Meskipun berperan penting secara sosial ekonomi, saat ini laut menghadapi beragam masalah dan tantangan. Untuk itu perlu kerja sama berbagai pihak dalam menjawab persoalan laut tersebut. “Pemerintah saja tidak mungkin menyelesaikan semuanya,” kata Presiden Joko Widodo dalam sambutan pembukaan Konferensi Laut Kita (Our Ocean Conference/OOC) di Nusa Dua, Bali pada Senin (29/10/2018).
Dalam sambutannya selama sekitar 20 menit, Jokowi membuka dengan pentingnya peran laut saat ini. Menurutnya lebih dari 90 persen total volume perdagangan dunia dilakukan melalui laut. Lebih dari 40 persen nilai perdagangan dunia juga dilakukan melalui laut. Sekitar 61 persen total hasil produksi minyak mentah dunia juga didistribusikan melalui laut.
Dengan peran tersebut, kekayaan laut dunia diperkirakan senilai USD24 triliun.
Secara sosial, laut juga menjadi tumpuan hidup sekitar 3,2 miliar manusia. Ratusan juta manusia hidup bergantung pada sektor perikanan dan rantai pasokannya. “Itulah gambaran pentingnya arti laut bagi kehidupan kita dan masa depan umat manusia,” kata Jokowi di depan peserta OOC ke-5 ini.
baca : Our Ocean Conference 2018 Jadi Ajang Pelacakan Komitmen Isu Laut
Ketika laut berperan penting secara sosial ekonomi, dia justru menghadapi banyak tekanan terutama secara lingkungan.
Jokowi mengutip data dari Badan PBB untuk Pangan dan Pertanian (FAO) bahwa nilai jumlah ikan yang diambil secara ilegal mencapai 26 juta ton. Jumlah itu senilai USD10-23 miliar tiap tahun. Pada saat yang sama, laut juga menjadi tempat beragam tindak kriminal, termasuk perompakan, perdagangan manusia, penyelundupan obat-obatan, perbudakanm, dan lain-lain.
“Tumpang tindih klaim maritim yang tidak bisa diselesaikan melalui negosiasi dan berdasar hukum internasional dapat mengancam stabilitas. Hukum internasional harus menjadi pemandu bagi penyelesaian klaim maritim,” lanjutnya.
Dari sisi lingkungan, laut juga menghadapi banyak masalah, seperti sampah plastik, polusi air, rusaknya terumbu karang, pemanasan suhu air laut, dan naiknya permukaan air laut.
baca juga : Laut adalah Warisan Kita. Masa Warisan Dikotori?
Upaya Indonesia
Untuk itulah, Jokowi mengajak berbagai pihak untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut. “Jangan terlambat berbuat untuk laut kita. Satu negara tidak dapat menangani tantangan yang kita hadapi. Satu negara tidak dapat mengoptimalkan manfaat laut bagi masyarakat dunia. Pemerintah saja tidak mungkin menyelesaikan semuanya,” katanya.
“Oleh karena itu diperlukan kerja sama. Kita memerlukan kerja sama lintas aktor dan global,” lanjutnya.
Menurut Jokowi, OOC bisa menjadi motor penggerak revolusi mental untuk merawat laut. Secara internal, Indonesia telah membuat Kebijakan Kelautan Indonesia dan Rencana Aksinya.
Di antaranya meningkatkan konektivitas melalui tol laut dengan memperkuat armada laut dan pembangunan 477 pelabuhan. Untuk menangani pencemaran laut, Indonesia berkomitmen mengurangi 70% sampah plastik di laut pada 2025. Indonesia juga menargetkan kawasan konservasi perairan seluas 20 juta hektar pada 2018, dua tahun lebih cepat dari target 2020.
“Kita semua harus berani membuat komitmen dan mengambil langkah konkret dimulai dari diri kita masing-masing. Komitmen dan langkah yang dapat dirasakan oleh masyarakat luas dan berdampak nyata terhadap perlindungan laut. Every little action counts,” tegas Jokowi.
baca juga : Masuknya Sampah Indonesia Dalam Aplikasi Pencatat Sampah Dunia. Untuk Apa?
Komitmen Para Pihak
OCC –yang diadakan pertama kali pada 2014 dengan inisiasi dari John Kerry, Menteri Luar Negeri Amerika 2013-2017– diadakan di Nusa Dua selama dua hari pada 29-30 Oktober 2018. Hadir setidaknya 7 kepala negara dan pemerintahan, 37 menteri, dan 2.200 delegasi dalam OCC 2018.
Selama dua hari, para pihak seperti pemerintah, organisasi nonpemerintah, akademisi, dan pelaku bisnis akan membicarakan berbagai inisiatif dan komitmen dalam perlindungan laut dunia. Ada enam topik utama yang dibahas selama konferensi yaitu ekonomi biru berkelanjutan, kawasan konservasi perairan, perubahan iklim, perikanan berkelanjutan, polusi laut, dan keamanan maritim.
Selain sesi utama (plenary) di mana para pejabat tingkat tinggi hadir dan berbagi pengalaman mereka dalam tata kelola kelautan, ada pula sesi-sesi lebih kecil (site session) yang pada umumnya dilaksanakan kalangan organisasi non-pemerintah dan lembaga penelitian. Ada pula pameran oleh para organisasi non pemerintah, lembaga bisnis, ataupun lembaga pemerintah terkait perlindungan laut yang telah mereka lakukan.
Ada pula agenda khusus Our Ocean Youth Leadership Summit yang mempertemukan anak-anak muda dari 52 negara. Sekitar 190 peserta berusia 17-35 tahun mengikuti seminar di mana mereka mendapatkan pembekalan sebagai penjaga laut di masa depan.
Tidak hanya mendiskusikan inisiatif, sejumlah pihak juga menyampaikan komitmennya selama OOC 2018. Uni Eropa, misalnya, memberikan 300 juta Euro selama konferensi yang pertama kali diadakan di Asia ini. Ada 23 komitmen Uni Eropa selama konferensi laut di Bali.
Dalam siaran persnya, Uni Eropa mengatakan komitmen itu untuk mendukung program penanganan sampah plastik, mendorong ekonomi biru lebih berkelanjutan, serta meningkatkan kegiatan riset dan pengawasan kelautan. Wakil Presiden Uni Eropa Federica Mogherini mengatakan 23 komitmen tersebut untuk melanjutkan upaya tata kelola laut yang berkelanjutan.
“Tidak ada satu pun negara bisa berhasil melakukan (tata kelola) itu sendiri. Upaya ini memerlukan keteguhan, konsistensi, dan kerja sama antara Uni Eropa dan di luar Uni Eropa. Dalam semangat inilah hari ini kami memperbarui komitmen dalam melindungi lautan kita,” kata Mogherini.
Lebih detail komitmen Uni Eropa tersebut adalah alokasi 100 juta euro untuk penelitian penanganan polusi plastik dan 82 juta euro untuk riset. Ada pula 18,4 juta euro untuk menciptakan ekonomi biru yang berkelanjutan. Pendanaan lain adalah 12,9 juta euro untuk keamanan laut dan riset lingkungan pesisir serta 27 juta dolar untuk Pengawasan Maritim Copernicus.
Secara terpisah, lembaga dari 15 negara juga menyatakan komitmen mereka untuk meningkatkan pasokan, perdagangan dan ketersediaan boga bahari (seafood) yang bersertifikat. Mereka tergabung dalam Marine Stewardship Council (MSC).
Sebanyak 15 perusahaan dan organisasi anggota MSC itu kini bisa melaporkan perkembangan apa yang telah mereka lakukan untuk mewujudkan komitmen terhadap boga bahari bersertifikat, bisa dilacak, dan berkelanjutan itu. Di antaranya adalah Aeon Group (Jepang), Albert Hein (Belanda), Carrefour (Perancis), dan lain-lain.
CEO MSC Rupert Howes mengatakan platform internasional seperti OOC akan memberi inspirasi untuk mengambil tindakan afirmatif, menyatukan nilai dan komitmen bersama tentang pentingnya upaya bersama dalam melindungi sumber daya kelautan.
“Komitmen, kebijakan, dan ambisi para organisasi ini telah membangkitkan kembali perekonomian dengan mengubah pola produksi dan konsumsi, serta menggabungkan efek ekologis dari tindakan kita ke dalam tatanan bisnis mereka,” kata Howes.
***
Keterangan foto utama : Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam pembukaan Our Ocean Conference di Nusa Dua, Bali pada Senin (29/10/2018). Foto : Oji/Humas Setkab/Mongabay Indonesia