Musim Penghujan Datang, Ratusan Orang Pergi ke Lahan Gambut. Ada Apa?

Masih ingat Sepucuk? Sepucuk adalah nama kawasan gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Kawasan gambut yang masuk Kota Kayuagung dan Kecamatan Pedamaran Timur ini hampir setiap tahun mengalami kebakaran.

Puncaknya, wilayah yang sebagian besar menjadi konsesi perkebunan sawit ini terbakar hebat di 2015. Presiden Jokowi berkunjung ke sana, dan dia pun memerintahkan izin PT. Tempirai Palm Resources dicabut karena dinilai lalai mencegah kebakaran di lahannya.

Dapat dikatakan,  tidak banyak warga Kayuagung yang pergi ke daerah itu. Namun, saat musim penghujan 2016 ini, puluhan hingga ratusan orang pergi ke Sepucuk. Ada apa?

Ikan gabus yang masih mudah didapatkan. Sumber: Wikipedia
Ikan gabus yang masih mudah didapatkan. Sumber: Wikipedia

“Saya sudah sebulan menangkul di sini. Cari ikan. Lumayan, sehari bisa dapat 10 – 20 kilogram,” kata Mang Nuh, kepada Mongabay Indonesia, Selasa (06/12/2016).

“Setiap hari puluhan warga dari Kayuagung, termasuk saya, mencari ikan di sini. Ada juga dari Pedamaran. Ada yang mancing, pasang bubu ikan, dan menangkul seperti saya. Tapi kebanyakan menangkul. Kalau hari Minggu bisa ratusan orang mencari ikan di sini,” katanya.

Warga mencari ikan di sepanjang kanal yang berada di depan konsesi perkebunan, di sisi Jalan Sepucuk. Mereka yang memasang bubu ikan dan mancing berada di air yang tenang, sementara yang menangkul ikan mengambil posisi di arus deras. Umumnya dekat gorong-gorong jembatan, yang mengalirkan air dari arah selatan ke utara.

Menariknya, para pencari ikan dengan cara menangkul ini membuat pondok dari kardus atau plastik bekas spanduk. “Ya, biar tidak kepanasan dan kehujanan. Terkadang kami menangkul hingga malam,” kata Mir, warga Kayuagung yang bersama dua temannya mencari ikan sebulan ini.

“Ikan-ikan yang berada di tengah gambut yang dulunya terbakar, berkumpul di kanal karena dibawa arus air,” kata Mir sambil menunjuk lahan konsesi perkebunan sawit yang tahun 2015 lalu habis terbakar itu.

Inilah ikan tapah yang beratnya hingga mencapai 70 kilogram. Sumber: Wikipedia
Inilah ikan tapah yang beratnya hingga mencapai 70 kilogram. Sumber: Wikipedia

Tangkul yang digunakan ukurannya satu kali satu meter dan 2,5 x 2,5 meter. Untuk ukuran kecil cukup diangkat langsung, sementara yang besar menggunakan tiang penyanggah.

Ikan yang didapatkan, umumnya lele rawa, sepat siam, betok, gabus atau ruan, selincah, dan sepatung. “Sehari kami bisa dapat rata-rata 50 kilogram, lumayanlah,” katanya.

Aktivitas ini menarik perhatian warga Kayuagung untuk melihat langsung atau mereka yang tengah melintasi jalan tersebut. Umumnya, mereka yang ingin ke Cengal dan Pedamaran Timur. Mereka ini bukan hanya melihat, tapi juga membeli ikan. Paling mahal, ikan gabus rata-rata dijual Rp20 ribu per kilogram, dan lainnya berkisar Rp15 ribu per kilogram.

Mang Nuh menjelaskan, mencari ikan di sepanjang Jalan Sepucuk dilakukan warga hampir setiap tahun. Setiap musim penghujan, sejak jalan tersebut dibangun enam tahun lalu. “Dulunya, sebelum gambut ini dijadikan perkebunan, memang paling banyak ikannya. Kami mencari ikan di sini dengan perahu. Ikannya besar-besar. Tidak seperti sekarang. Dulu masih banyak toman, bahkan masih ada tapah dan belida,” katanya.

Sebelum dijadikan konsesi perkebunan, Sepucuk merupakan kawasan lumbung ikan bagi warga Kayuagung maupun Pedamaran. Foto: Taufik Wijaya
Sebelum dijadikan konsesi perkebunan, Sepucuk merupakan kawasan lumbung ikan bagi warga Kayuagung maupun Pedamaran. Foto: Taufik Wijaya

Arif memanfaatkan gambut

Hadirnya para pencari ikan di Sepucuk, dinilai Dr. Najib Asmani, Koordinator Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumsel, yang juga berada di lokasi, merupakan bukti masyarakat selalu mampu memanfaatkan gambut dengan arif. “Masyarakat lokal di Sumsel, sejak dahulu tidak pernah mengelola gambut, tapi memanfaatkan. Artinya, mereka selalu mengambil hasil dari lahan gambut dengan tidak pernah mengubah karakter gambut dengan mengolahnya,” katanya.

Menurut Najib, masyarakat ini tidak perlu didampingi atau diajarkan bagaimana memanfaatkan gambut yang basah atau tergenang. Sebab, mereka sejak ratusan tahun lalu sudah paham jika gambut basah memberikan rezeki berupa ikan.

Presiden Jokowi, Panglima TNI, Kapolri, Gubernur Sumsel dan Bupati OKI saat meninjau langsung lahan gambut yang terbakar milik PT. Tempirai Palm Resources di Desa Pulau Geronggang, Sepucuk, Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, 6 September 2015 lalu. Foto: Humas Pemkab OKI
Presiden Jokowi, Panglima TNI, Kapolri, Gubernur Sumsel dan Bupati OKI saat meninjau langsung lahan gambut yang terbakar milik PT. Tempirai Palm Resources di Desa Pulau Geronggang, Sepucuk, Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, 6 September 2015 lalu. Foto: Humas Pemkab OKI

“Jika gambut basah atau tergenang sepanjang tahun seperti ini, saya pikir penghasilan mereka akan lebih baik. Bayangkan, sehari mereka bisa menghasilkan uang Rp50 – 100 ribu tanpa mengeluarkan tenaga dan modal yang banyak.”

Hanya, saat kemarau, jangan dilakukan pembakaran. “Gambut yang rusak ini cukup dijaga jangan sampai terbakar, karena akan tumbuh banyak jenis tanaman khasnya. Tanaman ini sesuai suksesi alam. Restorasi gambut itu, intinya menjaga dari kebakaran. Terhindar dari kebakaran itu karena hidrologisnya yang bagus, juga tidak ada manusia yang membakar,” tandasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,