Dengan mengenakan kaca mata hitam, berjaket bomber, dan earphone di telinga, Dewa Gede Oka mengawasi pembeli di Pasar Kreneng, salah satu pasar besar di Denpasar bagian timur. Tiap kali ada pembeli membawa tas kresek, Oka segera mendekati lalu mengganti tas plastik sekali pakai (PSP) itu dengan tas belanja.
Kepala Seksi Penanganan Sampah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar itu termasuk salah satu aparatur sipil negara (ASN) yang ikut melakukan operasi kantong kresek di Pasar Kreneng pada Rabu (8/1/2018) kemarin. Selama sekitar satu jam, Oka dan belasan staf DLHK Denpasar ‘menangkap’ warga yang menggunakan tas kresek untuk belanja lalu menukarnya dengan tas belanja.
“Sekarang sudah tidak boleh pakai tas plastik lagi untuk belanja ya, Bu. Harus pakai tas yang sudah diberikan,” kata Oka kepada ibu-ibu yang mendapatkan tas belanja gratis.
Ni Wayan Febrianti, pedagang kelontong, termasuk salah satu pembeli di pasar yang ‘tertangkap’ Oka. Pagi itu, warga Jalan Salya Denpasar Timur itu belanja aneka makanan dan barang yang akan dia jual kembali di tokonya.
“Biasanya sekali belanja saya bisa habis sekitar 10 tas kresek,” katanya.
baca : Bali Larang Plastik Sekali Pakai Mulai 2019
Pagi itu Febrianti berbelanja aneka barang jualan sampai menghabiskan Rp1 juta. Barang-barang itu terbungkus lima tas kresek terpisah. Setelah ‘ditangkap’ tim operasi DLHK Denpasar, Febrianti pun memasukkan sebagian belanjaannya ke dalam tas belanja baru. Toh, tas belanja itu tetap tidak cukup baginya.
“Menurut saya peraturan pengurangan sampah plastik itu bagus juga untuk mengurangi sampah plastik, tetapi kan kalau kami belanja tidak mungkin cukup pakai satu tas belanja kecil begitu. Perlu dibuatkan yang lebih besar seperti karung,” kata Febrianti.
Rabu kemarin, tim DLHK Denpasar melakukan operasi tas plastik di Pasar Kreneng. Pasar umum di Denpasar timur ini buka hampir 24 jam, tetapi pusat keramaian dua kali. Pada dini hari sampai sekitar pukul 9 pagi dan mulai ramai lagi sejak pukul 5 sore hingga 12 malam. Karena itu, operasi tas plastik sekali pakai pun dilakukan pagi-pagi, dari pukul 7.30 hingga 8.30 WITA.
Selama operasi, seperti halnya Oka, para staf DLHK Denpasar yang terbagi dalam tiga kelompok memberikan tas belanja kepada pembeli. Namun, tidak banyak obrolan karena para penerima tas belanja itu kemudian pergi setelah mendapatkannya.
“Kami selalu ingatkan mereka untuk mengurangi tas kresek karena sampah plastik itu kan susah diurai,” katanya.
baca juga : Menantang Diri Belanja Tanpa Plastik di Pasar
Tindak Lanjut Perwali
Sekretaris DLHK Kota Denpasar IB Putra Wirabawa mengatakan operasi tas plastik pagi itu bertujuan agar masyarakat mulai peduli pada Peraturan Wali Kota Denpasar (Perwali) No.36/2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. “Melalui operasi ini kami berharap masyarakat tidak lagi menggunakan tas kresek dan menggantinya dengan tas ramah lingkungan,” ujarnya.
Sebelum Perwali No.36/2018 berlaku sejak 1 Januari 2019, DLHK Denpasar sudah melakukan sosialisasi tentang pengurangan kantong plastik ke pasar-pasar dan supermarket. Sosialisasi pun dilakukan sejak Mei 2018 termasuk ke acara hari tanpa kendaraan bermotor (car free day) dan sekolah-sekolah.
“Sekarang kami sosialisasi pada pembeli agar ada perubahan perilaku. Biasanya mereka minta ke pedagang atau kasir. Sekarang dengan membawa tas dari rumah, mereka agar tidak minta lagi,” kata Wirabawa.
Dalam operasi kantong plastik di Pasar Kreneng, DLHK Denpasar membagi 400 tas belanja dari bahan daur ulang. Tas itu, menurut Wirabawa, merupakan sumbangan dari perusahaan-perusahaan yang mendukung program pengurangan sampah plastik.
Setelah adanya Perwali No.36/2018, mulai banyak perubahan di tempat belanja, super market, dan pasar. “Seperti tadi kita lihat bahwa masyarakat juga sudah berubah. Sebagian sudah membawa tas belanja sendiri,” lanjutnya.
baca juga : Bali Pulau Surga atau Surga Sampah?
Selain di Pasar Kreneng, Wirabawa menambahkan, operasi serupa juga akan dilakukan ke pasar-pasar lain. DLHK Denpasar juga mengirimkan surat instruksi dan surat edaran ke lembaga-lembaga lain untuk mengurangi sampah plastik.
“Kami yakin Perwali akan bisa mengurangi sampah plastik, tetapi kami memang belum melakukan pendataan karena kan ini baru berlaku. Kalau ada tempat belanja yang menggunakan tas kresek akan kami panggil,” tegasnya.
Tidak Cukup
Sejumlah kalangan menyambut baik adanya Perwali Denpasar maupun Peraturan Gubernur Bali untuk mengurangi penggunaan plastik. “Bagaimanapun juga, aturan-aturan semacam itu perlu untuk mengurangi sampah plastik,” kata Surya Anaya, Koordinator Komunitas Peduli Sampah (KPS). Komunitas ini beranggotakan komunitas, organisasi masyarakat, dan individu yang peduli sampah di Bali.
Meskipun demikian, menurut Surya, Perwali dan Pergub maupun aksi semacam operasi kantong plastik juga perlu dibarengi dengan pendekatan holistik, berlanjut, dan sistemik. “Tidak hanya di tingkat pengguna atau hilir, tetapi juga di produsen dan distributor atau hulu,” katanya.
Program pengurangan plastik perlu memerhatikan keberlanjutan dengan membuat program jangka panjang. Tidak hanya bergeliat di awal-awal pelaksanaan Perwali. Jika tidak berkelanjutan, maka program pengurangan kantong plastik akan seperti peraturan yang sebelumnya sudah pernah ada tentang Kantong Plastik Berbayar pada Usaha Ritel Modern.
Sebelumnya pemerintah memang sudah pernah membuat Surat Edaran Dirjen PSLB3 KLHK No.06/PSLB3-PS/2015 tentang kantong plastik berbayar. Surat edaran itu diujicoba di 23 kota, termasuk Denpasar. Namun, surat edaran itu tidak berlaku lama karena kemudian berhenti.
Untuk itu, Surya mengatakan, pemerintah perlu belajar juga dari kegagalan program sebelumnya.
baca : Bogor Tanpa Tas Plastik, Bisakah ?
Selain itu, program pengurangan sampah plastik juga harus sistemik dengan menyediakan bahan pengganti tas PSP. Kalau tidak disediakan, ‘penyakit’ masyarakat akan kambuh lagi. Sementara yang disarankan adalah kembali ke zaman dulu, seperti pakai daun pisang sebagai salah satu alternatif. Ada pula pilihan dengan kantong plastik berbahan ramah lingkungan seperti dari bahan daur ulang atau yang bisa dihancurkan oleh alam (biodegradable).
“Harus ada pula dukungan teknologi untuk menyediakan pengganti bahan-bahan dari plastik lain, seperti sedotan, kantong, sendok, dan lain-lain. Bahannya juga harus dipromosikan dan diproduksi secara massal,” lanjutnya.
Tidak kalah pentingnya adalah pendidikan bagi warga untuk mengganti penggunaan tas PSP dengan bahan ramah lingkungan. Kalau warga hanya terpaksa melakukan karena peraturan pemerintah, maka itu tidak akan menyelesaikan masalah. Karena warga melakukannya hanya karena terpaksa.
“Menjadi tanggung jawab kita bersama, tidak hanya pemerintah agar warga makin sadar tentang bahaya sampah plastik terhadap lingkungan, laut, ikan, dan bahkan makanan lain sehari-hari. Jika sudah ada pengetahuan, maka warga akan melakukannya karena kesadaran. Bukan paksaan,” tegas Surya.