- Kelompok Daerah Perlindungan Laut (DPL) Desa Gotowasi, Kecamatan Maba Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara aktif melakukan konservasi penyu seperti penyelamatan dan penetasan telur dan pelepasliaran tukik
- Kegiatan konservasi DPL Desa Gotowasi dilakukan karen sebagian warga belum paham tentang pentingnya konservasi
- Juga didorong penetapan kawasan laut desa berstatus sebagai Daerah Perlindungan Laut (DPL) Gotowasi dengan potensi pesisir berupa mangrove dan padang lamun, serta tiga jenis penyu dan juga dugong yang memiliki nilai konservasi tinggi.
- Pemerintah berjanji akan membantu Kelompok DPL Desa Gotowasi seperti bantuan perahu untuk pengawasan dan peralatan lainnya
Suara Saifudin Abdurahim begitu riang Senin (21/7) siang lalu. Lewat telepon, dia menyampaikan informasi telur penyu yang mereka kumpulkan dan eramkan di kawasan pantai Desa Gotowasi, Kecamatan Maba Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara itu telah menetas menjadi tukik.
Dari 50 telur yang mereka simpan, 39 di antaranya telah menetas. Artinya usaha konservasi penyu di desa itu tidak sia-sia. Mereka berhasil menetaskan telur untuk kedua kalinya.
“Sebelumnya sudah ada 59 telur menjadi tukik dan sedang dipelihara. Tukik itu juga sudah siap dilepas ke laut akhir bulan ini.” jelas Saifuddin, Ketua Kelompok Daerah Perlindungan Laut (DPL) Desa Gotowasi.
Dari dua kali penetasan telur penyu, sudah ada 98 ekor tukik. Mereka mulai mengumpulkan telur penyu awal Ramadhan lalu. Hingga kini sudah memasuki 4 bulan lebih. Usaha ini mereka lakukan sendiri meski belum mendapatkan pembekalan atau pelatihan khusus menetaskan telur-telur penyu itu.
“Kita tetap coba hingga ada yang menetas. Sempat kita dapat penjelasan dari salah satu dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Khairun Ternate, selanjutnya coba sendiri dan berhasil,” katanya.
baca : Warga Gane Lepaskan Penyu, di Tobelo Satwa Laut Ini Mati Mengenaskan
Kelompok DPL Gotowasi ini beranggotakan 15 orang warga yang saban hari sibuk merawat dan memberi makan tukik. Tidak itu saja, mereka juga berpatroli dan memantau pantai serta pulau jika ada penyu bertelur. Dari hasil survei dan pengumpulan telur mereka menemukan 8 ekor penyu bertelur di kawasan pesisir pantai desa ini.
Gerakan ini masih dilakukan mandiri. Bantuan biaya dari pemerintah juga masih terbatas. Meski demikian demi konservasi penyu berbagai upaya terus dilakukan.
Dia bilang, memang belum semua warga paham dengan upaya konservasi ini. Jika mereka sudah paham, telur yan ditemukan diambil dan diserahkan ke kelompok untuk selanjutnya ditetaskan. Tetapi jika belum sebagian warga mengkonsumsinya.
Karena belum ada dukungan anggaran untuk tambahan fasilitas, maka coba disuarakan ke pemerintah kabupaten untuk dibantu. “Saya sudah suarakan ke Kepala Dinas Perikanan Halmahera Timur. Hanya saja dalam kondisi Covid 19 ini agak sulit. Kepala Dinas berjanji menyuarakan ke pemerintah provinsi agar bisa dibantu. Misalnya bodi perahu untuk pengawasan ke daerah pulau maupun pesisir agar aktivitas penangkapan penyu tidak lagi dilakukan mereka yang tidak bertanggung jawab,” jelasnya. Apalagi katanya, di desa ini ada tempat wisata pantai maupun wisata kawasan mangrove. Kawasan ini menjadi tempat bertelur penyu yang harus dilindungi.
Aktivitas mereka dibantu sebuah LSM lokal bernama Yayasan Studi Etnologi Masyarakat Nelayan Kecil (SEMANK), untuk pembentukan kelompok. Lembaga ini bekerjasama dengan Yayasan Burung Indonesia melakukan beberapa program. Misalnya pendampingan, konservasi dan studi potensi ekologi di desa.
Direktur Yayasan SEMANK Mufti Murhum yang dihubungi Selasa (22/7) menjelaskan, penangkaran penyu itu berhubungan dengan kegiatan konservasi kelompok pengelola kawasan perlindungan laut (DPL) Gotowasi. Sebelumnya SEMANK sudah melakukan dua kegiatan. Yakni memberikan pehamaman pentingnya konservasi penyu dan upaya penangkarannya. Kegiatan ini berjalan melalui beberapa kali pelatihan dengan pemerintah dan masyarakat desa.
baca juga : Tradisi Perburuan Tabob : Pendekatan Agama Lebih Efektif Lindungi Penyu Belimbing [2]
Pelatihan itu, kemudian didorong penetapan kawasan laut desa berstatus sebagai Daerah Perlindungan Laut (DPL) Gotowasi. Kegiatan ini diinisiasi pada 2018 dan 2019 lalu. “Target kita itu penangkaran penyu. Ketika dimulai tak tercapai karena penyu tidak naik bertelur. Hingga 2020 ini meski program telah selesai terus didorong penangkaran dilakukan warga. Saat ini sudah kelihatan hasilnya,” jelas Mufti .
Program tahun pertama melakukan identifikasi potensi pesisir berupa mangrove dan padang lamun. Identifikasi potensi itu ditemukan ada 3 jenis penyu dan juga dugong yang memiliki nilai konservasi tinggi. Selain studi potensi juga penguatan masyarakat untuk inisiasi Perdes DPL. Draftnya dibuat pada 2018 dan penetapannya 2019 lalu.
“Kita beri penguatan kenapa dilindungi dan manfaatnya apa, baik langsung maupun tidak langsung. Tanamkan semua ini ke masyarakat dan endingnya penetapan DPL didukung Perdes,” jelasnya.
Di dalam Perdes DPL ada poin-poin yang mengatur tentang perlindungan dan semua kegiatan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dalam DPL Gotowasi alam tiga ekosistem dan dua biota prioritas yang dilindungi. Misalnya, menangkap ikan dalam zona inti, mengambil semua jenis karang yang hidup dan mati untuk dijadikan bahan bangunan cinderamata dan hiasan. Menambat dan melabuhkan perahu kecuali dalam kondisi darurat, membuang jangkar, menebang pohon mangrove, mengambil siput dan berbagai biota di dalamnya termasuk mengambil telur penyu serta membuang sampah ke laut.
Semua perbuatan itu ada sanksinya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Perdes DPL. Yakni untuk tingkat pertama, mendapatkan teguran dan penjelasan. Tingkatan kedua, mendapat teguran dan membuat surat pernyataan serta mengembalikan seluruh hasil yang didapat dari daerah asal. Terakhir menyita aset yang diambil serta pelakunya diserahkan ke pihak berwajib.
Menurutnya, kawasan laut desa ini unik, karena dikelilingi hutan mangrove yang berbentuk seperti sungai. Jika saat pasang naik laut masuk ke daerah mangrove, ada juga seperti delta sepanjang 2 kilometer. Daerah ini menjadi kawasan penangkaran penyu. Di belakangnya ada hutan mangrove.
menarik dibaca : Berburu dan Jadikan Penyu Daging Asap, 6 Warga Haltim jadi Tersangka
Bantuan Pemerintah
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Halmahera Timur Asmar Daud yang dihubungi Sabtu (8/8) lalu mengungkapkan, terkait keluhan dari kelompok DPL Gotowasi itu sudah diterima. Bahkan ada beberapa kebutuhan sudah ditindaklanjuti. Ada bantuan fasilitas memenuhi kebutuhan mereka terutama menunjang pemeliharaan tukik. Sementara fasilitas yang diminta mendukung pengawasan akan diusahakan segera.
“Kami segera bantu mereka menyediakan bodi perahu dan mesin untuk pengawasan penyu. Fasilitas ini akan diadakan secepatnya. Bantuan ini akan lebih baik untuk pengawasan dan upaya konservasi penyu,” jelas Asmar.
Sedangkan Santoso Budi Widiarto Kepala Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (Loka PSPL) Sorong yang memiliki wilayah kerja sampai ke Maluku Utara saat dihubungi Sabtu (8/8) mengungkapkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Loka PSPL Sorong, unit pelaksana teknis KKP, memiliki tugas salah satunya pendampingan kawasan konservasi perairan daerah di provinsi Maluku Utara.
Untuk Kawasan Konservasi Perairan di Maluku Utara memiliki prosentase luasnya mencapai 11,6 % dibandingkan luas perairan umum, terdiri dari 6 Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD). Selain oleh pemerintah pusat (KKP dan KLHK), Pemerintah daerah juga memiliki mitra yang ikut aktif mengupayakan kawasan konservasi perairan terkelola efektif. Misalnya WCS, Usaid Sea Project, dan WWF.
KKP melalui Loka PSPL Sorong berencana menyerahkan bantuan bagi kelompok masyarakat penggerak konservasi (kompak) Tanjung Deko di Kabupaten Kepulauan Sula senilai Rp93,2 juta dalam bentuk perahu, mesin 15 PK, laptop dan camera underwater. “Semoga dapat diserahterimakan Agustus ini di Ternate.
Untuk gerakan warga di Gotowasi Kabupaten Halmahera Timur Santoso berjanji, akan mengkomunikasikan dengan pemda untuk pembinaannya. “Apabila ada proposal yang ingin diajukan silahkan saja. Hanya ada beberapa ketentuan harus terpenuhi, disamping kami juga akan meminta saran DKP untuk prioritas bantuannya,” jelasnya lagi. “Desa Gotowasi berada kurang lebih 20 km dari batas KKPD. Untuk DPL Gotowasi akan kami catat dalam data base untuk kemungkinan perluasan kawasan konservasi baru di Maluku Utara,” jelas Santoso.