Cerita lain lanskap Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, ada di areal blok Hutan Produksi Sentap-Kancang. Kawasan hutan rawa gambut yang lebih dikenal dengan sebutan Sungai Putri. Sebuah perusahaan HPH, yang 80 persen bagiannya masuk dalam kawasan gambut, telah menjadi sorotan dunia.
Seperti deja vu, saat mengarungi Jalan Ketapang-Tanjungpura di Sungai Awan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, 22 Agustus 2018 lalu. Kondisinya masih sama. Aspalnya sudah tergerus, bebatuan di sana sini. Kanan kini di dua kilometer pertama masih permukiman masyarakat. Selebihnya, perdu, ilalang, belukar, hutan sekunder yang tumbuh di atas rawa gambut.
Tak seperti tahun lalu, kawasan ini diselimuti asap. Beberapa titik bahkan terbakar hebat. Sebuah kanal kecil berisi air terlihat di sisi kiri jalan, memisahkan lahan yang terbakar dengan yang masih hijau. Tak berapa lama, mobil yang dikendarai Mongabay Indonesia menemui jalan rabat beton. Jalan ini belum ada, saat terakhir ke sini, setahun lalu.
“Ini baru dibangun. Mungkin enam bulan terakhir,” kata Malonda (36), warga Ketapang. Mobilnya kerap disewa orang untuk pergi ke tempat ini. Terakhir, disebutnya orang dari ‘pusat’. Mongabay pun dipikirnya orang dari ‘pusat’ yang akan meninjau kawasan itu. Dia berkisah tentang sebuah perusahaan di kawasan ini. Perusahaan yang membuat banyak mata menyorotinya. “Orang Ponti (Pontianak, red) juga datang untuk ninjau,” katanya. Sudah maju di sekitar kawasan tersebut.
Sampai lah kami ke lokasi, ketika tahun lalu PT. Mohairson Pawan Khatulistiwa mendapat sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tempat pembuatan kanal yang membelah kawasan hutan rawa gambut. Maka, definisi ‘maju’ pun terjelaskan. Kanal di sisi kiri jalan dengan kayu. Ada sebuah pos serta beberapa penjaga di dalamnya. Di sempadan kanal, diurug dengan tanah merah. Beberapa motor terparkir di tepiannya. Ada beberapa tiang juga dengan kabel terpancang. “Nanti ada perumahan karyawan di sini,” tambahnya. Info yang diketahuinya dari mulut ke mulut.
Sementara kanal di sisi kanan jalan, masih tampak seperti sebelumnya. Namun banyak batangan kayu yang terhampar di sempadannya. Selebihnya, tidak ada perubahan berarti. Tumpukan karung pasir untuk menyekat kanal, kini tak ada lagi. Berganti, kayu-kayu cerucuk yang dibenamkan sebagai penyekatnya.
Baca: Babak Baru Sengkarut Izin, KLHK Sita Tujuh Alat Berat PT. Laman Mining (Bagian 2)
Dua kanal ini yang menyebabkan perusahaan mendapatkan sanksi dari KLHK. Tertuang dalam Keputusan Menteri KLHK No: 234/ MenLHK-PHLHK/PPSA/GKM.0/4/2017 tentang Sanksi Paksaan terhadap PT. Mohairson Pawan Khatulistiwa (PT. MPK) yang diteken oleh Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani. Sanksi yang hingga kini belum dicabut. Sanksi diberikan karena PT. MPK melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 Tahun 2016 tentang Moratoriom Gambut dengan membuka kanal sepanjang 8,1 km pada areal ekosistem gambut.
Kini, penampakan kanal tersebut sudah lebih ‘maju’. Sepi pemberitaan setahun, PT. MPK agaknya tidak benar-benar berhenti beroperasi. Informasi dari masyarakat sekitar, sebuah kanal baru telah dibuka di bagian lainnya. Titik kanal bagian utara -1.706568, 110.10841859378114, dan titik kanal bagian selatan -1.777115, 110.04853084803833. Panjang kanal utara 6.866,5652 meter, dan panjang kanal selatan 1.441,134 meter. Ujung terdekat, melalui Desa Tempurukan.
Atas informasi adanya pembukaan kanal ini, KLHK sebenarnya telah ambil tindakan, pada Juli 2018. Sebuah operasi di bawah pimpinan langsung Direktorat Jenderal Penegakan Hukum, menahan seorang tersangka untuk kasus pembalakan hutan liar.
Baca juga: Sengkarut Izin di Bumi Kayong dan Upaya Konservasinya (Bagian 1)
Dalam kasus ini, KLHK menetapkan PD (35) pemilik mebel Karya Mandiri di Desa Tempurukan, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, sebagai tersangka pemodal dan penampung kayu ilegal, Juli 2018. Penggerebekan di tempat usaha PD adalah tindak lanjut laporan masyarakat terkait illegal logging di konsesi PT. Mohairson Pawan Khatulistiwa, yang terletak di kawasan Hutan Produksi Sungai Sentap-Kancang, Blok Hutan Gambut Sungai Putri yang juga habitat orangutan.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani, di Pontianak, memaparkan PD merupakan pemodal dan penampung kayu ilegal yang dibalak dari kawasan Hutan Sungai Putri, Ketapang. Tim penyidik menyita 486 batang kayu olahan berbagai jenis dan ukuran, tanpa dokumen Surat Keterangan Sah Hasil Hutan.
Tim intelijen SPORC menemukan bekas tebangan pohon, tumpukan kayu jenis rimba campuran sebanyak 8 meter kubik, 5 pondok kerja, 3 sepeda sebagai pengangkut, seekor orangutan, dan 6 sarang orangutan, di Hutan Gambut Sungai Putri. Dari hasil pemeriksaan, penyidik mendapat keterangan bahwa PD alias EP membiayai masyarakat lokal untuk menebang pohon dan mengolah kayu di kawasan hutan produksi tersebut.
Kayu-kayu ilegal itu dirakit dan dihilirkan dari hutan melalui Sungai Tempurukan ke lokasi perusahaan. Kayu-kayu jenis chin, punak, nyantoh akan dijadikan bahan baku lemari, kursi, meja, pintu, dan lainnya sesuai pesanan.
Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat Kalimantan Barat juga menyita masing-masing satu mesin pembelah kayu, pengetam kayu, gergaji bengkok mesin bandsaw mini, piringan gergaji mesin pemotong, dan mesin bobok pembuat lengkung pintu lemari. Disita juga mesin pembuat lubang kursi, mesin pembuat kaki kursi, piringan gergaji mesin menyisip atau pelurus papan, dan satu karung serbuk sisa pengolahan kayu.
KLHK menetapkan PD sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti yang sah. Usaha ini telah dilakukannya tiga tahan. Sebagai menampung kayu illegal, PD melanggar UU No. 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pasal 83 ayat 1 huruf b dan atau pasal 87 ayat 1 huruf b, dan atau pasal 87 ayat 1 huruf c, dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun, denda maksimal Rp2,5 miliar.
Dari hasil pemeriksaan, pelaku PD yang membiayai masyarakat lokal untuk menebang pohon dan mengolah kayu di kawasan hutan produksi Sungai Sentap-Kacang dan blok hutan gambut Sungai Putri. Kayu-kayu ilegal itu dirakit dan dihilirkan dari dalam hutan melalui Sungai Tempurukan ke lokasi perusahaan milik tersangka.
“KLHK menganggap illegal logging adalah kejahatan luar biasa. Untuk kasus ini, KLHK akan menjerat dengan undang-undang tindak pidana pencucian uang,” katanya. Rasio juga mengatakan, bila memungkinkan akan melakukan pemeriksaan terhadap PT. MPK, terkait kasus tersebut. Intinya, penyidikan akan terus dilakukan hingga ditemukan aktor utamanya.
“Kami akan melanjutkan penyidikan untuk mengungkap pelaku lainnya dan memproses kasus ini agar bisa segera diadili. Upaya ini adalah langkah konkrit Ditjen Gakkum menyelamatkan habitat orangutan di kawasan bentang Gunung Palung-Sungai Putri,” tambah Kepala Balai Gakkum KLHK Kalimantan, Subhan, sebagaimana dikutip dari reportasenews.com.
Sejak tahun 2015, KLHK telah menangani perkara tindak pidana kehutanan sebanyak 455 kasus. Diantaranya, 202 kasus illegal logging. Untuk pengamanan kawasan hutan, pihaknya telah melakukan 198 operasi illegal logging, puluhan ribu batang kayu telah diselamatkan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, saat bertandang ke Pontianak menghadiri rapat koordinasi penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, berjanji untuk menangani kasus tersebut. “Perusahaannya kita panggil untuk diambil keterangan. Tunggu saja hasilnya,” katanya.
Dari pantauan udara, beberapa bagian di sisi kanal baru tersebut terlihat habis terbakar. Kepulan asap tanda terjadinya kebakaran lahan, terlihat di beberapa bagian lahan. KLHK hingga kini belum memberikan pernyataan terkait progres penyidikan terhadap tersangka PD dan hasil pemeriksaan keterangan perusahaan.
Namun, sebulan sebelum operasi illegal logging, Dinas Kehutanan Kalimantan Barat sudah melakukan inspeksi ke perusahaan tersebut. Beberapa media lokal turut serta. Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Barat, Marisu Marcelus TJ, menemukan hal-hal yang dilakukan PT. MPK tidak sesuai dengan rencana kerja tahunan yang diajukan. “Hingga kini, RKT-nya belum mendapat persetujuan,” katanya.
Indra, Kepala Bidang Pemanfaatan dan Pengelolaan Hutan, Dinas Kehutanan Kalbar menambahkan, rencana awalnya di lokasi tersebut dibangun jalan rel. Tetapi, ternyata dibangun kanal. Dinas Kehutanan juga mengidentifikasi adanya alih fungsi hutan seluas 48.480 hektar oleh PT. MPK.
Pembuatan kanal tersebut, telah dikritisi Greenpeace Indonesia secara terbuka bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2018. Ratri Kusumohartono, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, pembangunan sekat kanal PT. MPK masih menyisakan kanal terbuka. Kondisi ini dimanfaatkan para pembalak liar.
“Kami juga menemukan sekitar 6 titik penebangan liar di dalam konsesi perusahaan MPK, termasuk di areal habitat orangutan. Kelambanan menutup kanal juga menyulitkan pergerakan orangutan untuk mencari makan dan bertahan hidup,” kata Ratri.
Menurut Wetlands International Indonesia, lahan gambut yang telah rusak berpotensi menimbulkan bahaya bagi habitat satwa di dalamnya. “Pengrusakan ini harus segera dipulihkan untuk mencegah dampak kerusakan lebih jauh, seperti risiko kebakaran, akses penebangan liar dan emisi gas rumah kaca,” kata Irwansyah Reza Lubis dari Wetlands International Indonesia.