- Nurohman, Kepala Seksi Perencanaan, Perlindungan dan Pengawetan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur, menjelaskan, Gubernur Jawa Timur melarang pertunjukan topeng monyet sejak Januari 2019. Topeng monyet, katanya, tak boleh berkeliaran bebas menyajikan pertunjukan ke perkampungan.
- BKSDA Jatim meminta, masyarakat tak melayani pertunjukan topeng monyet di kampung termasuk memberi uang usai pertunjukan. Pemerintah Kota Surabaya, katanya, agar menginstruksikan atau mengeluarkan edaran kepada Ketua RT/RW melarang topeng monyet. Dia khawatir juga, monyet membawa penyakit, dan menularkan kepada manusia.
- Surat Gubernur Jatim tertanggal 8 Januari 2019 ditandatangani Gubernur Soekarwo menyebutkan, surat keluar karena pertunjukan topeng monyet marak di Jatim. Surat ini berisi pertunjukan topeng monyet merupakan bentuk kekerasan terhadap satwa, menirukan perilaku manusia yang menganggu perilaku alaminya. Tak sesuai dengan kaidah kesejahteraan satwa (animal welfare).
- ProFauna menelusuri pusat pelatihan monyet ekor panjang untuk pertunjukan di Blitar. Monyet dilatih sejak kecil dengan cara kejam. Secara mental, monyet bakal takut, dan depresi kepada manusia yang melatih dan mengikuti instruksi pelatih. Monyet ekor panjang yang terlatih biasa disewakan. Biasa, pertunjukan topeng monyet ramai saat Ramadan dan libur Lebaran. Rosek memantau pertunjukan di Malang, Blitar, Surabaya, Sidoarjo, dan Banyuwangi.
Topeng monyet masih beraksi di Jawa Timur, meskipun sudah ada larangan gubernur sejak Januari tahun lalu. Belum lama ini, sebuah video merekam monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) menyeret balita di Surabaya, Jawa Timur, menggegerkan jagat maya. Video berdurasi 28 detik ini merekam topeng monyet ekor panjang ke kampung di Tanjungsari, Sukomanunggal, Surabaya. Musik mengiringi monyet yang dikekang dengan tali rantai, dan dikendalikan pemilik. Monyet berlari cepat memasuki lorong, mendekati empat anak yang tengah bermain di teras rumah.
Tiba-tiba monyet mendekat dan menyeret seorang balita berpakaian kuning hingga terseret beberapa meter. Sejumlah orang dewasa berteriak mengejar monyet. Video ini ramai ditonton warganet setelah diunggah di Instagram @ndorobeii pada 3 Mei 2020. Video rekaman @panjiputrapacitan dari lantai dua rumahnya.
Baca juga : Ramai-ramai Desak Setop Perdagangan Monyet
Kejadian ini berlangsung 2 Mei 2020. Panji tak sengaja merekam kejadian miris ini. “Tu aq yg ambil videonya min….depan rumah pas kejadiane,” tulis Panji di akun @ndorobeii.
Lantas Panji menyebarkan video ke grup media sosial lingkungannya, agar masyarakat lebih waspada kalau ada pertunjukan topeng monyet. Pemilik topeng monyet, katanya, ditegur warga dan dilarang kembali masuk perkampungan.
“Diselesaikan secara kekeluargaan. Dia (si anak-red) trauma berat, biasa main ke rumah, sejak siang gak berani main ke rumah. Cuma dahi yang lecet-lecet, untung gak di bagian kepala belakang, soalnya abis oprasi.,” katanya. Video itu telah dilihat 232,304 orang.
Dilarang
Nurohman, Kepala Seksi Perencanaan, Perlindungan dan Pengawetan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur, menjelaskan, Gubernur Jawa Timur melarang pertunjukan topeng monyet sejak Januari 2019. Topeng monyet, katanya, tak boleh berkeliaran bebas menyajikan pertunjukan ke perkampungan.
“Kita sudah pemeriksaan lapangan,” katanya. Saat di lapangan sudah tak ada topeng monyet, hingga petugas BKSDA sulit mengidentifikasi. Petugas juga mengumpulkan bukti dan keterangan saksi termasuk kondisi lingkungan, masyarakat dan korban.
“Kumpulkan bukti. Anak-anak trauma,” katanya, dihubungi Mongabay.
BBKSDA Jatim meminta, masyarakat tak melayani pertunjukan topeng monyet di kampung termasuk memberi uang usai pertunjukan. Pemerintah Kota Surabaya, katanya, agar menginstruksikan atau mengeluarkan edaran kepada Ketua RT/RW melarang topeng monyet. Dia khawatir juga, monyet membawa penyakit, dan menularkan kepada manusia.
“Masyarakat juga bisa memasang tulisan larangan topeng monyet masuk kampung,” katanya.
Petugas BBKSDA Jatim juga menggelar patroli rutin. Hasilnya, pada 12 Mei 2020, petugas menangkap seorang pemilik topeng monyet yang menggelar pertunjukan di Sedati, Sidoarjo. Pemilik topeng monyet diperiksa dan monyet disita untuk rehabilitasi sebelum dilepasliarkan.
Baca juga: Seruan Setop Topeng Monyet di Jogja, Beragam Penyakit Ini Bisa Menular ke Manusia…
Sejak Januari 2019, total 19 monyet ekor panjang disita. Sejauh ini, katanya, masih ada pertunjukan topeng monyet meski Pemerintah Jatim telah melarang. Dia sering menemukan topeng monyet dari laporan masyarakat. Karena, keterbatasan personil kadang menghambat proses penindakan.
“Tak setiap laporan bisa ditertibkan.”
Selain itu, katanya, Pemkot Surabaya juga rutin menangani topeng monyet. Monyet hasil sitaan diserahkan ke BBKSDA Jawa Timur, direhabilitasi di kandang karatina yang bekerjasama dengan Jakarta Animal Aid Network (JAAN). Satwa ini akan mendapat perawatan, pemeriksaan kesehatan sebelum dilepasliarkan.
“Mengembalikan perilaku alamiah sebelum dilepasliarkan. Juga diperiksa kesehatan jangan sampai menularkan penyakit di habitat baru,’ katanya.
Video yang memperlihatkan balita diseret monyet dari pertunjukan topeng monyet di Surabaya, Jawa Timur. Foto: dari sreenshot video
Potensi tularkan penyakit
Surat Gubernur Jatim tertanggal 8 Januari 2019 ditandatangani Gubernur Soekarwo menyebutkan, surat keluar karena pertunjukan topeng monyet marak di Jatim. Surat ini berisi pertunjukan topeng monyet merupakan bentuk kekerasan terhadap satwa, menirukan perilaku manusia yang menganggu perilaku alaminya. Tak sesuai dengan kaidah kesejahteraan satwa (animal welfare).
Selain itu, berpotensi menularkan zoonosis yakni penularan penyakit satwa kepada manusia atau sebaliknya. Gubernur Jawa Timur menugaskan Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Satpol PP untuk melarang pertunjukan topeng monyet.
Bekerjasama dengan polisi, TNI, BBKSDA Jatim dan lembaga swadaya masyarakat mengantisipasi dampak kesehatan serta penanganan satwa. Juga meminta pembinaan pelaku pertunjukan. Surat ini ditujukan kepada seluruh bupati dan wali kota di Jatim.
Surat Gubernur Jatim ini menindaklanjuti surat edaran Kepala BBKSDA Jatim tertanggal 18 Mei 2018 yang menyebutkan, kalau topeng monyet tak menerapkan etika kesehatan dan kesejahteraan satwa. Ia berpotensi menyiksa dan menyakiti satwa hingga pertunjukan ini dilarang.
Kalau ada masyarakat mengetahui pertunjukan topeng monyet agar melaporkan ke BBKSDA Jatim. “Kami mengimbau masyarakat apaabila melihat pertunjukan topeng monyet segera melaporkan ke call center 082232115200,” tulis Kepala BBKSDA Jatim Nandang Prihadi.
Populasi monyet ekor panjang dianggap masih tak terancam hingga tak dilindungi. Lantaran bukan satwa dilindungi, monyet ini rentan eksploitasi, seperti perburuan, perdagangan, dan obyek tontonan. Ditambah laju deforestasi makin cepat, memungkinkan monyet ekor panjang terancam punah.
Perburuan dan perdagangan monyet ekor panjang untuk pasar ekspor diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 26/Kpts-II/94 tertanggal 20 Januari 1994 tentang Pemanfaatan Jenis Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina) dan arwana (Scleropagus formosus) untuk keperluan ekspor. Dalam peraturan ini, pemanfaatan monyet ekor panjang untuk keperluan ekspor harus dari hasil penangkaran.
Berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa menyebutkan monyet ekor panjang merupakan jenis satwa tak dilindungi karena populasi banyak. Namun, tak menutup kemungkinan satwa ini mulai menghilang karena degradasi habitat, konversi hutan jadi lahan pertanian, pertambangan, sampai pembalakan liar.
Monyet ekor panjang hidup berkelompok beranggotakan lima hingga 40-an ekor. Dalam satu kelompok ada dua sampai lima pejantan dengan seorang monyet jantan sebagai pemimpin kelompok. Laporan Protecting Forest and Wildlife (ProFauna) menyebutkan, kuota tangkap yang direkomendasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)– yang ditetapkan pemerintah– akan mengancam monyet ekor panjang di alam. Apalagi di banyak kasus, kuota tangkap disalahgunakan untuk penangkapan dengan tujuan perdagangan ilegal.
Pada 2008, kuota tangkap sekitar 5.100, naik dari 2007 sebanyak 4.100. Kuota tangkap direkomendasikan untuk induk penangkaran, dan penelitian.
Yatna Supriatna (2000) menuliskan, habitat monyet ekor panjang 70% telah hilang. Habitat semula 217.981 kilometer persegi jadi 73.371 kilometer persegi dan di kawasan konservasi menempati areal 7.525 kilometer persegi.
Terorganisir
Rosek Nursahid, Ketua ProFauna mengatakan, primata ini mampu beradabtasi dan bertahan hidup dalam beragam ekosistem. Mulai dari bakau di pantai, dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut (m.dpl).
Di Indonesia, populasi monyet ekor panjang tersebar di berbagai daerah di Jawa, Bali, Bangka, Bawean, Belitung, Kalimantan, Kangean, Karimunjawa, Karimata, Lombok, Nias, Nusa Tenggara, Simeulue, Sumatra, Sumba, Sumbawa, dan Timor.
Monyet ekor panjang makan segala atau karnivora, di pantai memakan kepeting, makan bunga, daun, dan beragam buah. Kalau dipelihara manusia bisa beradabtasi dengan memakan roti, kerupuk dan makanan manusia lain. “Tingkat survival-nya tinggi,” katanya.
Selain itu, juga berpotensi menularkan penyakit kepada manusia. Monyet ekor panjang bisa membawa penyakit hepatitis dan rabies yang menular manusia dan sebaliknya. Jadi, banyak pemerintah daerah melarang monyet jadi tontonan seperti topeng monyet.
Pemerintah Jakarta dan Jawa Barat, sudah melarang lebih dulu. “Insiden di Surabaya, pemerintah kecolongan. Pengawasan longgar, lemah,” katanya.
Pelaku topeng monyet di Jakarta dan Jawa Barat bergeser ke Jawa Timur yang masih dalam lemah penegakan hukum. Atraksi topeng monyet, secara berjejaring dan terorganisir.
ProFauna menelusuri pusat pelatihan monyet ekor panjang untuk pertunjukan di Blitar. Monyet dilatih sejak kecil dengan cara kejam. ”Digantung, berbulan-bulan supaya menurut perintah majikan,” kata Rosek.
Secara mental, monyet bakal takut, dan depresi kepada manusia yang melatih dan mengikuti instruksi pelatih. Monyet ekor panjang yang terlatih biasa disewakan. Biasa, pertunjukan topeng monyet ramai saat Ramadan dan libur Lebaran. Rosek memantau pertunjukan di Malang, Blitar, Surabaya, Sidoarjo, dan Banyuwangi.
“Surabaya masih ada petunjukan, Satpol PP bisa membubarkan dan menyita,” katanya.
Pemerintah daerah, katanya, harus bertanggungjawab atas praktik ilegal ini. ProFauna mendorong pemerintah kota dan kabupaten membuat tempat karantina dan rehabilitasi satwa.
“Perlu penegakan hukum dan pendidikan kepada masyarakat tak menonton pertunjukan topeng monyet.”
Populasi cukup banyak di alam dan tak dilindungi jadi alasan menangkap monyet ekor panjang. Praktik penangkapan di alam terjadi di Banyuwangi, Batu dan Madiun. Sedangkan dalam UU No 41/99 tentang Kehutanan pada Pasal 50 menyebutkan, setiap orang dilarang mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar tanpa izin. Ancaman penjara satu tahun penjara.
Bagi pemburu monyet ekor panjang, katanya, bisa dijerat aturan itu. Apalagi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatanan juga mengatur dalam surat angkut tumbuhan dan binatang di dalam negeri (SATS-DN). “Perlu efek jera. Selama ini, tak ada sanksi hukum. Tak tegas,” katanya.
Untuk monyet ekor panjang yang akan dilepasliarkan harus dibentuk dalam satu kelompok. Kelompok monyet ini terdiri dari jantan dewasa sebagai pemimpin. Kalau tak lepas dalam satu kelompok akan dimusuhi kelompok lain di habitat baru. Juga harus melalui pemeriksaan kesehatan bebas penyakit menular dan berbahaya.
Juga menjalani pelatihan agar bisa berperilaku alamiah dan liar, mengenal dan makan pakan alami. Apalagi, katanya, monyet ekor panjang sebelumnya telah berperilaku macam manusia, misal, bersepeda, membawa payung dan mengikuti iringan musik.
Keterangan foto utama: Petugas BBKSDA Jawa Timur menangkap dan menyita monyet yang jadi pertunjukan topeng monyet di Sedati, Sidoarjo. Foto: BBKSDA Jatim