Hutan Desa Depati Junjung yang Membuat Yoyon Bangga

 

 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menobatkan Hutan Desa Depati Junjung di Desa Taba Padang, Kepahiang, Bengkulu, sebagai Pemenang Lomba Wana Lestari Tingkat Nasional Tahun 2017 untuk kategori Kelompok Masyarakat Hak Pengelolaan Hutan Desa. Keberhasilan ini, tentunya tidak datang begitu saja. Ada sosok Yoyon, yang menggagas terbentuknya hutan desa tersebut. Siapa dia?

Yoyon merupakan Kepala Desa Taba Padang yang dilantik Januari 2010. Sebelum Hutan Desa Depati Junjung hadir, cerita sedih mewarnai kehidupan warga desa ini. Menurutnya, bila ada warga yang ditangkap dan diproses hukum karena menggarap kawasan hutan lindung, bukanlah cerita baru.

“Saya sudah tidak ingat lagi berapa banyak warga yang ditangkap, terakhir ada enam orang pada 2008. Saya prihatin dengan masalah ini dan berharap segera berakhir,” terang lelaki kelahiran Lubuk Saung, Kepahiang, 1981.

 

Baca: Depati Junjung, Hutan Desa yang Potensinya Menjanjikan

 

Yoyon tidak menampik bila perbuatan warga itu melanggar hukum. Namun, terpaksa dilakukan karena warga yang tidak memiliki lahan ingin berkebun. Terutama sebagai mata pencaharian bagi pasangan yang baru menikah. “Mereka menggarap dengan was-was, tentunya.”

Lulusan SMA Negeri 1 Seberang Musi, Kepahiang, ini berupaya mencarikan solusi terhadap permasalahan tersebut. “Dalam pikiran saya, apakah ada solusi yang tepat? Warga tetap menggarap lahan yang sudah terlanjur ditanam, sekaligus memperbaiki dan menjaga kelestarian hutan. Setelah bertanya ke berbagai pihak, saya mendapat informasi tentang program hutan desa,” kata Yoyon.

 

Yoyon, Kepala Desa Taba Padang yang tidak pernah lelah mengajak warganya untuk mengelola hutan desa. Foto: Dedek Hendry/Mongabay Indonesia

 

Dibimbing petugas kehutanan, Yoyon melengkapi segala persyaratan yang dibutuhkan dan segera mengajukan pengusulan hutan desa. Usahanya membuahkan hasil, permohonan itu direspon untuk dilakukan verifikasi setelah dua bulan pengajuan. Berikutnya, penetapan areal kerja (PAK) keluar berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.667/Menhut-II/2010 tentang Penetapan Kawasan Sebagai Areal Kerja HD Taba Panjang, di Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu. “Luasnya 995 hektare, tertanggal 9 Desember 2010.”

Yoyon pun menindaklanjuti PAK dengan menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa tentang Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Depati Junjung. Bersama Badan Permusyawaratan Desa, melalui Musyawarah Desa pada 17 Maret 2011, rancangan itu ditetapkan menjadi Peraturan Desa Taba Panjang Nomor 02 Tahun 2011 tentang LPHD Depati Junjung, Desa Taba Panjang, Kecamatan Seberang Musi, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu.

Berikutnya, Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) dari Gubernur Bengkulu yang harus didapatkan. Pada fase ini, Yoyon hampir putus asa, karena harus menunggu hingga tiga tahun. Keputusan Gubernur Bengkulu No: L.128.XXIII. Tahun 2013 tentang pemberian hak Pengelolaan Hutan Desa seluas 995 hektare yang berlokasi di Hutan Lindung Bukit Daun Register 5 Kepala Lembaga Desa Depati Junjung, Desa Taba Padang, Kecamatan Seberang Musi, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu baru dikeluarkan 2 April 2013. “Kami sempat gamang akan kondisi ini,” kata Yoyon yang kini melanjutkan kuliah di STIA Bengkulu.

 

Kondisi permukiman anggota LPHD Depati Junjung di Talang Tebu, Dusun 3, Desa Taba Padang, Kepahiang, Bengkulu. Foto: Dedek Hendry/Mongabay Indonesia

 

Tenang

Setelah HPHD terbit, anggota pengelola hutan desa merasa tenang menggarap lahan. Rasa aman kian bertambah setelah Dinas Kehutanan Kabupaten Kepahiang dan Provinsi Bengkulu ikut memberikan sejumlah bantuan. “Warga tidak khawatir dikejar lagi. Dulu, setiap kali mendengar informasi penertiban, selama itu pula warga tidak pergi ke kebun. Memanen kopi pun, buru-buru. Buah kopi berwarna hijau dipetik karena ingin cepat. Sekarang, tidak lagi, bahkan warga bisa membangun pondok beratap bambu,” tambah Yoyon.

Upaya memperbaiki kondisi hutan dan melestarikannya kini dilakukan masyarakat Taba Padang dengan mengembangkan kebun kopi berpola agroforestry. Perlahan, para anggota LPHD ini mulai menikmati hasil dari kerja keras mereka. “Dulu cuma ada kopi, sekarang banyak tanaman lain yang bisa dipanen untuk dijual. Banyak yang sudah membeli sepeda motor, bahkan ada juga yang sudah membeli rumah. Mudah-mudahan kedepannya, kesejahteraan warga terus meningkat dan hutan tetap lestari,” kata Yoyon.

Anggota LPHD Fauzi menyatakan kehadiran hutan desa ini sungguh bermanfaat. Selain merasa aman dan nyaman mengelola lahan, anggota LPHD juga mendapatkan pembinaan dan bantuan bibit dari pemerintah. “Dulu, mendengar kabar ada petugas saja kami ketar ketir. Kini sebaliknya, kami dibina dan diberi bantuan,” ujarnya.

 

Perjalanan menuju Hutan Desa Depati Junjung, hutan desa yang potensinya menjanjikan dan memberi manfaat bagi anggotanya. Foto: Dedek Hendry/Mongabay Indonesia

 

Menurut Fauzi, pendapatan rumah tangganya, saat ini tidak lagi bergantung pada kopi. Beberapa komoditi lain yang ditanam seperti durian, lada, dan pinang mulai berbuah. “Yang jelas, saya ke kebun tidak jalan kaki lagi, begitu juga saat membawa hasil panen, tidak dipikul lagi. Saya sudah punya sepeda motor dan bisa menabung,” terangnya.

Bagi Yoyon, keberhasilan yang memberi banyak manfaat ini patut disyukuri. Menurutnya, tantangan yang dihadapi tetap ada terutama mengajak para penggarap lahan untuk menjadi anggota LPHD Depati Junjung. Terlebih, sebagian besar penggarap hutan lindung yang tinggal di Desa Taba Padang bukan hanya penduduk lokal, tetapi juga pendatang dari Kabupaten Bengkulu Selatan, Kaur dan Seluma.

“Membangun kepercayaan itu yang sulit. Tetapi, harus terus dilakukan,” tandasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,