hari-an, Presiden lebih dulu mendapatkan laporan dari Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Elvyn G. Massasya dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Dari keduanya, Presiden tahu bahwa dwelling time masih ada di kisaran 3,2 hingga 3,7 hari.

Lebih lanjut Joko Widodo mengungkapkan, karena saat ini eranya adalah persaingan sehat, dia meminta semua jajarannya untuk satu haluan untuk bergerak dan berpikir bersama bagaimana memajukan sektor perekonomian, khususnya dalam kepelabuhan. Tidak saja dari segi fisik, dari sistem dan juga regulasinya harus bisa diperbaiki agar bisa meningkatkan daya saing di tingkat internasional.

Dia menyebut, jika memang PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) sebagai operator pelabuhan di Indonesia tidak sanggup untuk mengadakan dana pembangunan atau pengembangan pelabuhan, maka sudah saatnya pendanaan tersebut diserahkan kepada pihak swasta.

Dengan cara tersebut, Presiden yakin kalau pelabuhan di Indonesia bisa berubah menjadi lebih baik dan bisa meningkatkan daya saing di tingkat internasional.

Untuk diketahui, Terminal Peti Kemas Kalibaru dioperasikan dengan skema jointventure antara Pelindo dengan konsorsium Mitsui-PSA NYK Lilne, yaitu PT New Priok Container Terminal One (NPCT1). Kehadiran terminal baru tersebut menggenapkan kapasitas terminal peti kemas di Tanjung Priok menjadi 7 juta TEUs per tahun atau bertambah sekitar 2 juta TEUs per tahun.

Secara keseluruhan, Tanjung Priok direncanakan akan memiliki tambahan terminal peti kemas baru lainnya. Bahkan, Presiden berharap pada 2019 nanti pembangunan fase 2, 3, 4, dan bahkan 5  bisa dilaksanakan dan sudah dibuka untuk kegiatan bisnis internasional.

Pelabuhan Utama Lain

Setelah dinilai berhasil memangkas waktu tunggu bongkar muat kapal di Pelabuhan Internasional Tanjung Priok, Presiden Joko Widodo berambisi untuk memangkasn waktu yang sama di pelabuhan utama lain di Indonesia, salah satunya adalah di Tanjung Perak (Surabaya, Jawa Timur), Belawan (Medan, Sumatera Utara), dan Soekarno-Hatta (Makassar, Sulawesi Selatan).

“Tidak hanya di Tanjung Priok saja, saya juga minta Tanjung Perak, Belawan, Makassar, semua dwell diperbaiki. Di Belawan masih tujuh hingga delapan hari. Jangan sampai selama itu. Mau bersaing kayak apa kita kalau masih tujuh hingga delapan hari,” harap dia.

Menurut Joko Widodo, kondisi yang terjadi di berbagai pelabuhan utama Indonesia saat ini, seharusnya sudah bisa diperbaiki. Dia mencontohkan, di Belawan yang menjadi pintu utama di Pulau Sumatera, waktu tunggunya masih 7-8 hari. Seharusnya, waktu lama tersebut tidak terjadi jika pengelola pelabuhan tidak membiarkan ada yang bermain seperti itu.

“Di Belawan, ada 8 crane, yang dijalankan hanya 1 crane saja untuk tawar menawar. Nggak bisa seperti ini. Saya akan perintahkhan Kapolri ke Belawan, Tanjung Perak, kalau di sini bisa 3,2 hari, maka di sana juga harusnya bisa,” tutur dia.

“Cara-cara seperti masih diteruskan, ditinggal betul kita. Negara lain memperbaiki, kita masih tujuh sampai delapan hari,” tambah dia.

Akan tetapi, Presiden kemudian memperjelas, untuk bisa mengejar ketertinggalan dari negara lain dalam dwellingtime, Pemerintah Indonesia selain fokus pada perbaikan tata niaga dan infrastruktur di pelabuhan, juga akan didukung dengan perbaikan dan pembangunan fasilitas infrastruktur seperti bandar udara dan jalan tol.

“Tujuannya adalah untuk menurunkan biaya logistik. Kalau dibanding negara tetangga, masih 2 sampai 2,5 kali lipat biaya, itu mahal sekali. Entah karena banyak pungli (pungutan liar) atau lamanya proses. Ini masih terjadi,” tandas dia.

“Oleh sebab itu, saya operasikan terminal baru seperti di Priok, ini terintegrasi, bebas pungli dan mengurangi dwellingtime,” tambah dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,