Perempuan Pesisir Merauke Kelola Ikan jadi Beragam Produk

 

Ada sekitar 15 perempuan tampak sibuk. Mereka rata-rata dari pesisir Merauke. Di depan mereka ada beragam bumbu, loyang, tiga jerigen minyak goreng. Tiga kompor. Di dalam loyang, ada daging ikan gastor, kakap, gulungan daun pisang, papan potong daging, pisau dan parang.

Para perempuan ini bersiap membuat bakso ikan. Setelah memisahkan daging dan tulang, ikan dicuci dan dihaluskan, selanjutnya proses bikin bakso. Sebenarnya, bakso hanya salah satu. Mereka bikin produk lain seperti nuget, terasi, kerupuk dan lain-lain.

Pelatihan ini agar ikan-ikan bisa teroleh jadi beragam penganan, tak hanya konsumsi dengan merebus atau menggoreng. Kalaupun pasokan banyak, warga biasa menjual dengan menggantung ikan segar di pinggir jalan. Kala masih tersisa, dibikin ikan asin.

”Biasa ikan cuma direbus saja,” kata Kartika, Kartika Penggeso,  Kasi Usaha dan Pemasaran Bidang P2HP Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Merauke, baru-baru ini.

Para perempuan ini berlatih lewat proyek International Fund for Angricultural Development (IFAD), lembaga di bawah  PBB.

Dengan memberikan pelatihan mengolah ikan ini, ibu-ibu bisa mendapatkan nilai tambah. Harapannya, para perempuan pesisir mengolah ikan dan memasarkan untuk Merauke atau luar hingga bisa mendapatkan sumber penghasilan lain.

“Potensi perikanan laut berlimpah hingga para perempuan bisa belajar mengelola,” katanya.

Kartika mengatakan, meskipun sudah bikin kelolaan ikan, harga jual masih terbilang mahal. Pelabelan atau kemasan, logo, halal, higienis dan sesuai standar Kementerian Kesehatan juga jadi persoalan.

DKP sendiri, katanya, menyiapkan sarana pendukung penyimpanan seperti lemari pendingin dan inkubator.

Uci Rahamadhani, pendamping kelompok pengolahan hasil perikanan senang melihat hasil karya ibu-ibu ini. Mereka makin pintar mengolah berbagai jenis ikan dan udang menjadi beragam penganan.  “Potensi banyak, sumber daya  alam banyak terkadang pasar sulit.”

John  Ezra Dinaulik, dari IFAD mengatakan, lembaga ini masuk sejak 2013 dan para perempuan mulai mengolah ikan. Para lelaki menanam dan merawat pohon mangrove, pembangunan jalan kampung, pembuatan jaring tangkap, keramba ikan, pembangunan tempat pertemuan dan lain-lain.

Dengan mangrove terawat, selain menahan abrasi juga demi menjaga ‘rumah’ ikan dan udang dan biota lain yang bergantung ekosistem mangrove.

Sapta Putra Ginting, juga dari IFAD mengatakan, pada 2016 ada tambahan proyek sembilan proyek kampung lokal hingga jumlah keseluruhan 19 kampung. Di setiap kampung ada pendamping.

“Kelompok ini terbagi dua yaitu perikanan dan pengolahan usaha serta kelompok tabungan warga,” katanya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,