- Para perempuan di Lubuk Kertang, Langkat, Sumatera Utara, selain membuat beragam kerajinan tangan seperti dari purun, juga bikin kerupuk keruju dari hutan mangrove desa mereka.
- Hutan mangrove Lubuk Kertang sempat hancur ulah pebisnis yang mengubahnya jadi tanggul-tanggul untuk kebun sawit. Berkat perjuangan warga, lahan mereka tanami jutaan bibit dan kembali menjadi hutan mangrove.
- Perempuan-perempuan Lubuk Kertang, bekerja bergotong royong membuat kerupuk jeruju. Ada yang memetik daun jaruju. Ada yangmengolah sampai mengemas.
- Pemasaran kerupuk dengan rasa gurih ini baru lokal. Kadang ada turis atau tamu ke desa, juga beli. Atau mereka ikut pameran, termasuk yang diadakan pemerintah daerah. Itu tak cukup. Mereka perlu bantuan agar pemasaran lebih luas.
Suasana tenang, kala memasuki desa ini. Jauh dari hiruk pikuk. Itulah Desa Lubuk Kertang. Ia terletak di Kecamatan Berandan Barat, Langkat, Sumatera Utara. Warga bersiap menyambut Idul Fitri dengan sederhana. Serupa tahun-tahun sebelumnya, udang panama, ikan laut dan daun ubi rebus sambal terasi, jadi menu utama.
Di sudut desa, pada sebuah rumah panggung khas Melayu, tampak para perempuan menuju ke hutan mangrove.
Baca juga: Sangkot, Mangrove dan Kembalinya Kesejahteraan Masyarakat Lubuk Kertang
Para perempuan tergabung dalam Kelompok Perempuan Tani Abadi Mangrove, memanfaatkan keberadaan hutan mangrove, antara lain daun jeruju jadi kerupuk. Kala ada pesanan, mereka bekerja bergotong royong. Mereka berbagai tugas, ada yang mengambil bahan dasar, daun jeruju dari hutan mangrove, ada juga yang mengolah jadi kerupuk. Yang mengemas kerupuk dalam wadah juga ada.
Para perempuan ini membawa gunting dan tampah, mereka menelusuri hutan mangrove, untuk memilih daun jeruju. Setelah cukup, mereka kembali ke rumah panggung.
Baca juga: Kerajinan Purun dari Desa Lubuk Kertang
Daliana, Ketua Kelompok Perempuan Tani Abadi Mangrove, mengatakan, kegiatan sehari-hari para perempuan di Desa Lubuk kertang ini membuat kerupuk jeruju. Ada juga membuat kue, dan berbagai kerajinan. Bahan utama dari hutan mangrove Lubuk Kertang.
Sambil memotong daun jeruju dengan gunting, dia bercerita. Pembuatan kerupuk jeruju mulai dengan mengambil daun, lalu dipotong. Duri dalam daun dibuang. Batang pada daun juga potong. Setelah itu, cuci dan blenden daun hingga halus.
Kemudian rebu jeruju dicampur tapioka. Setelah aduk rata, dicetak. Setelah itu, proses penggorengan dengan gunakan api tak terlalu besar.
“Setelah goreng, lalu kemas.”
Dia bilang, perbungkus kerupuk jeruju satu ons Rp5.000.
Kerupuk-kerupuk ini, mereka jual sekitar desa. Kalau ada tamu dari luar kota atau luar negeri, biasa juga pesan kerupuk jeruju. Selain itu, katanya, kalau ada pameran atau kegiatan di kabupaten dan provinsi, produk mereka juga dipajang.
Saat hari besar, seperti hari raya Idul Fitri, Natal maupun tahun baru, banyak juga yang memesan kerupuk jeruju. Ada juga yang jadi oleh-oleh. Untuk sehari-hari, mereka masih mengandalkan penjualan di lokal.
Saat ini, kata Deliana, pemasaran masih jadi kendala. Penjualan baru dari mulut ke mulut atau ketika ada tamu datang ke desa mereka.
“Kami perlu pendamping atau menawarkan kerjasama untuk penjualan produk ini bisa lebih besar lagi. Kalau konsep ini berhasil, perekonomian keluarga akan sangat terbantu.”
Data Himpunan Nelayan Tradisional Indonesia (HNTI) Langkat, periode 1999-2012, hutan mangrove di kabupaten ini seluas 35.000 hektar. Mangrove terus berkurang, jadi sekitar 28.000 hektar. Di Lubuk Kertang, terutama di Register 8/L, sempat hancur untuk pembuatan tanggul-tanggul bentengan buat keperluan kebun sawit. Mangrove berhasil pulih lagi. Kini, hutan mangrove cukup rapat.
Tazruddin Hasibuan, biasa disapa Sangkot, Ketua HNTI Langkat, juga pendamping masyarakat mengatakan, sekitar 700 hektar hutan mangrove yang sempat rusak parah, kembali jadi hutan. Jutaan bibit mangrove mereka tanam, tumbuh hijau, dan melindungi desa dari abrasi laut.
Pemerintah daerah, kata Sangkot, juga harus bisa melihat upaya masyarakat di Desa Lubuk Kertang dalam menjaga hutan, dan mengelola dengan arif. Pemerintah, katanya, mesti memberikan dukungan, bukan hanya saat ada pameran.
Keterangan foto utama: Daun jeruju, bahan baku pembuatan kerupuk para perempuan dari Desa Lubuk Kertang. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia