- Pertengahan Februari, Bapeten menemukan limbah radioaktif di lahan kosong Perumahan Batan Indah Serpong. Bapeten dan polisi menyelidikan kasus ini. Senin (24/2/20), di satu rumah warga Perumahan Batan Indah, inisial S, polisi menemukan sumber bermacam radiaktif termasuk Celium 137. Penemuan sumber radiasi di rumah itu, hasil penyisiran kepolisian didukung Bapeten.
- Batan bersama-sama Bapeten, harus serius dalam menangani temuan radiaktif di permukiman masyarakat itu.
- Sebelumnya, Bapeten bekerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) memeriksa warga yang tinggal di Perumahan Batan Indah, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, area paparan radioaktif Cesium 137. Dari sembilan diperiksa, dua positif terpapar radioaktif, meskipun menurut mereka kadar masih rendah atau jauh di bawah ambang batas membahayakan.
- Dengan temuan radioaktif di lahan kosong perubahan, bahkan di rumah warga perumahan itu serta diduga milik pegawai Batan, makin menguatkan dan membuktikan, sistem pengawasan terhadap limbah radioaktif begitu lemah.
“Intinya begini, perlu ditegaskan ini buka kebocoran atau kejatuhan atau fallout. Mungkin memang ada yang meletakkan, menaruh atau membuang radioaktif Cesium 137 itu. Kami akan melakukan investigasi bersama pihak kepolisian,” kata Indra Gunawan, Kepala Biro Hukum Bidang Komunikasi Badan Pengawasan Tenaga Nuklir (Bapeten) Minggu, (16/2/20).
Lebih sepekan setelah itu, tepatnya, Senin (24/2/20), di satu rumah warga Perumahan Batan Indah, inisial Su, polisi menemukan sumber radiaktif. Penemuan sumber radiasi di rumah itu, kata Indra, hasil penyisiran kepolisian didukung Bapeten. Kini, rumah itu diberi garis polisi. Tim Gegana dan Bapeten juga pemeriksaan terhadap pemilik rumah.
Dalam rilis Indra mengatakan, temuan radioaktif ini sama dengan sebelumnya, Cesium 137, tetapi beberapa sumber radioaktif yang lain juga.
Baca juga: Misteri Limbah Radioaktif di Komplek Perumahan Batan Indah
Sebelumnya, Bapeten bekerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) memeriksa warga yang tinggal di Perumahan Batan Indah, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, area paparan radioaktif Cesium 137. Dari sembilan diperiksa, dua positif terpapar radioaktif, meskipun menurut mereka kadar masih rendah atau jauh di bawah ambang batas membahayakan.
Hendriyanto Hadi Tjahyono, Sekretaris Utama Bapeten, menerangkan, pemeriksaan sembilan orang itu menggunakan whole body counting dengan hasil dua orang dinyatakan terkontaminasi Cesium 137, nilai radiasi rendah, 0,12 milisievert. Ambang batas dosis radiasi terpapar pada manusia, satu milisivert per tahun.
“Memang benar, dua orang terdeteksi kontaminasi Caesium 137. Radiasinya hanya 0,12 milisivert atau kira-kira sepersepuluh kali lebih kecil dari nilai batas dosis. Jadi, tidak ada dampak terhadap kesehatan,” katanya yang enggan memberitahu identitas dua warga itu. Kedua orang itu masih akan pengecekan intensif setiap satu atau dua bulan.
Menurut dia, dalam tubuh manusia memiliki radioaktif alami berupa Kalium 40.
Pengawasan lemah
Hindun Mulaika, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, mengatakan temuan radiasi nuklir melebihi batas aman oleh Bapeten adalah preseden buruk pemerintah. Artinya, temuan serpihan radioaktif Caesium 137 (Cs-137), membuktikan, penanganan limbah radioaktif di Indonesia sangat lemah pengawasannya. Belum lagi dampaknya bisa sangat membahayakan bagi masyarakat sekitar.
“Kejadian ini adalah preseden buruk bagi pemerintah dan Batan yang gagal dalam menjaga keamanan mayarakat dari bahaya limbah radioaktif,” katanya.
Dia bilang, perlu investigasi menyeluruh bagaimana limbah radioaktif bisa sampai di tengah-tengah perumahan padat penduduk. Mengingat Cs-137 sangat berbahaya dan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kematian.
Masyarakat, katanya, berhak tahu informasi sejauh apa cemaran radiasi itu. Bapeten harus mengungkapkan kondisi tanah dan tanaman di lokasi.
Menurut penelitian, Cs-137 mudah teroksidasi dan larut dalam air. Cs-137 yang berbentuk serbuk sangat mudah terhirup oleh masyarakat.
“Sangat membahayakan apabila serpihan limbah radioaktif berada di sana dalam kurun waktu lama.”
Selama ini, katanya, masyarakat tak mengetahui ada paparan radiasi Cs-137. Mereka beraktivitas dan menghirup udara sekitar, terutama ibu-ibu dan anak-anak yang rentan paparan.
Batan bersama-sama Bapeten, katanya, harus serius dalam menangani temuan radiaktif di permukiman masyarakat itu. Belum lagi, lokasi operasi reaktor nuklir Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) Batan berjarak kurang lima km dari lokasi kejadian. Batan juga harus investigasi internal terkait penerapan sistem penanganan limbah nuklir.
Dengan temuan radioaktif ternyata di rumah warga Perumahan Batan dan diduga milik pegawai Batan, kata Hindun, makin menguatkan dan membuktikan, sistem pengawasan terhadap limbah radioaktif lemah.
“Sangat disayangkan, oknum itu adalah pegawai Batan, yang asumsinya beliau punya pengetahuan mumpuni terkait bahaya limbah radioaktif dan bagaimana penanganan seharusnya,” katanya. Temuan ini tambah mengagetkan karena di rumah itu tidak hanya Cs 137, juga bahan radioaktif lain.
Dia bilang, efek jangka panjang dari paparan radiasi sangatlah berbahaya. Kalau Su menyimpan di dalam rumah berarti jarak paparan sangat dekat dengan frekuensi yang sangat intensif.
Pintu masuk komplek. Sekitar 200 meter masuk komplek itulah tempat limbah radioaktif ditemukan. Foto:Barita News Lumbanbatu/ Mongabay Indonesia
Paparan radiasi radioaktif di atas batas aman, katanya, bisa merusak sel yang menyebabkan seseorang berpotensi terkena kanker. “Apa yang dilakukan oknum itu, apapun motifnya, sangat membahayakan tidak hanya beliau dan keluarga juga warga sekitar yang tinggal di area itu.”
Sekali lagi, kata Hindun, kalau kejadian ini berkaitan dengan temuan limbah radiaoktif di area perumahan itu, sungguh menimbulkan pertanyaan besar soal standar operasi penanganan limbah radioaktif di Indonesia. “Sampai-sampai bisa dibawa pulang oleh seorang pegawai tanpa prosedur yang aman.”
Hendrikus Adam, dari Walhi Kalimantan Barat mengatakan, temuan limbah radioaktif Cesium 137 di Komplek Perumahan Batan, Serpong, Tangerang Selatan pada 16 Februari 2020 mengkonfirmasi pengawasan pemerintah lemah selama ini.
“Aneh, bila limbah radioaktif begitu berbahaya bisa berada di suatu tempat tanpa sepengetahuan,” katanya.
Adam mengomentari isu ini karena khawatir, belakangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) digadang-gadang akan ada di Kalbar. Bercermin kasus di Serpong, di Perumahan Batan saja, ada limbah radioaktif terbuang sembarangan dan pengawasan lemah, kalau sampai ada PLTN dan ceroboh seperti itu sungguh mengerikan.
Kecerobohan ini, katanya, justru sungguh mencemaskan karena paparan radiasi radioaktif mengancam kesehatan manusia hingga risiko kematian.
Penemuan zat radioaktif pada satu rumah warga di perumahan itu Senin (24/2/20), makin menguatkan betapa pengawasan zat radioaktif lemah. Kondisi ini, katanya, jadi persoalan serius termasuk soal tata kelola nuklir di lingkungan Batan.
“Kita berharap, agar ada keterbukaan informasi dalam mengungkap kasus ini.”
Bagi Kalbar, temuan limbah radioaktif di Perumahan Batan Indah ini merupakan peringatan keras dan serius serta pembelajaran bersama betapa riskan soal nuklir ini. Bahaya radioaktif, katanya, tak hanya terjadi karena kebocoran atau reaktor meledak dengan berbagai faktor penyebab seperti kecerobohan manusia, bencana dan infrastruktur, juga ketidakjujuran, ketidakterbukaan dan kecerobohan dalam pengelolaan, penguasaan maupun penanganan limbah.
Pembangkit nuklir
Belakangan ini, pemerintah mulai gencar promosi nuklir sebagai satu pilihan pemenuhan listrik. Salah satu rencana pembangunan PLTN ramai tuai kontroversi di Kalbar.
Bercermin pada kecerobohan, ketidakterbukaan dan pengawasan serta tata kelola buklir maupun limbah, kata Adam, mestinya pendirian PLTN di Kalbar, tak dipaksakan. Apalagi, rencana pendirian PLTN di Kalbar, terkesan tertutup, dan berisiko menyesatkan.
Pemerintah, katanya, perlu serius pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan yang berlimpah di negeri ini termasuk Kalbar.
Memaksakan pembangunan PLTN, katanya, justru menunjukkan kegagalan pemerintah memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber energi terbarukan yang lebih aman, bersih dan berkeadilan rakyat.
Senada dikatakan Hindun. Nuklir, katanya, bukan pilihan energi masa depan Indonesia. PLTN, katanya, investasi berbahaya dan sangat mahal.
Mengacu pada data Lazard 2019, biaya modal pembangunan PLTN tertinggi saat ini, secara maksimal dapat menyentuh angka $12.250/kW. Sedang energi terbarukan, baik angin dan surya mencapai grid parity atau harga sama dengan pembangkit konvensional pemasok sistem grid di banyak negara di dunia.
“Sudah seharusnya pemerintah Indonesia mulai berpikir jernih dengan fokus investasi energi terbarukan yang lebih aman, murah, bersih, bukan PLTU batubara apalagi PLTN.”
Belum ada solusi buang limbah nuklir
Saat ini, belum ada solusi kredibel untuk pembuangan limbah nuklir jangka panjang. Amerika Serikat saja, selama ini menempatkan pembuangan limbah nuklir di Carlsbad, New Mexico, dengan kedalaman 655 meter di bawah permukaan tanah.
Yucca Mountain juga pernah diajukan sebagai tempat penyimpanan limbah nuklir, namun mendapat banyak tentangan. Artinya, tidak hanya reaktor nuklir harus benar-benar aman, katanya, juga penyimpanan limbah nuklir yang meninggalkan jejak ketakutan tersendiri.
Keterangan foto utama: Tim sedang pembersihan limbah radioaktif. Foto: Barita News Lumbanbatu/ Mongabay Indonesia