- Gunung Tangkuban Parahu, erupsi pada Jumat [26/7/2019] sore. Letusan itu tercatat melalui seismograf berdurasi 5 menit 30 detik. Kolom abu menjulang lebih kurang 200 meter di atas puncak.
- Pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi [PVMBG] menyebut abu vulkanik dengan intensitas tebal berasal dari Kawah Ratu.
- Menurut Kepala Badan Geologi Rudi Suhendar, erupsi merupakan hal wajar karena Takungkuban Parahu merupakan gunung tipe A.
- PVMBG menerangkan, jenis letusan erupsi freatik terjadi akibat akumulasi gas yang berasal dari uap air. Sumber letusannya dangkal. Masyarakat diminta waspada.
Gunung Tangkuban Parahu tak ada beda sejak 20 dasawarsa lalu. Gunung setinggi 2.084 meter dari permukaan laut ini dikenal sebagai gunung api aktif penuh pesona yang kedalaman kawahnya bisa dilihat mata telanjang.
Jumat [26/7/2019] sore, gunung ini erupsi. Pantauan Mongabay-Indonesia, energinya di perbatasan Kabupaten Subang dan Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, relatif tinggi hingga malam. Semua aktivitas pada radius 1.5 kilometer dari bibir kawah, terlarang hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Berdasarkan pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi [PVMBG] – Kementerian ESDM, abu vulkanik dengan intensitas tebal berasal dari Kawah Ratu saat erupsi terjadi pukul 15.48 WIB. Tangkuban Parahu memuntahkan letusan freatik berupa debu vulkanik hingga radius 200 meter dari puncak.
Letusan itu tercatat seismograf berdurasi 5 menit 30 detik. Kolom abu menjulang lebih kurang 200 meter di atas puncak. Kejadian ini sempat viral di media sosial.
Meski begitu, geliatnya tak membuat warga risau. Ahmad, warga Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, masih membuka warung pada malam hari. Tidak ada kepanikan sebagaimana dikhawatirkan banyak kalangan. Ia juga mengaku tak takut dengan ancaman yang ada.
“Pengalaman tinggal di sini baik-baik saja,” katanya.

Gunung Tipe A
Tangkuban Parahu berada 30 kilometer dari Bandung, Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Secara populer, bentuknya digambarkan perahu terbalik, sebagai salah satu gunung berapi aktif di Jawa Barat.
Kejadian erupsi kemarin, menurut Kepala Badan Geologi Rudi Suhendar, merupakan hal yang wajar, karena gunung tipe A.
Data PVMBG, tremor Tangkuban Parahu masih tercatat tinggi, meski tak sebesar erupsi. Saat itu, di Kawah Ratu, kawah utamanya, amplitudo dominan lebih dari 50 milimeter. Pascaerupsi, turun 20-30 milimeter malam hari. Saat normal, biasanya menunjukan angka 0-0,5 milimeter.
Rudi menuturkan, kejadian serupa pernah terjadi di 2013. Setelah itu, aktivitasnya naik turun. Meskipun erupsi dengan kolom abu mengepul tinggi di atas kawah, namun status gunung masih dinyatakan aktif normal.

Rudi menyebut, belum bisa dipastikan, apakah kawasan itu ditutup selama proses erupsi. Evaluasi masih dilakukan beberapa hari ke depan. Namun, ia tetap mengimbau warga tidak mendekati kawah, asapnya membahayakan.
Secara historis, dalam kurun waktu 1,5 abad tercatat telah beberapa kali meletus. Tak heran, bila terdapat sembilan kawah. Saat normal, beberapa kawah memunculkan bau belerang, bahkan ada kawah dilarang dituruni karena bau asapnya mengandung racun.
Kesembilan kawah itu yakni Kawah Ratu, Upas, Domas, Baru, Jurig, Badak, Jarian, Siluman, dan Pangguyangan Badak. Kendati keseluruhan terlihat aman, sejak 1985 perkembangannya terus dicermati dari Pos Pengamatan.

Ahli gunung api PVMBG, Gede Suantika menjelaskan, jenis letusan freatik akibat akumulasi gas. Freatik artinya letusan masih disebabkan oleh akumulasi gas-gas yang berasal dari uap air. Sumber letusannya dangkal.
Perubahan sistem kantong magma dangkal dipicu berbagai macam kejadian alam, antara lain anomali suhu, tekanan, dan kegempaan tektonik di sekitar gunung. Selain itu, perubahan kantong magma dangkal ini bisa memicu seringnya letusan freatik.
“Sejauh ini, letusan hanya memuntahkan debu vulkanik. Tidak ada magmatik dimuntahkan, karena magma di bawah sekali, sekitar 20 kilometer,” kata Gede.
Kendati demikian, Gede berharap pemerintah daerah, pengelola, dan masyarakat sekitar mempersiapkan kemungkinan terburuk. Bukan tak mungkin, letusan freatik suatu saat diikuti magmatik yang lebih berbahaya.
Tujuannya, ia bilang, demi mengetahui sekalugus mengantisipasi potensi letusan di masa mendatang. Apalagi, gunung ini tak jauh dari kawasan Lembang dan Bandung yang padat penduduk.
“Walau gunung ini relatif tenang, pemantauan status harus terus-menerus,” ujarnya.

Kepala Subdirektorat Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMBG Nia Haerani, menuturkan langkah pemantauan penting dilakukan untuk memperoleh informasi aktivitas kegempaan di sekitar gunung. Menurutnya, Tangkuban Parahu menyimpan sejarah letusan.
Gunung api, lanjutnya, jika akan meletus dapat diamati dari kegempaan. Gunung ini acapkali erupsi, tetapi tidak didahului gempa vulkanik.
“Yang terjadi kemarin hanya gempa hembusan, yang lebih banyak disebabkan gas. Beberapa terakhir ini kita pantau kondisinya, masih naik turun.”
Sejauh ini, tambah Nia, tingkat ancaman masih di dalam kawah. Oleh karena itu, peningkatan status belum diperlukan, kecuali ke depannya ada potensi erupsi lebih besar. “Kami masih melakukan evaluasi untuk memastikan statusnya meningkat atau menurun,” ujarnya.
Pantuan Mongabay-Indonesia, PVMBG mengumumkan Gunung Tangkuban Parahu yang masuk wilayah Kabupaten Bandung Barat ini sudah normal. Tidak lagi erupsi hingga Sabtu [27/7/2019] pagi, pukul 09.00 WIB. Aktivitas erupsi sudah menurun, meskipun masih terjadi gempa tremor.

Sejarah panjang
Dikutip dari Buku Bandung Purba karya T. Bachtiar, catatan tertua yang ditulis Franz Wilhelm Junghuhn, berjudul Perjalanan Topografi dan Ilmiah Melintasi Java, Tangkuban Parahu mengalami erupsi tahun 1829. Ketika itu, letusan abu terus-menerus berasal dari pusat erupsi Kawah Ratu dan Kawah Domas. Lalu, pada 1846 terjadi erupsi di Kawah Ratu.
Tahun 1896 terjadi letusan freatik, dan terbentuknya Kawah Baru di sebelah utara Kawah Badak. Tahun 1910, erupsi cukup besar di Kawah Ratu menghasilkan skorea dan abu. Kemudian, 1952 hingga saat ini, Tangkuban Parahu tidak pernah menunjukkan erupsi besar, kecuali erupsi abu tanpa diikuti leleran lava, awan panas, ataupun lontaran batu pijar. Tidak ada juga catatan bahwa erupsi gunung ini menyebabkan korban jiwa. kondisinya dalam keadaan aktif normal.

Tangkuban Parahu merupakan objek geologi yang sejarahnya menarik untuk dikaji. Gunung ini menjadi bagian budaya masyarakat Sunda sejak lama. Terikat erat dengan legenda Sangkuriang. Perpaduan pesona alam dan mudahnya akses membuat Tangkuban Parahu menjadi ikon wisata Jawa Barat.
“Sebetulnya, bahaya erupsi gunung api tidak berada pada gunungnya. Tetapi pada banyak atau tidaknya masyarakat di area gunung api tersebut,” tandas Nia.