- Warga di Pekon Way Bulok, Kelurahan Bulokarto, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Lampung, menggelar Upacara Kemerdekaan Indonesia ke-74 di sungai kering.
- Upacara di Sungai Way Bulok yang mengering itu, sebagai bentuk kegembiraan sekaligus keprihatinan masyarakat akan kondisi lingkungan mereka yang sejak lama tidak ada penyelesaian.
- Sejak awal Juli, sungai mengering dan banyak yang membuang sampah ke sungai tersebut.
- Fungsi hidrologi di hulu sungai di wilayah tangkapan air Batutegi, Kabupaten Tanggamus, yang rusak karena perambahan, penebangan liar berdampak parah pada Sungai Way Bulok.
Berbagai macam ide, diekspresikan masyarakat dalam memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74.
Ini sebagaimana ditunjukkan warga di Pekon Way Bulok, Kelurahan Bulokarto, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Lampung.
Warga dari berbagai unsur ini, mulai kelompok tani, organisasi masyarakat, siswa sekolah dasar, ibu-ibu posyandu hingga kelompok pengajian melakukan upacara pengibaran bendera di Sungai Way Bulok yang mengering.
Sindhu Ramudyo, warga Pekon Way Bulok mengatakan, peringatan ini sebagai bentuk luapan kegembiraan sekaligus keprihatinan masyarakat. “Kalau di lapangan sudah biasa, makanya kami ingin memberikan yang berbeda,” katanya.
Menurut Sindhu, sejak awal Juli, Sungai Way Bulok sudah kering. Makin parahnya, orang-orang yang melintasinya dari jembatan, seenaknya membuang sampah.
“Warga sejak awal Agustus gotong royong membersihkan sampah. Lalu, di sungai itu dijadikan lokasi upacara,” katanya lagi.
Sungai Way Bulok mengaliri kebutuhan pertanian lima desa di Gading Rejo. Kondisinya yang tak berair membuat petani setempat sumur bor untuk mendapatkan air yang cukup.
“Petani harus membayar mahal mendapatkan air demi mengaliri sawah. Tetapi tidak semua pesawahan mendapatkan air,” tuturnya.
Baca: Kampung Konservasi Pekandangan yang Mengusung Kearifan Lokal

Kering sejak lama
Edison, pemerhati lingkungan yang juga tenaga ahli di Pemerintah Provinsi Lampung mengatakan, Sungai Way Bulok merupakan sub DAS [Daerah Aliran Sungai] Way Sekampung.
Dari 484.191,80 hektar luas DAS Sekampung, sekitar 87.670 hektar adalah luas sub DAS Way Bulok.
Dia mengatakan, kekeringan di Sungai Way Bulok sudah terjadi sejak lama dan akan terus terjadi selama DAS tidak diperbaiki. Kering sewaktu musim panas dan banjir saat penghujan.
“Apa yang dilakukan warga merupakan kritik sosial yang tidak pernah ada penyelesaian,” katanya.
Fungsi hidrologi di hulu sungai yakni di wilayah tangkapan air Batutegi, Kabupaten Tanggamus, rusak karena perambahan, penebangan liar, dan lainnya.
“Saya pada 1994 ketika masih bertugas di Lampung Barat, Sungai Way Bulok sudah kering,” terangnya.

Mandat Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah mengatur bagaimana mengelola lingkungan hidup, agar kekeringan tidak terjadi.
“Caranya adalah dengan sistem pengelolaan disentif-insentif,” kata dia.
Penanganan masalah ini tidak bisa hanya diserahkan pada kabupaten bersangkutan. Tetapi harus ada pengelolaan terpadu DAS antara kabupaten di hulu dan kabupaten di hilir.
Solusi ini menurutnya, sudah tertuang dalam regulasi Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2017 tentang pengelolaan DAS terpadu di Provinsi Lampung. “Pada 2018, Pemerintah Provinsi Lampung telah membentuk tim percepatan pemulihan wilayah tangkapan air area Batutegi.”

Bahkan, sudah ada komitmen 10 kota dan kabupaten ditambah gubernur dalam hal penyelamatan catchment area Batu Tegi. Ditambah adanya mandat pembentukan forum DAS. “Ini semestinya mendapat dukungan yang baik,” katanya lagi.
Permasalahannya adalah komitmen para pihak yang telah dibangun apakah bisa segera direalisasikan. “Tentunya, dengan dukungan regulasi agar persoalan kekeringan tidak berulang setiap tahun,” tandasnya.