Inilah Rekomendasi KLHS, Terhadap Rencana Pembangunan Jalan di Situs Warisan Dunia

 

 

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Dampak Kumulatif Rencana Pembangunan Jalan di Pegunungan Bukit Barisan, Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera (Warisan Dunia) telah disusun. Secara khusus, pengkajian dilakukan terhadap 12 rencana pembangunan jalan yang membelah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang diusulkan pemerintah dengan alasan peningkatan konektivitas, pembangunan ekonomi, dan evakuasi darat. Apa isi rekomendasi tersebut?

Dalam dokumen disebutkan, pengkajian dilakukan dengan mengelompokkan 4 unit analisis/area jalan. Area Jalan 1 adalah Muara Labuh, Solok Selatan – Kambang, Pesisir Selatan (evakuasi dan ekonomi). Area Jalan 2 meliputi Ranah Pemetik, Kerinci – Tanah Tumbuh, Bungo (jalan evakuasi), Gunung Tujuh – Ranah Pemetik, Kerinci (evakuasi) dan Sungai Tanduk – Danau Tinggi – Sungai Kuning, Kerinci (evakuasi).

Area Jalan 3 mencakup Lempur, Kerinci – Sungai Ipuh, Mukomuko (jalan evakuasi), Ranah Kemumu – Rantu Kermas, Merangin (evakuasi)/Lempur, Kerinci – Ranah Kemumu, Merangin (ekonomi), Masgo, Kerinci – Sungai Tebal, Merangin (ekonomi), Jalur Tengah 1, Bengkulu Utara – Mukomuko (ekonomi) dan Jalan Kabupaten Mukomuko, Mukomuko (ekonomi). Terakhir, Area Jalan 4 adalah Jangkat, Merangin – Sungai Lisai, Lebong (ekonomi), Talang Donok 1, Lebong – Batu Gene, Musirawas (ekonomi) dan Jalur Tengah, Lebong (ekonomi).

 

Baca: TNKS Bisa Dihapus dari Daftar Situs Warisan Dunia Bila Rencana Ini Dilakukan

 

Hasil kajian Area Jalan 1 menunjukkan, pembangunan akan menyebabkan hilangnya habitat flora dan fauna sebesar 14 hektare hingga 46 hektare. Dampaknya, akan terjadi pemisahan sub-populasi berbagai spesies penting. Intinya, pembangunan jalan di Area Jalan I tidak direkomendasikan.

Untuk Area Jalan II, pembangunan jalan akan mengambil lahan seluas 27 hingga 41 hektare dari zona ekologi perbukitan tinggi, pegunungan rendah, dan sub-pegunungan. Jalan ini dibangun dengan titik proksimitas berbagai wisata alam terkenal (Gunung Kerinci, Gunung Tujuh) dan habitat ekologis penting untuk banyak spesies yang terancam. Jaringan jalan juga memfragmentasi hutan yang sebelumnya belum terjamah. Dampaknya, jaringan jalan akan menyebabkan risiko tinggi terhadap nilai dan integritas nilai universal luar biasa situs Warisan Hutan Hutan Tropis Sumatera.

 

Tapir, satwa yang hidup di TNKS. Foto: Dok. Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Sumatera Selatan – Bengkulu Balai Besar TNKS

 

Bagaimana Area Jalan III? Pembangunan jalan akan menyebabkan hilangnya hutan seluas 46 sampai 187 hektare yang terdiri habitat dataran rendah, perbukitan rendah, perbukitan tinggi dan pegunungan rendah serta sub-pegunungan. Pembangunan jalan akan memotong tapak dari banyak spesies fauna penting (harimau sumatera, tapir asia, gajah sumatera, rusa sambar, dan beruang madu) serta spesies tanaman (Rafflesia sp).

Penting dicatat, perambahan yang intensif telah terjadi di jaringan Jalan Area III dan konflik manusia – satwa liar juga terdapat di daerah ini. Rencana pembangunan wilayah ini tidak direkomendasikan.

Untuk Area Jalan IV dijelaskan, rencana pembangunan akan menyebabkan hilangnya lahan hutan seluas 36 hingga 103 hektare yang terdiri dari habitat dataran rendah, perbukitan rendah, perbukitan tinggi, pegunungan rendah dan sub-pegunungan. Pembangunan juga akan berdampak pada sebaran tapir asia, rusa sambar, beruang madu dan macan dahan, serta memotong sekaligus membagi ekosistem hutan yang belum terjamah menjadi dua fragmen habitat berbeda. Sebagaimana terdapat rute alternatif yang dibangun untuk mewujudkan kepentingan sosio-ekonomi, usulan rencana jalan Area Jalan IV tidak direkomendasikan.

 

Baca juga: Pengetahuan Perempuan Sangat Dibutuhkan untuk Menyelamatkan Situs Warisan Dunia

 

Kesimpulan keseluruhan adalah pembangunan jalan berpotensi membagi kawasan hutan menjadi sekitar 12 fragmen habitat lebih kecil yang berdampak pada ukuran populasi, serta ketahanan dan kelangsungan hidup spesies fauna penting. Rencana jalan juga akan memicu efek tepi di habitat yang terfragmen, sehingga akan menyebabkan banyak spesies dengan nilai konservasi tinggi menuju kepunahan.

Risiko meningkatnya konflik manusia-satwa liar dari pembangunan jalan akan terjadi. Secara keseluruhan, nilai universal luar biasa Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera akan sangat terancam.

Berdasarkan hasil kajiannya, Dokumen KLHS yang dibuat atas pembiayaan Indonesia Funds-in-Trust dan dukungan UNESCO iJAnuari 2017 ni merekomendasikan : 1. Dibangun dengan hati-hati (Muara Labuh – Kambang, dan Lempur – Sungai Ipuh); 2. Bisa untuk jalur evakuasi (Gunung Tujuh – Ranah Pemetik); 3. Disarankan untuk ubah rute (Jalur Tengah 1, Bengkulu Utara – Mukomuko); dan 4. Disarankan tidak dibangun (Ranah Pemetik – Tanah Tumbuh, Sungai Tanduk – Danau Tinggi – Sungai Kuning, Ranah Kemumu – Rantu Kermas/Lempur – Ranah Kemumu, Masgo – Sungai Tebal, Jalan Kabupaten Mukomuko, Jangkat – Sungai Lisai, Talang Donok 1 – Batu Gene, dan Jalur Tengah).

 

 

Sangat jelas dipatuhi

Kepala Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tongkagie Arief mengatakan, dengan sangat jelas KLHS menyimpulkan, pembangunan jalan baru tidak direkomendasikan. Kecuali, peningkatan kelas untuk sedikit jalan setapak yang telah ada. “Namun, tetap harus dipahami bahwa peningkatan jalan itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Jangan sampai mengganggu atau merusak OUV (Outsanding Universal Values) atau nilai universal luar biasa dari TNKS,” ujar Tongkagie dihubungi pada Selasa (27/06/17).

Hasil dan rekomendasi KLHS telah disosialisasikan kepada Pemerintah Indonesia, provinsi dan kabupaten/kota. KLHS disusun konsultan dengan melibatkan berbagai pihak untuk menjadi materi atau dasar pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah membuat keputusan. “Keputusan yang bijaksana adalah melindungi dan menjaga nilai integritas OUV. Bila terganggu atau rusak, bukan hanya dunia, tetapi Indonesia yang merugi. Kehidupan dan penghidupan masyarakat akan terdampak negatif, oleh karena itu, rekomendasi KLHS sangat patut untuk dihormati dan diikuti,” kata Tongkagie.

Direktur Walhi Bengkulu Beni Ardiansyah meminta Pemerintah Indonesia, pemerintah provinsi dan daerah, mengikuti rekomendasi KLHS. Menurut Beni, sebaiknya pemerintah provinsi dan kabupaten mengalihkan rencana membangun jalan dengan rencana penyelesaian konflik masyarakat dan TNKS. “Program perhutanan sosial dengan skema kemitraan bisa dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, provinsi dan daerah sebagai resolusi konflik. Sekaligus, pemberdayaaan masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan dan pelestarian TNKS,” kata Beni.

 

Laju perambahan TNKS, merujuk hasil penelitian Purwanto (2015), terus meningkat. Sumber: KPPSWD

 

Pendapat senada disampaikan Koordinator Bidang Perempuan Perkumpulan LivE Oktari Sulastri di sela Diskusi Publik bertema “Memulihkan Hubungan Perempuan dan Lingkungan Hidup” pada Sabtu (17/6/17). Menurutnya, pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten sebaiknya mengganti rencana pembangunan jalan dengan pemberdayaan masyarakat. Ini sebagaimana amanat PP Nomor 108 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).

“Ayat (1) Pasal 49 menyatakan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota harus memberdayakan masyarakat di sekitar KSA dan KPA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Sedangkan Ayat (2) menyatakan pemberdayaan masyarakat meliputi pengembangan kapasitas masyarakat dan pemberian akses pemanfaatan KSA dan KPA. Kalau ingin mensejahterakan masyarakat, khususnya perempuan, laksanakan saja amanat tersebut,” tuturnya.

Sekretaris Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia (KPPSWD) Oktaviana Hendri Y menyampaikan pandangan tidak jauh berbeda. Kondisi saat ini menunjukkan, perubahan tutupan hutan TNKS telah berdampak pada kehidupan, penghidupan, dan kesejahteraan perempuan. “Kalau sejumlah rencana pembangunan direalisasikan, kerusakan akan bertambah parah. Siapa yang akan merasakan dampak negatif paling besar? Perempuan. Bukan tidak mungkin kualitas hidup dan kesejahteraan perempuan kian menurun.”

Pembangunan tidak semata-mata infrastruktur. Tetapi juga untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas masyarakat. “Lebih bijak bila pemerintah fokus pada upaya peningkatan kapasitas masyarakat, khususnya perempuan. Apalagi, hak perempuan desa yang bersentuhan untuk mendapatkan informasi, komunikasi, pendidikan dan lainnya, belum adil dirasakan,” kata Oktaviana.

 

Hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) mengenai Dampak Kumulatif Rencana Pembangunan Jalan di Pegunungan Bukit Barisan, Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera, 2017. Peta: Dok. KLHS

 

Jauh sebelum KLHS disusun, Barber dkk (1997) telah mengingatkan ancaman rencana pembangunan jalan yang membelah TNKS dengan mengutip hasil survei DHV (Consultans BV). “DHV sampai pada kesimpulan bahwa tidak saja masing-masing jalan akan menimbulkan kerusakan hebat (penebangan kayu ilegal, penyusupan, pemburu, permukiman, dan sebagainya, akan meningkat), tetapi juga akan muncul ‘serangkaian kejadian berantai’ yang membawa kekacauan besar,” tulis Barber dkk.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan bagian dari proses dialog dan pengambilan keputusan yang sedang berjalan antara Komite Warisan Dunia (WHC) dan Pemerintah Republik Indonesia menyangkut konservasi Situs Warisan Dunia TRHS. KLHS berfokus pada penentuan dampak lingkungan strategis terkait dengan usulan pembangunan jalan, dan mengusulkan rekomendasi mitigasi dan pengelolaan yang sesuai.

 

Kajian Lingkungan Hidup Strategis-Hutan Hujan Tropis Sumatera.pdf

 

Referensi

Anonim (2017), Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Dampak Kumulatif Rencana Pembangunan Jalan di Pegunungan Bukit Barisan, Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatra, Unesco Office, Jakarta

Barber, CV dkk, 1997. Meluruskan Arah Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan di Indonesia

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,