Warga Desa Ini Menilai, Negara Lebih Membela Perusahaan Sawit Ketimbang Mereka. Mengapa?

“Negara selalu diam. Kami sudah lapor kesana – kemari, tapi negara tidak peduli. Kami hampir putus asa untuk mempertahankan hak-hak kami. Sepertinya, negara lebih membela dan melindungi perusahaan kelapa sawit,” kata Rubino, Tokoh Masyarakat Desa Rawa Indah kepada Mongabay Indonesia, di Desa Rawa Indah, Kabupaten Seluma, Bengkulu, Kamis (3/11/16),

Rubino yang mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa Rawa Indah periode 1999 – 2015, mengemukakan hal itu usai menyaksikan sidang lapangan perkara dugaan pencurian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit milik PT. Agri Andalas dengan terdakwa Nurdin (60), warga Desa Rawa Indah. Sidang dipimpin Hakim Ketua Pengadilan Negeri Tais, Yudhistira Adinugraha, yang sekaligus mendengarkan keterangan para saksi seperti Syafrin (63), warga Desa Penago Baru, dan M. Jopa Kusnadi (14), anak Nurdin.

Nurdin, sebut Rubino, merupakan 1 dari 18 warga Desa Rawa Indah dan sekitar yang menjadi korban masalah PT. Agri Andalas dengan warga. Selain dituduh mencuri TBS milik perusahaan, mereka juga dilaporkan dan diproses hukum dengan tuduhan lain. “Lahan warga diklaim milik perusahaan. Warga dilaporkan menyerobot lahan, mencuri, dan melakukan pengrusakan pohon sawit yang ditanam perusahaan di lahan warga. Selain ditahan semalam, warga juga divonis penjara dengan waktu beragam,” terang Rubino.

Tanaman sawit perusahaan yang keberadaannya di Desa Rawa Indah, Kabupaten Seluma, Bengkulu, menjadi polemik. Foto: Rhett Butler
Tanaman sawit perusahaan yang keberadaannya di Desa Rawa Indah, Kabupaten Seluma, Bengkulu, menjadi polemik. Foto: Rhett Butler

Andi Wijaya, Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa Rawa Indah periode 1999 – 2015, menuturkan permasalahan muncul setelah rencana perluasan areal hak guna usaha (HGU) PT. Agri Andalas diakomodir melalui Keputusan Bupati Seluma Nomor 490 Tahun 2004 Tentang Izin Usaha Perkebunan (IUP) Kelapa Sawit PT. Agri Andalas Seluas 2.000 hektare. Lokasinya di Kecamatan Seluma dan Talo, Kabupaten Seluma. Dalam keputusan itu dinyatakan areal IUP membentang di Desa Padang Genting, Pasar Seluma, Rawa Sari, Kunduran, Rawa Indah, Tanjungan, Sengkuang, Talang Sai, Tanjung Seru dan Tanah Abang.

“Hingga IUP berakhir, pengurusan HGU untuk perluasan tidak selesai. Di lain pihak, berdasarkan peta HGU lama, arealnya tidak sampai ke wilayah Desa Rawa Indah. Kalau pun masuk, serasa aneh karena itu lahannya masyarakat yang sudah bersertifikat hak milik.” Andi pun memperlihatkan peta HGU PT. Agri Andalas yang diperolehnya dari Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bengkulu.

Jopa sendiri berharap, hakim nantinya memutuskan Nurdin tidak bersalah. “Harus bebas, karena bapak tidak bersalah. Memanen di kebun sendiri kenapa disebut mencuri? Kalau bapak dipenjara, berarti (negara) kejam,” ujar siswa kelas 8 SMPN 31 Seluma ini. Ia terpaksa tinggal sendirian di rumah, sejak Nurdin ditahan. Sementara sang ibu telah meninggal dan saudaranya menetap di daerah lain.

Sawit yang lagi-lagi mendatangkan konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Masyarakat selalu berada di pihak yang lemah. Foto: Rhett Butler
Sawit yang lagi-lagi mendatangkan konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Masyarakat selalu berada di pihak yang lemah. Foto: Rhett Butler

Jahat

Penangkapan Nurdin terjadi Minggu (7/8/16), saat Nurdin bersama Jopa memanen sawit di kebunnya. Tiba-tiba, sebanyak tujuh orang mendatangi mereka sembari melepaskan tembakan ke udara, menganggap Nurdin sebagai pencuri yang harus ditangkap. “Ini dia malingnya, ini dia malingnya,” kata Jopa mengulangi pernyataan yang didengarnya saat itu.

Belum hilang rasa terkejut dan takut, Jopa kembali mendengar suara tembakan senjata api yang dilepaskan satu dari tujuh orang tersebut. Syafrin (53), warga Desa Penago Baru, datang ke lokasi karena mendengar dua kali suara tembakan itu. “Ada apa ini? Ada masalah apa? Kalau memang ada masalah, carilah solusi yang terbaik. Jangan seperti ini,” kata Syafrin mengingat perkataannya.

Syafrin yang berupaya menenangkan situasi malah dituduh sebagai pembela pencuri. Namun, Syafrin tidak terpancing emosi. Dia tetap meminta tujuh orang itu tidak membawa Nurdin. “Saya khawatir terjadi pembunuhan yang masalahnya bakal rumit.” Setelah adu argumentasi, tujuh orang tersebut meninggalkan lokasi.

Andi Wijaya menunjukan pohon sawit yang ditanam PT. Agri Andalas bersebelahan dengan sawit yang ditanam warga, di lahan warga. Foto: Dok. Andi Wijaya
Andi Wijaya menunjukan pohon sawit yang ditanam PT. Agri Andalas bersebelahan dengan sawit yang ditanam warga, di lahan warga. Foto: Dok. Andi Wijaya

Upaya menangkap Nurdin ternyata berlanjut. Empat hari kemudian, Kamis (11/8/16) siang, Nurdin yang berada di rumah, didatangi sejumlah anggota polisi. Nurdin dibawa untuk diperiksa dan ditahan. “Perusahaan menginginkan lahan saya. Salah satu cara yang mereka lakukan, seperti ini, menakuti saya. Sudah banyak warga mengalami hal serupa. Saya tetap mempertahankan lahan,” tutur Nurdin di sela sidang lapangan.

Manager Umum dan HRD PT. Agri Andalas, Hasan mengatakan, sudah dua kali Nurdin dilaporkan dengan dugaan mencuri TBS kelapa sawit milik PT. Agri Andalas. ”Kalau ketahuan mencuri, sudah tiga kali. Pada tahun 2012, 2015, dan sekarang. Pada 2015 sudah dilaporkan ke polisi dengan barang bukti 30 tandan buah segar (TBS) dan 1 unit sepeda motor. Namun tidak diproses. Alasan polisi waktu itu akan diberi pembinaan. Hanya saja, dia kembali melakukan pencurian. Makanya, dilaporkan,” kata Hasan.

Nurdin didakwa mencuri dengan barang bukti 24 TBS, 1 buah parang dan 1 buah gerobak dorong. “Sekitar Rp 740 ribu,” kata Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tais Deti Susanti mengonversi TBS dengan nilai uang. Disinggung Peraturan Mahkamah Agung No. 2/2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP yang menyatakan terdakwa tanpa harus ditahan dan diancam hukum pidana penjara paling lama 3 bulan, Deti mengatakan tidak menjadi rujukan. “Peraturan Mahkamah Agung di bawah UU,” katanya singkat.

M. Jopa Kusnadi (14), anak Nurdin, yang kini tinggal seorang diri setelah ayahnya ditahan. Foto: Dedek Hendry
M. Jopa Kusnadi (14), anak Nurdin, yang kini tinggal seorang diri setelah ayahnya ditahan. Foto: Dedek Hendry

Dipenjara 10 bulan

Zurlan (44), warga Desa Rawa Indah juga memiliki pendapat tak jauh berbeda dengan Rubino, Wijaya, dan warga lainnya. Penilaian itu didasarkan pada peristiwa yang dialami Aan, menantunya. Aan harus mendekam di balik jeruji selama 10 bulan karena tindakannya mencabut dan membuang pohon kelapa sawit yang ditanam PT. Agri Andalas di lahan milik Zurlan. “Tidak ada keadilan di negara kita ini,” kata Zurlan.

Januari 2014, cerita Zurlan, PT. Agri Andalas menanam bibit sawit di lahannya yang memiliki sertifikat hak milik (SHM). Aan yang mengelola lahan Zurlan berinisiatif mencabut dan membuang semua bibit sawit itu. Aan melakukannya Februari 2014. Dua minggu berselang, sekitar pukul 03.00 WIB dini hari, Aan yang menginap di pondok kebun, didatangi sejumlah petugas untuk ditahan.

“Apa kita ini belum merdeka? Mencabut pohon yang ditanam pihak lain di tanah milik sendiri yang bersertifikat, malah dipenjara. Sedangkan perusahaan yang menyerobot dengan menanam pohon di lahan bukan miliknya, tidak diproses hukum.” Zurlan pun memperlihatkan sertifikat tanahnya yang diterbitkan Kepala Kantor Pertanahan Bengkulu Selatan (Kabupaten induk Kabupaten Seluma), 21 Januari 1994. Zurlan membeli tanah tersebut dari Unza, peserta proyek transimgrasi tahun 1993/1994.

Bagian peta HGU PT. Agri Andalas yang diperoleh warga dari Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bengkulu. Foto: Dedek Hendry
Bagian peta HGU PT. Agri Andalas yang diperoleh warga dari Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bengkulu. Foto: Dedek Hendry

Setelah Aan dipenjara, PT. Agri Andalas pernah tidak pernah menanam bibit sawit di lahan Zurlan. “Selain sertifikat, saya masih menyimpan surat jual beli tanah yang disaksikan kepala desa waktu itu. Saya pikir, apa yang dilakukan perusahaan dan negara terhadap kami, sudah keterlaluan jahatnya. Semoga saja apa yang dialami Nurdin, tidak sebagaimana Aan.”

Meli Melda (31), warga Desa Penago Baru mengatakan, permasalahan yang dialami warga Desa Rawa Indah dan sekitarnya sangat berdampak pada perempuan. “Kami tertekan, khawatir akan terjadi pada suami dan anak kami. Kalau lahan keluarga diklaim milik perusahaan, lantas suami dipenjara karena dituduh menyerobot, mencuri atau merusak, beban yang dialami perempuan bertambah berat. Tingkat kesejahteraan keluarga pun menurun,” paparnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,